26. Ngapain?

833 89 25
                                    




Haloooo!
Lama ya? Maaf banget temen temen aku yang tercinta. Udah udah langsung scroll kebawah aja. Warning, typo bertebaran :)











Udah dua hari sejak kejadian gue hampir, aduh males banget nyebutnya. Pokoknya kejadian yang itu dah. Kaki gue udah lumayan baik baik aja setelah dirawat di rumah sakit, walaupun sekarang masih diperban sih. Padahal cuma keseleo, tapi kakek gue maksa buat gue dirawat inap di ruangan VVIP yang fasilitasnya lengkap banget udah kayak orang yang mau ketemu ajal. Gue juga mendapat konseling dari psikolog. Tidak ada masalah dengan diri gue kecuali gue lebih takut dengan orang asing dari pada sebelumnya.

Dua hari ini juga gue gak ketemu anak SVT dan Hana. Gue cuma berkabar sama mereka lewat chat atau video call. Entah karena alasan apa kakek gue gak ngizinin mereka untuk ngejenguk gue. Padahal gue udah bosen banget sendirian diruang rawat. Oh iya, kamar rawat gue dijaga sama bodyguardnya kakek. Jadi anak SVT gak ada yang bisa curi curi masuk ke kamar gue. Syedih banget :(

Sekarang pun walau gue udah keluar rumah sakit, gue masih dibawah pengawasan kakek. Jujur gue bingung kenapa kakek gue jadi protective gini. Padahal hubungan gue sama beliau bisa dibilang gak baik.

Ceklek!

Pintu kamar yang gue tempatin sejak tadi pagi ini dibuka sama seseorang. Gue menoleh dan ternyata itu kakek gue. Iya, jadi tadi gue pulang kerumah kakek. Sekarang gue lagi di kamarnya ayah dulu.

"Kaki kamu bagaimana?" Tanya kakek.

Gue yang lagi rebahan langsung berdiri. "Sudah lumayan."

Kakek mengangguk lalu berbalik, hendak meninggalkan kamar. Tapi sebelum kakek membuka pintu kamar, gue langsung menyuarakan apa yang gue pikirin sejak kemaren.

"Kenapa kakek perduli?"

Kakek menoleh. Ia menatap gue beberapa detik. "Karena darah anak saya mengalir ditubuh kamu," katanya lalu pergi.

Gue menghela napas. Itu bukan jawaban yang gue inginkan. Tapi ya mau bagaimana lagi. Kalo gue nanya lagi yang ada gue sama kakek tubir.

"Diva?"
Toktoktok~
"Do you wanna build a snowman?"
"Come on let's go and play!"

Gue menghela napas dan beranjak menuju pintu, gue buka pintu itu sambil berkacak pinggang. "Ngapa lo? Kangen sama gue?" Tanya gue.

Yoga nyengir sampe matanya sisa segaris. "Kangen," katanya terus meluk gue. Kebiasaan banget si Yoga main peluk peluk aja.

"Yoga nangis kemaren," kata Vernon yang baru dateng entah dari mana.

"Nangis kenapa lo?" Tanya gue heran.

Yoga diem aja, gak jawab pertanyaan gue. Dia ngelepas pelukannya terus nunduk sambil mainin ujung kaos turtleneck yang gue pake.

"Gara gara gabisa ketemu lo. Abis dari tempat 'itu' kan elo langsung dibawa kerumah sakit dan dikarantina sama kakek lo dua hari," kata vernon menjelaskan.

Gue ketawa dengernya. Gemes banget sama Yoga. Gimana bisa sih anak SMA seimut ini? Kadang kalau jogging di sekitaran rumah cuma berdua, Yoga sering dikira adek adek yang masih umur 12 tahun. Ya begitulah, saking jarangnya tetangga komplek rumah gue berinteraksi.

Gue ngerentangin tangan. Yoga yang tau maksud gue langsung meluk gue lagi. "Utututu sebegitu kangennya elo sama gue?" Yoga mengangguk. Dia bener bener meluk gue erat. Kayak anak yang udah lama gak ketemu mamanya.

"Div, lo gamau meluk gue gitu?" Vernon mendekat dengan tangan merentang juga.

"Lo mau dipeluk juga?"

Vernon mengangguk pelan terus ikutan meluk gue. Jadi kayak teletubies dah kita bertiga. Kurang satu lagi nih ayok siapa lagi.

Ephemeral [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang