Part 10.1

8.6K 466 89
                                    

ICHA POV
Sama seperti di awal sebelum kami menikah. Perjalanan ini serasa sepi karna kami sama sama terdiam. Apa yang selalu aku takutkan terjadi. Mengecewakan orang tua kami.
"Cha kamu batalin ya rencana kamu yang mau bantuin aku nembak Dinda." Dafa akhirnya memecah sunyi kami.
"Kenapa ?" Tanyaku heran.
"Kasih aku waktu buat mikir dulu."
"Karena mama ?" Hal paling aku hindari adalah keadaan yang memaksa Daffa harus di sampingku. Karna sampai kapanpun aku tahu. Aku bukan bahagianya.
"Bukan cuma mama.. Dari kemarin aku masih ragu tentang sesuatu. Kamu mau kan nunggu aku sebentar lagi ?"
"Kapan aku pernah gak nunggu kamu? Lakuin apapun da. Aku tungguin."
Mobil Daffa berhenti tepat d pintu lobby. Aku turun duluan smentara dia memarkirkan mobilnya. Pak Klo akan datang setengah jam lagi. Aku dan Daffa bergegas menuju ruang meeting dan bersiap siap. Proyek ini mungkin tidak semahal proyek Andre tapi semua proyek selalu kami nilai penting tanpa memandang sebelah mata. Siapapun dan berapapun, mereka client kami yang pantas mendapatkan pelayanan maksimal kami.
Denting chat berbunyi di handphone ku. Tanda ada pesan masuk dari Andre.

Hai cantik. Apa pendapatmu tentang daging sapi yang di beri bumbu rendang ? 🤔 . Anak rantau kangen makanan rendang ini kayaknya.

Enak bgt dong dre. Knp emangnya ?
Aku membalas chatnya sembari memeriksa dokumen penting lainnya. Daffa duduk di sebelah sambil sesekali melirik notif di handphone ku.

Masak sih ? Menurut aku biasa aja lho😕.

Jadi CEO itu gak sibuk kalik ya. Fast respon banget.

Ya enggak lah dre. Rendang itu makanan Indonesia nomer satu lho. Kamu beli rendang dimana sampe bilang rendang gak enak ?🙃🙃

Kadang ini anak nyari topiknya ajaib ajaib deh. Ntar bahas balon sekarang bahas rendang.

Itu tuuh di deket kantor aku. Gak enak rendang nya.🥴.

Ah kamu salah. Kamu harusnya tanya sama aku. Aku tahu dimana beli rendang yang enak😊. Balasku bangga. Jangan ragukan lidah Icha sebagai penikmat makanan. Beuuuh juaraaak kalo recomendasi makanan. Asal jangan suruh masak aja deh.

Dimana emangnya ?🙄

Itu lho di sebrang Mall daerah Adi sucipto.  Tempat aku sama Daffa biasa makan siang kalo lagi pas pengen banget makan berat.

Yaudah yuk!

Kok Yuk ? Yuk apa ?😐

Yuk kesana. Kasih tahu lah tempatnya. Ntar aku nyasar. Kamu gak tanggung jawab namanya! Aku jmput nanti ya.

Dasaaar !! Bilang aja ngajak makan siang bambaaang. 🙄

Ge er deh cantik 🤣.
Aku sempat tertawa kecil membaca chatnya. Konyol ni anak. Ngajak makan siang aja panjang bener alibinya.
"Cha.. kenapa sih senyum senyum ?"
"Enggak ini si Andre lagi lucu aja."
"Kenapa emangnya ?"
"Ngajakin makan siang tapi lagaknya kayak nanya rekomendasi rekomendasi resturan."
"Kamu nanti makan siang sama dia ?"
"Belum aku jawab sih." Aku menjawab ragu sambil mengingat ingat takut ada jadwal penting yang ku lewatkan.
"Ada meeting penting lagi ya fa ?" Jujur seingatku tidak ada acara penting setelah meeting ini.
"Iya.. nanti kamu harus nemenin aku meeting." Daffa menjawab sembari tangan dan matanya serius menelusuri dokumen presentasi hari ini.
"Sama siapa ?" Ucapku mengernyitkan dahi.
"Meeting intern aja. Kan udah lama gak ada meeting intern sama staff."
"oooo oke aku jawab Andre kalo gak bisa makan siang bareng dia."
Daffa hanya diam tanpa menyaut sementara aku sibuk menjelaskan pada Andre.

