[10] END

1.9K 258 44
                                    

“Lalisa!”

Rose yang panik langsung menghambur masuk begitu saja, menabrak tubuh Wendy dan melupakan semua bahaya yang sedang ia hadapi.

“Roseanne. Cepat keluar dari sini!” bisik Lalisa lemah.

Namun gadis blonde itu mengabaikannya dan lebih memilih menolong Lalisa. “Mana mungkin aku bisa pergi tanpamu.”

“Dasar bodoh! Apa yang kau pikirkan?! Cepat—”

Jdug!

Lalisa melotot tak percaya melihat bagaimana Wendy—bukan, itu bukan lagi Wendy—memukul kepala Rose dengan tongkat baseball. Membuat gadis jangkung itu seketika ambruk tak sadarkan diri.

Dengan napas menderu, ia melirik Lalisa yang wajahnya sudah pucat pasi.

“Park Joy, tugasku mengeksekusi.”

“KEPARAT!” teriak Lalisa begitu saja. Membuat senyuman di bibir Joy hilang seketika.

“Segera pikirkan pesan terakhirmu.”

🥀

Rose tersadar dari pingsannya. Dan seperti yang diperkirakan, ia juga ikut diikat kencang seperti Lalisa yang menatapnya khawatir.

Tidak ada tanda-tanda keberadaan perempuan gila itu disini.

“Lalisa, kau baik-baik saja?”

Lalisa mengangguk. “Seharusnya aku yang bertanya begitu.”

Rose menghela napas lega. Merasa sedikit nyeri di bagian kepala.

“Bagaimana bisa semua ini terjadi?” tanya Rose meregangkan lehernya.

“Sebenarnya aku sudah merasa sesuatu yang buruk bakal terjadi setelah pulang dari apartemenmu. Dan benar saja itu terjadi. Perempuan gila itu tiba-tiba menodongkan pisau padaku diam-diam dan menyuruhku untuk mengantarnya kemari. Lalu aku dipaksa menulis surat yang kau terima itu. Maafkan aku.”

Lalisa menunduk lesu merasa sangat bersalah. Namun daripada itu, Rose malah mengerutkan kening mendengarkan penjelasan Lalisa barusan.

“Bagaimana bisa dia mengetahui tentang apartemenmu ini?”

“Dia bilang sudah mengawasi kita berdua dari jauh-jauh hari. Aku benar-benar tidak menyangka ada orang semengerikan itu.”

Rose merinding sendiri. Selama ini ia benar-benar tidak menyadari ada orang seperti itu yang sedang mengawasinya. Membuat Rose langsung menyesali segalanya sekarang. Untuk hidupnya yang sudah ia sia-siakan sejauh ini.

“Dia tidak di sini kan sekarang?”

Lalisa menatap Rose cukup lama. “Ia pergi beberapa menit lalu.”

“Ayo kabur.”

Gadis berponi itu melotot tidak percaya. “Kau gila? Dia bisa kembali kapan saja!”

“Kita tidak boleh menyerah begitu saja. Ayo, kau bisa menggeser tubuhmu sampai belakangku?”

“Tapi Rose—”

Lalisa tak menyelesaikan ucapannya. Melihat betapa gigihnya Rose berjuang untuk terbebas dari semua ini. Lalu ia mengangguk dan berusaha menggeser tubuhnya yang terikat pada kursi untuk mendekati Rose.

“Pelan-pelan saja, La—”

Cklek.

Dewi Fortuna benar-benar sedang tidak memihak mereka. Perempuan gila itu malah muncul disaat seperti ini. Menatap mereka berdua dengan seringaian menyeramkan itu.

“Kalian mau kabur?”

Wendy, Jisoo, Irene, Joy atau siapalah itu berjalan mendekat. Mengambil pisau yang tergeletak di meja ruang tamu.

“Kau sudah memikirkan kata-kata terakhirmu, Lalisa?”

“JANGAN MENDEKAT!” teriak Lalisa kesetanan. Meronta di tempatnya dengan ketakutan yang sudah sampai pada puncaknya.

“Sssssttt, aku tak akan sekasar Kak Joy.”

“JANGAN MENDEKAT KEPARAT!” Lalisa sudah menangis, sementara Rose berjuang di tempatnya berharap ikatan di tangannya terlepas.

“Apa yang kau katakan barusan? Padahal aku sudah susah payah mencuri pikiran dari Kak Joy, dan kau  malah bilang seperti ini?”

“HENTIKAN! JANGAN PERNAH KAU SENTUH LALISA!” teriak Rose tak mempedulikan lagi bagaimana menyeramkannya sosok perempuan itu.

Perempuan itu diam sejenak. Menatap Rose beberapa detik, lalu menatap Lalisa lagi.

“Kak Wendy bilang gadis berponi yang harus ku bereskan duluan.”

Ia mengangkat pisaunya, lalu menusukkannya tepat ke dada Lalisa.

🥀

“LALISAAA!”

Perempuan itu terkejut mendengar teriakan Rose barusan. Menatap gadis itu aneh.

“Kau memimpikannya lagi, hm?”

Rose menatap perempuan di depannya dengan napas terengah. Lalu menyadari bahwa tangan dan kakinya masih terikat. Tunggu dulu, jadi ia cuma bermimpi?

Ah, benar juga. Lalisa sudah meninggal dan ini sudah hampir dua bulan Rose disekap. Ia benar-benar sudah putus asa.

“Aku harus cepat membereskanmu.”

Perempuan itu bangkit mengambil pisau kesayangannya, lalu mendekati Rose yang sudah benar-benar pasrah.

“Boleh kukatakan sesuatu?” ucap Rose pelan dengan air mata yang sudah beruraian.

Mendengarnya membuat si perempuan mungil berhenti, mengangkat alis mengisyaratkan mengijinkan Rose untuk berbicara.

“Kenapa harus aku?”

Disaat seperti ini, Rose sungguh berharap bantuan datang. Menyelamatkannya dari semua kegilaan ini. Ia berjanji akan semangat menjalani hidup dan tidak akan lagi membolos sekolah atau melewatkan kewajibannya bekerja di cafe Jessica.

“Kami diburu polisi seluruh Amerika karena melakukan tindak kejahatan, lalu Kak Wendy memutuskan untuk kabur ke sini dengan diam-diam. Mereka bilang kami psikopat atau semacamnya. Aku tak mengerti itu, padahal kami hanya ingin menolong orang-orang yang sudah putus asa sepertimu agar bisa hidup tenang.”

Rose tercengang mendengarnya. “Siapa kalian sebenarnya?”

Perempuan tersebut tersenyum. Mengangkat pisaunya persis seperti apa yang Rose impikan beberapa saat lalu.

“Kau tidak perlu tahu. Istirahatlah dengan tenang, Roseanne Park.”

Akhirnya beres juga 😭Makasih buat kalian yang udah ngikutin cerita gk jelas ini dari awal sampe akhir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Akhirnya beres juga 😭
Makasih buat kalian yang udah ngikutin cerita gk jelas ini dari awal sampe akhir. Makasih juga yang udah kasih semangat.

Maafin bahasanya masih berantakan dan kekurangan lainnya. Maaf juga endingnya kurang memuaskan :') udah pusing bgt kepalaku mikirin end nya :')

Pokoknya makasih buat kalian semua :) I love youuu 

Stranger ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang