Hari ini, 26 Mei 2020. Aku berencana pergi ke gramedia pada pukul 11, namun keberangkatannya akan diundur karena temannku ingin ikut bersamaku, tapi dia bisa pergi sehabis dzuhur karena harus mengantar saudaranya terlebih dahulu ke suatu tempat. Yasudah, daripada tidak punya teman pergi untuk kesana lebih baik aku menunggunya untuk pergi.
Hari ini sangat membosankan. Aku hanya memutar musik dan bernyanyi sendiri di depan laptop. Saat merasa lelah untuk bernyanyi, aku langsung sarapan. Aku kembali bernyanyi lagi, hh.. bosan sekali, ingin membaca buku tapi sedang tidak mood, ingin belajar sesuatu tapi otakku sedang tak sanggup, ingin berolahraga tapi rasa malasku barbisik. Akhirnya aku memutuskan untuk tidur.
******
Mata mulai membuka perlahan, jiwa mulai tersadar pelan, telinga mendengar suara hujan, tubuh ini kupaksa berdiri walau masih terasa pusing dan sedikit gemetar. Hujan terdengar tidak berintik, terdengar lebih ganas. Pintu kamar kubuka perlahan. Aku langsung menoleh ke pintu masuk rumah. Pintu itu bergetar hebat terdorong-dorong oleh angin yang sangat liar, ruang tamu becek menggenang air yang bersumber dari celah bawah pintu, petir bergerumuh tak ingin diam, kilat biru selalu selalu mampir di depan halaman, kaca rumahku dipenuhi noda pasir. Walaupun aku hanya melihatnya dari jauh melihat kaca. Aku bisa memperkirakan bahwa itu adalah badai petir. Aku tidak peduli dan tidak takut sama sekali. Aku berjalaan santai ke dapur untuk mengambil kue lebaran, menyantapnya di ruang keluarga. Aku tidak melihat keberadaan keluargaku, rumah sangat sepi, sepertinya hanya tinggal aku sendiri. Tapi lagi-lagi aku tidak merasakan apa-apa. Entah itu mersa kesepian, ketakutan, kekhawatiran, dll. Aku tidak merasakannya.
Tangan ku mecari-cari kue didalam toples dengan tidak melihat ke arahnya, aku menatap lurus ke depan berburam, bengong. Terasa tanganku tidak menemukan apa-apa di toples kue, ternyata kue nya habis. Telingaku tidak ramai lagi, terheran sejenak. Aku memeriksa keadaan luar. Genangan air di ruang tamu sudah mulai menyusut, kubuka pintu dan waahh...... keren banget. Cuacanya sangat cerah, dihiasi pelangi yang melingkar itu. Walaupun depan halamanku banjir sedikit tapi aku yakin itu akan surut suatu saat, tapi kesanku melihat ini sepertinya tidak akan surut deh. Eh bentar,, di langit sebelah sana ada awan hitam besar yang terbelah bagian tengah sangat lebar, hhmm itu apa ya.. apakah itu bahan badai yang akan datang kemudian. Entah lah, aku tidak peduli dengan itu. Jelas-jelas aku dapat yang lebih indah dan menenangkan hati kenapa tidak aku nikmati dan syukuri.
******
Aku terbangun. Ternyata itu hanya mimpi. Mimpi itu sangat berkesan. Aku mencoba memaknai mimpi itu sendiri. Kesimpulannya...
Badai memperumpamakan sebagai masalah, cobaan, ujian, dan derita. Perasaanku dalam mimpi sangat tenang, tak mempedulikan apa yang ku lihat itu sebagai badai yang membahayakan. Aku hanya mempedulikan apa yang ku butuhkan saat itu, hanya menjalani hidupku sebagaimana biasa. Setelah itu badai berhenti, langit berganti suasana menjadi cerah meriah. Langit serasa tersenyum pada dunia. Terasa lebih baik dari yang biasanya. Namun disamping itu masih ada awan hitam lain yang akan mengguyur kota. Entah lebih sadis ataupun lebih lemah. Intinya awan itu mengantri gilirannya.
Tak peduli seberapa berat, seberapa dahsyat, seberapa bahayanya derita yang kau alami, ujian yang kau hadapai, masalah yang menghampiri, cobaan yang datang silih berganti. Jika kita tidak melihatnya sebagai nomor satu yang harus dikhawatirkan, kita bisa melihat manisnya ketidak pedulian kita terhadapnya sebagai terdepan. Fokus saja kepada apa yang ingin kita rasakan sebagai kebutuhan yang membahagiakan. Jalani saja kebahagiaan yang ada disamping derita yang lebih menyala walaupun hanya redupan. Yang terpenting untuk menjadi bahagia hanyalah rasa syukur. Sekecil-kecilnya nikmat yang kita dapat, akan terasa sangat jika dengan sebesar-besarnya syukur. Tidak akan menjadi Cuma. Tenang, badai itu hanya mampir sebentar, seusainya akan ada kecerahan dan pelangi dengan waktu yang lebih panjang. Alam semesta dan penciptanya sangat adil kok. Jika kita masih mempertahankan celotehan kita yang katanya hidup ini tidak adil, itu bukan karena hidup ini tidak adil. Kita nya saja yang tidak tahu diri dan tidak tahu malu. Hidup kita hanya numpang, apa yang kita punya hanya titipan, apa yang kita beri hanya bantuan. Masih saja protes. Jangan membuat Alam semesta dan penciptanya repot ya..