Mata gadis itu berkedip linglung ketika melihat ranjang berukuran mini miliknya sudah kosong tanpa penghuni yang terlihat di atasnya.
Abryla mengernyit karena seingat dirinya tadi malam ia jelas meletakkan sosok jangkung itu di atas tempat tidurnya. Tapi, ke mana dia? Batin Aby bingung.
Tak ingin berspekulasi dengan pikirannya sendiri, Abi memilih untuk memeriksa seluruh ruangan flat tempat tinggalnya. Setelah memastikan pria itu tidak ada di tempat, Aby memilih mengabaikannya saja.
Gadis itu harus cepat-cepat mandi dan berangkat ke kampus. Profesor Reng bisa mencoret namanya di daftar absen jika ia terlambat sedikit saja.
Usai mandi dan mengisi perutnya dengan roti, Aby segera berangkat ke kampus dengan kendaraan roda dua yang menjadi tunggangannya.
Setibanya di kampus tempatnya menuntut ilmu, Aby segera berlari sepanjang perjalanan dari parkir motor mencari kelas sesuai yang dijanjikan satu minggu yang lalu.
Tiba di kelas, Aby menghela napas lega karena ternyata profesor Reng belum tiba.
"Kau baru tiba juga, By?"
Manoserch Dew gadis cantik yang menjadi temannya selama dua semester ini terlihat berusaha mengatur napasnya. Keringat kecil terlihat bercucuran di keningnya, membuat wajahnya sedikit mengkilap.
"Baru dua menit yang lalu." Aby menjawab santai. "Tidak biasanya kau terlambat," komentarnya.
Manoserch atau kerap di sapa Mano adalah mahasiswi rajin yang tidak pernah terlambat sedikit pun. Bisa dipastikan Mano akan menjadi manusia pertama yang tiba di kelas dan lebih awal dari mahasiswa yang lain.
"Aku tidak tidur tadi malam karena mengerjakan tugas." Mano meletakkan ranselnya di kursi kosong sebelah Aby. "Pekan ini aku akan pulang kampung. Jadi, aku tidak memiliki niat untuk menunda tugas yang akan menumpuk. Kau tahu sendiri jika aku tidak akan menyentuh apapun jika sedang bersama keluargaku," celoteh Mano panjang lebar.
"Aku tahu," sahut Aby seraya mengetuk pelan lengan kursinya. "Apa ayah dan ibumu sehat?" tanyanya menatap Mano.
Mano mengangguk sambil tersenyum lebar. Mano memang akan pulang dalam jangka waktu satu bulan satu kali untuk mengunjungi keluarganya yang berada di kota berbeda dengannya.
"Ibu dan ayahku dalam keadaan baik. Bagaimana dengan orang tuamu?" tanya Mano.
"Ibuku baru sembuh dua hari lalu dan baru tadi malam aku tiba di kota ini," jawab Aby.
Tak berselang lama Profesor Reng tiba dan kelas segera di mulai. Profesor Reng memang selalu memilih jadwal mengajar di pagi hari. Pria paruh baya itu tidak mau mengajar mahasiswa di atas jam 11 pagi.
Tiga jam berlalu begitu cepat membuat mata kuliah profesor Reng berakhir.
Penghuni kelas segera keluar setelah menyimpan dengan rapi peralatan tulis mereka.
"Kau ada kelas lagi setelah ini?" tanya Mano menatap Aby penasaran.
Aby menggeleng pelan.
"Untuk siang ini tidak ada. Jam lima sore sampai tujuh malam, kelasku profesor Winny.""Oh? Lalu, tujuanmu kali ini?" tanya Mano penasaran. Pasalnya ia jarang melihat Aby di sekitar perpustakaan, kantin, atau pun tempat-tempat biasa mahasiswa kumpul di sekitar kampus.
"Bekerja. Apa lagi?" sahutnya santai.
"Kau bekerja di hitung jam atau jam penuh?" selidik Mano yang turut penasaran akan kehidupan temannya ini.
Meski mereka terlihat dekat, ini hanya berada di kampus atau kelas yang sama. Tapi, di luar kampus, Mano tidak pernah tahu kehidupan temannya ini begitu pun sebaliknya.
"Aku di hitung jam. Lumayan untuk tambahan kebutuhan hidupku," sahut Aby santai. "Kau harus tahu, aku juga memerlukan uang untuk membayar sewa flat, makan, dan transportasi. Meskipun beasiswaku di bayar full oleh donatur," katanya.
Aby memang kuliah dengan beasiswa yang di bayar penuh oleh donatur dan di serahkan pada universitas tempatnya menuntut ilmu.
Aby sendiri mengambil jurusan kedokteran yang sudah ia minati sejak ia menduduki bangku sekolah menengah pertama.
Sekarang ini pun ia sudah mulai menabung sedikit demi sedikit untuk mengambil spesialis. Mungkin dua atau tiga tahun jumlah tabungannya akan cukup.
Pihak donatur memang hanya membayar kuliah umumnya saja. Jika ia beruntung mungkin dirinya akan mengikuti kompetisi lagi agar bisa mendapatkan beasiswa penuh seperti yang ia lakukan satu tahun lalu.
"Aku pergi dulu, Mano. Kau berhati-hati lah," kata Aby seraya melambaikan tangannya pada Mano.
"Dah!"
Mano membalas lambaian tangan Aby sebelum memutar tubuhnya ke arah lain. Tujuannya adalah ke kelas ekonomi sesuai dengan minatnya yang sebenarnya. Bukan dokter seperti yang di inginkan ayah dan ibunya. Tapi, Mano tidak masalah akan hal itu. Selama otaknya masih dalam keadaan pintar, ia tidak masalah mengambil dua jurusan sekaligus.
Orang tuanya pun mendukungnya asal tujuan utamanya tetap menjadikan dokter sebagai profesinya.
Kendaraan roda dua milik Aby melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan kota yang terlihat ramai oleh aktivitas kendaraan lainnya.
Tujuan Aby saat ini adalah sebuah restoran berbintang lima yang menyajikan menu makanan dengan harga fantastis. Tidak tanggung-tanggung bahkan satu jenis menu yang terhidang akan merogoh kocek setara dengan satu bulan biaya hidup Aby.
Aby memarkirkan motornya di samping restoran, kemudian melangkah masuk melewati pintu samping. Berjalan dengan terburu-buru, Aby segera berjalan ke arah loker miliknya dan mengganti pakaian khusus karyawan restoran.
"Abe, bawakan burger ke meja nomor sembilan!"
Pengawas yang melihat kedatangan Aby segera memerintah gadis itu membawa burger ke meja nomor sembilan.
Aby yang baru saja selesai mengganti pakaian dan bersiap bekerja, segera mengangguk ketika pengawas bernama lengkap Jessy Stard memerintahnya memintanya membawa pesanan.
Aby masuk ke dalam dapur, mengambil burger yang sudah di siapkan oleh salah satu chef dan membawanya keluar.
"Selamat menikmati," ujar Aby ramah.
"Terima kasih, Nona."
Pria yang memesan burger adalah pria dengan tampilan parlante dengan wajah biasa saja. Namun, di balik wajah biasa saja ini ada tumpukan uang yang menggunung. Mengapa Aby tahu? Karena di lihat dari harga satu gelas cotkail mahal yang di hidang di hadapannya dan burger seharga tujuh puluh juta itu, pria ini bukan pria miskin.
"Sudah tugasku," kata Aby dengan senyum sopan.
"Nona, tunggu."
Pria yang tidak diketahui namanya itu menahan pergelangan tangan Aby yang langsung di tepis gadis itu. Aby menatap pria yang baru ia sadari memiliki perut buncit itu dengan wajah sopan yang berusaha ia pertahankan. Jika ia bersikap tidak sopan pada pria ini, maka bisa di pastikan gaji satu jam miliknya akan melayang begitu saja. Aby berharap pria ini tidak membuat ulah.
"Tidur denganku malam ini. Aku akan membayarmu dengan harga yang mahal. Bagaimana?" tanya pria itu dengan senyum mesumnya. Matanya menatap lekat kedua payudara yang menggantung indah di dada Aby, membuat Aby sedikit risih. Namun, Aby harus tetap menjaga kesopanannya.
"Maafkan aku, Tuan." Aby menunduk seraya meminta maaf. "Aku tidak melayani pria dengan rudal mini. Permisi," ucapnya langsung pergi meninggalkan pria itu. Sementara pria yang baru saja dilukai harga dirinya oleh pelayan merasa tersinggung. Tapi, ia tidak bisa berbuat apa-apa karena restoran mewah ini juga menyediakan pengawal yang mengawasi pengunjung dan pelayan. Jika ia membuat ulah maka sudah dipastikan dirinya lah yang akan terlempar ke jalanan.
![](https://img.wattpad.com/cover/204047057-288-k342306.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[5] MYSTERIUS MAN [Alfred Kenzove]√
Lãng mạnSEQUEL KEDUA IM NOT RAPUNZEL SETELAH 1. TAWANAN ARTHUR 2. MYSTERIUS MAN Bercak merah itu selalu muncul saat Abryla atau kerap disapa Aby bangun dari tidurnya. Aby panggilannya tidak pernah tahu jika bercak merah yang muncul di sekujur tubuhnya ada...