☣☣☣☣☣☣☣☣☣☣

Daffa menggandeng tanganku memasuki sebuah caffe. Duduk di sebuah meja yang mungkin hanya cukup untuk empat orang. Aku hanya mengernyit heran sementara ia santai melepas jas dan duduk di hadapanku.
"Lhoh emang anak anak yang nyusul kita nanti cuma 2 orang fa?" Aku mencoba membaca menu dan mulai memilih sambil mendengar jawaban Daffa.
"Enggak ada yang nyusul kita. Ini rapat keluarga kita jadi cuma kita berdua."
"Kamu mau minum apa ? Teh panas tawar aja ya ? Suara kamu kayaknya agak aneh deh fa. Mau pilek ya ?" Usulku karena melihat kondisinya akhir akhir ini lumayan drop.
"iya itu aja." Aku menuliskan makan siang yang kami pesan sambil menyerahkannya ke pegawai caffe ini.
"Tadi maksudnya gimana ? Kamu mau bahas apa ?"
"Ada yang mau aku bahas soal pernikahan kita."
"Mmmmmm... kamu mau mempercepat rencana kita?"
"Enggak. Aku mau nyoba serius sama kamu." Otakku sedang mencoba mencerna kalimat ini saat dia menambahkan kalimat yang lebih mengejutkan.
"Aku mau kita mencoba jadi suami istri yang sesungguhnya." Jujur di detik kalimat ini terucap hatiku tidak bisa memungkiri bahwa ia teramat berbunga.
"Maksudnya ?"
Laki laki di hadapanku ini memintaku menjadi istri yang sesungguhnya. Maksudnya ini aku kan ? Icha kan ? Atau dia baru latihan buat ngomong sama Dinda ? Atau beneran aku ? Tidak akan munafik dan ku tutupi ada senyum tipis yang ingin singgah di wajah selama sepersekian detik sampai nalarku berbicara.
"Karena mama tadi ya ?"
"Mama pagi ini mungkin memang pematik aku akhirnya mengambil keberanian buat diskusiin ini sama kamu. Tapi mama bukan alasan satu satunya." Saat ini ekpresinya bukan sesuatu yang bisa ku baca. Entah karna aku sibuk menata perasaan atau memang ada yang di sembunyikan.
"Fa.. aku sahabat kamu. Saat ini aku partner kamu. Kamu harus nyaman cerita apa saja. Termasuk perasaanmu. Karena kita partner dalam rumah tangga ini. Jadi tolong kasih tahu aku. Apa maunya hati kamu ?"
"Kamu sendiri ? Apa kamu terbuka sama aku ? Kamu gak pernah nunjukin perasaan kamu. Semenjak kita nikah kamu gak pernah nunjukin maunya kamu gimana. Kamu selalu nerima apa yang aku lakuin. Kamu diem tapi aku tahu ada yang salah dari kamu Cha. Tapi aku gak tahu apa ?! Kamu gak terbuka sama aku ! Kamu gak pernah cerita gimana perasaan kamu ke Andre.  Sementara aku seterbuka ini sama kamu. Aku bilang sama kamu siapa wanita yang aku cintain ! keluh kesahku. Tapi kamu enggak. Aku gak tahu gimana perasaan kamu saat tadi mama bilang seperti itu. Aku gak tahu keputusan apa yang harus aku ambil karena aku gak bisa baca pikiran sama perasaan kamu!!" Ia menggebu gebu meluapkan segalanya.
"Kalau kamu cinta sama Dinda. Jangan di paksain Daffa. Jujur dan lakuin apa yang hatimu mau. Aku disini. Nemenin kamu. Kamu gak akan hadapin ini sendiri. Ada aku fa."
"Kamu cinta sama Andre ?" Tanyanya to the point.
"Kok jadi aku ?"
"Kamu keberatan gak jadi istriku ?"
"Daffaaaa..." aku memanggil namanya dalam dan panjang. Membuat sebuah peringatan agar dia tidak bodoh dalam berucap.
"Mau gak berdua sama sama belajar mencintai ?"
"Daffa !!" Aku membentaknya.
Dia diam menunduk sementara aku menatapnya tajam. Sepersekian menit ada rasa sakit yang aku rasa. Yah, bahagia itu hanya mampir bahkan tanpa hitungan jam. Karna aku tahu semua ucapannya karena dia putus asa. Aku tahu dia merasa bersalah. Dan aku tahu dia mau mengorbankan perasaannya. Cukup untukku menjadi penghalang bahagianya saat ini. Gak akan ku biarkan laki laki ini melakukan lagi hal paling bodoh dunia, yaitu bertahan di sampingku seumur hidupnya dengan terpaksa. I really love him and I can't do this. Perlahan tanganku menyentuh rambutnya. Menyusupkan telapak tangan kananku menuju rahang nya. Mencoba membuatnya menatap mataku. Dan seirama menepuk2 tangan nya dengan tangan kiriku.
"Kamu gak sendiri. Ada aku disini daffa. Nemenin kamu. Berjuang sama kamu sampai waktunya nanti."
"Salah kita tanggung berdua. Resikonya kita hadapin berdua."
"Aku gak mau kamu terpaksa hidup di sampingku seumur hidupmu." Karena aku sayang sama kamu. Kalimat sambung yang hanya bisa ku lanjutkan dalam hati.
"Untuk urusan anak. Aku mau jadi ibu anak kamu walaupun hal ini harus kita berdua diskusikan lagi. Sekarang kamu harus tenang dulu karena aku gak mau pemimpinku memutuskan hal penting dengan emosi." Aku hanya bisa tersenyum lembut padanya mencoba menenangkan.
Daffa andai kamu tahu di detik pertama namaku kamu sebut dalam Ijab Qabul saat itu juga aku tahu hatiku sudah jatuh.
Di detik pertama Tuhan menakdirkan aku jadi istri kamu, di saat itu pula aku hanya bisa menutup diri dari kamu. Segala ketakutan muncul di setiap bertambahnya umur pernikahan kita.  Takut aku bikin kamu kecewa. Takut kalau aku tanpa sadar mengekang kamu. Takut rasaku ini tanpa sadar memaksamu di sampingku. Takut aku tidak bisa menjadi istri yang pantas untukmu mesti hanya sementara.
Dan takut terbesarku adalah kamu tahu perasaanku. Hal terakhir yang tidak akan pernah bisa ku biarkan yaitu membuatmu terpaksa hidup di sampingku seumur hidupmu. Melepas cinta dan mimpi kamu. Takutku ini bukan hanya karna egoku sebagai seorang wanita yang malu mencintai lelaki bertepuk sebelah tangan.
Tapi juga sebab aku sayang sama kamu.
.
.
.

Kumimpikan cinta kita berdua malam ini. Indah. Dan hanya mimpi.
~Icha~

Ara's Note :
I am so so sorry.. kesibukan dunia nyata ternyata yaa begitulah.. apapun alasannya aku tahu dan tidak akan membela diri aku salah krn seterlambat ini.. maafkan aku..

Thanks for vote and commant..
love u 🥂

My Friend Is My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang