[4]

1.6K 274 26
                                    

Rose bolos sekolah lagi hari ini. Memilih pergi ke perpustakaan kota untuk menghabiskan waktu sampai sore menjelang. Ditemani segelas kopi yang dibeli dalam perjalanan juga setumpuk buku berbagai macam, Rose sudah tidak mempedulikan sekitar. Fokusnya terarah sepenuhnya pada buku di tangan.

Tak perlu merasa terganggu lagi dengan Lalisa yang biasanya selalu menelepon setiap Rose menghilang dari sekolah, ia tidak menyesal telah menjatuhkan ponselnya waktu itu. Sekarang ia bisa menghabiskan waktu dengan damai di pojok ruangan dekat AC.

Dibuat gemas dengan alur novel yang dibacanya hingga Rose spontan berdecak kesal. Tanpa sadar seseorang tersenyum melihat tingkahnya.

“Novel itu memang membuat kesal,” celetuk seorang perempuan lalu duduk di hadapan Rose yang langsung menghentikan aktivitas membacanya.

“Seul...gi?”

Rose mengingat nama perempuan pucat yang kemarin ditemuinya di cafe. Tapi malah gelengan yang didapatnya dari perempuan itu.

“Son Wendy,” ucapnya kemudian. Membuat Rose mengerutkan kening tidak mengerti. Dia punya dua nama atau bagaimana? Tetapi Rose tak menanyakan soal itu dan memberikan senyum kaku, mungkin saja ia senang menggunakan nama palsu kan.

“Jadi apa yang kau lakukan di sini, Son Wendy?” tanya Rose bodoh. Jelas-jelas Wendy membawa tumpukan buku yang tak kalah banyak dengannya.

“Sama sepertimu.”

Untuk beberapa saat tak terjadi interaksi di antara mereka. Rose kembali sibuk dibuat gemas dengan novelnya, sementara Wendy juga melakukan hal sama.

“Pria sialan.” Lagi, Rose spontan mengeluarkan kekesalannya lewat umpatan barusan. Sukses mengundang perhatian Wendy yang langsung tertawa kecil.

“Kau sekesal itu, hm?”

Mendadak Rose merasa canggung, menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Maaf aku berisik, hehe.”

“Daripada itu, kau belum memberitahu namamu.”

Rose baru tersadar. Dan ingatannya kembali melayang pada kejadian tempo hari di jembatan. Sifat Wendy sekarang, di cafe, dan di jembatan itu sungguh berbeda-beda. Apa Wendy sungguh tak mengingatnya waktu itu?

“Apa kau sungguh tak mengingatku?” Bukannya menjawab, Rose malah balik bertanya.

Mendengarnya membuat Wendy terdiam, menatap langit-langit tampak berpikir. “Aku tak merasa pernah bertemu denganmu.”

“Sungguh?” Rose terlihat terkejut. Manusia mana yang bisa melupakan seseorang yang ditemuinya dalam beberapa malam saja? Terlebih orang itu sudah menolongnya—ralat, menggagalkan rencana bunuh diri yang langsung disesalinya.

“Lupakan saja. Ngomong-ngomong, namaku Roseanne Park.”

Wendy mengangguk, lalu menjulurkan tangan untuk berjabatan.

“Senang bertemu denganmu.”

Percakapan berlangsung lama setelah itu. Tujuan mereka kemari pun langsung terlupakan begitu saja. Asik bercengkrama memperkenalkan diri satu sama lain lebih dalam lagi.

🥀

Sore pun tiba, waktunya berpisah.

Wendy dan Rose langsung jadi akrab seolah sudah berteman lama. Bahkan tawa bahagia Rose kembali muncul akibat kelakuan Wendy.

Sampai di perempatan jalan mereka berhenti. Mengucapkan kata-kata perpisahan.

“Sayang sekali kita harus berpisah sekarang, Wendy.” Raut tidak rela terpancar jelas di wajah Rose.

Wendy yang menyadarinya lantas tersenyum dan memberi tepukan di pundak. “Hey, kita akan bertemu lagi besok.”

Rose menghela napas. “Kau benar.”

“Sudah ya kalau begitu. Aku pergi dulu.”

🥀

“Bolehkah aku menyingkirkannya?”

Si gadis pucat tertawa. Duduk di depan kaca yang sebagian retak. Menatap lurus pantulan diri sendiri.

“Hancurkan dulu mentalnya, baru kau bisa bereskan dia Joy.”

“Kau selalu melakukan semuanya dengan terencana Kak Seulgi.”

“Tentu saja.”

“Tinggal bereskan langsung apa susahnya sih?”

“Kau memang tak pernah ingin menggunakan otakmu Jisoo.”

“Hey, kalian berisik!”

“Wah, singa betina sudah muncul.”

“Jaga ucapanmu Kim Yerim!”

“Sudah sudah. Kita mulai permainan ini darimu Yeri.”

“Baiklah.”

”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Stranger ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang