F.11

9.8K 1.6K 308
                                    

Sorry for typo(s)



Pendekatan yang dilakukan Haechan terhadap adiknya sendiri ternyata tak semudah seperti yang diperkirakannya. Setelah keluar dari rumah sakit dan kembali sekolah seperti biasa, walaupun kakinya masih harus dibalut perban.


Satu-satunya penghalang yang dihadapinya adalah Jeno, anak itu selalu mengekori ke mana Jaemin pergi. Selalu menyela ketika Haechan mengajak berbicara adiknya.


Jika tidak ada Jaemin di antara mereka, mungkin tangan Haechan sudah bertindak.


Diamnya sekarang untuk menghormati keluarga Jung yang telah merawat Jaemin selama ini, ia juga harus memberikan bukti bahwa mereka benar-benar satu darah.


Berada di kantin yang sama, Haechan berdiri bersebelahan dengan Jaemin sedangkan Jeno mengantri untuk mengambil minuman mereka. Itu saja diperintah oleh si bungsu.


"Kau tidak risih diikuti Jeno?"


"Dia kan kakakku."


Kalimat tersebut mampu membuat Haechan mengernyitkan wajah karena, wah menyakitkan sekali ketika mendengar dari mulut adiknya. Kepalanya tertunduk melihat tangan Jaemin, ia penasaran apakah gelang tersebut dipakai atau tidak. Segala kata yang berada di ujung bibirnya ingin sekali dikeluarkan.

"Hyuck?" suara Jaemin membuatnya mendongak dengan kedua alis yang terangkat, "Masih sakit kakimu?"


Senyum terpatri pada wajah itu seraya menggelengkan kepala, "Tidak. Aku hanya —




— Jaemin, ayo ke kelas saja."



Bola mata pemuda berkulit tan tersebut berotasi malas kemudian memicingkan mata menatap Jeno. Ini kelima kalinya dia menyela ucapan Haechan. Bahkan tak ada raut wajah menyesal ditampilkan oleh pemuda Jung itu karena tidak sopan.


Lengan Jaemin ditarik pelan oleh si sulung Jung membuat Haechan mengerutkan kening. Tanpa mengatakannya, Jeno sudah menunjukkan rasa tidak suka pada pemuda yang masih menyandang marga Seo tersebut.


"Ih, tapi jam istirahat masih lama. Donghyuck juga sudah datang ke sini."


"Catatanmu tadi belum selesai. Hari ini kan dikumpulkan."


Bibir Jaemin mengerucut dengan kepala tertunduk, ia ingin sekali duduk bersama dan saling bertukar cerita seperti teman-teman lain. Namun, tugas juga tak kalah penting untuknya saat ini mengingat ia sudah absen beberapa hari.


Bahkan sebelum membuka mulutnya, Jaemin sudah ditarik oleh Jeno untuk pergi membuat maniknya membulat.


"Eh, Jeno! Sebentar!" teriaknya sembari menyentak pegangan tangan kakaknya.



Anak itu berbalik menghampiri pemuda Seo dengan wajah yang masih muram. Namun, Haechan menghiburnya dengan senyum yang terukir.


"Besok kita masih bisa bertemu di sekolah."


Kening Jaemin berkerut, ia menggelengkan kepala, "Tidak bisa bertemu di luar sekolah?"


Pertanyaan tersebut membuat Haechan terperangah, dua bola matanya membulat tak percaya.


"Di-di luar sekolah?"


Sang adik menganggukkan kepala dengan senang, ia menoleh ke belakang menghadap pada pemuda Jung di sana, "Bolehkan, Jeno? Kita bisa bermain bersama nanti di rumah!" pintanya.



Fratelli✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang