1 | Pricilla dan Eren

436 13 0
                                    

Pricilla berlari-lari kegirangan, berputar-putar menyapa orang-orang yang hilir-mudik di sekitarnya. Tingkahnya saat itu sungguh bisa membuat Eren menatap calon istrinya sambil tertawa-tawa dari balkon yang menghadap langsung ke halaman istana. Sungguh, ia tak akan menegur calon istrinya perihal kekanak-kanakannya. Wajar dia senang. Wajar dia kegirangan, sampai-sampai sedikit abai terhadap sekitarnya.

Besok, tepat saat matahari muncul malu-malu di ufuk timur, Eren akan menjadi orang paling bahagia sedunia karena bisa bersanding dengan Pricilla.

Orang boleh berbahagia, semua boleh memiliki titik api kecil yang akan selalu membuat hatinya hangat, selagi harapan masih ada di depan mata. Namun, ketika harapan itu kandas, kebahagiaan yang tersisa mulai retak, siap untuk hancur berantakan.

Itulah yang terjadi.

Belum genap dua puluh empat jam hari ini dilalui oleh dua sejoli yang tengah berbahagia itu, harapan mereka sirna. Bahkan boleh jadi, harapan untuk melihat mentari di ufuk timur esok hari pun berdiri ringkih di tepi jurang, entah hendak jatuh atau bertahan.

Mendekati tengah malam, Eren bukannya mengistirahatkan tubuhnya untuk prosesi sakral besok, ia malah rusuh berlari-lari sambil memasangkan pedangnya di pinggang, menyibak kerumunan orang yang juga terbangun dengan penuh kepanikan, berseru-seru bilang permisi hanya agar mencapai kamar Pricilla tepat waktu. Gadisnya, putri kerajaan tetangga yang dicintainya, memang sudah berada di istana ini sejak tadi pagi. Menginap malam ini, demi menghadapi pernikahaan mereka besok yang digelar di sini.

"Pricilla!"

Yang dipanggil langsung melompat dari ranjang dan mendekati Eren di ambang pintu kamar. Eren menduga Pricilla sudah bangun sejak kerusuhan terdengar dari luar, sama sepertinya. Buktinya, Pricilla kini sudah berpakaian lengkap, tidak lagi mengenakan pakaian tidurnya.

"Eren, apa yang terjadi?"

"Kita keluar dari istana sekarang," Eren menjawab lembut, menggenggam jemari halus Pricilla dalam rangka menenangkan gadis itu. "Aku bisa membawamu lewat pintu belakang yang tersembunyi, langsung menuju persembunyian bawah tanah di dekat kandang kuda. Kau akan aman, aku janji."

Pricilla melayangkan pandangannya pada pedang yang tersampir di pinggang Eren. "Lantas bagaimana denganmu?"

Eren mempererat genggamannya. "Yang penting kau aman di sana bersama perempuan-perempuan lain dan anak-anak. Jangan khawatirkan aku, apa pun yang terjadi, aku menjanjikan keselamatanmu."

Sebelum Pricilla sempat berkelit lagi dengan kata-katanya, Eren sudah menarik tangan gadis itu menuju pintu belakang istana, berlari dengan derap langkah cepat, seolah ingin mendahului pasukan lawan yang sebentar lagi tiba persis di depan tembok kokoh istananya.

Sayangnya, semua harapan Eren untuk terus bisa menggenggam tangan Pricilla menguap dan tersapu angin malam. Persis ketika Eren membuka pintu belakang istana, sekelebat bayangan yang mengendap-endap tertangkap sudut matanya. Bayangan itu membawa pedang, membuat Eren ikut menghunus pedangnya, berjaga-jaga. Memosisikan Pricilla tepat di belakang punggungnya, berusaha melindungi gadis itu selagi mereka menuju tempat persembunyian.

Kadang, keinginan melindungi orang yang kita sayang justru membuat kita lengah dalam keadaan genting. Itu kesalahan Eren malam ini, ia lengah. Bayangan berpedang tadi sungguh tidak mengincar dirinya. Ia mengendap-endap ke samping Pricilla, ancang-ancang menusukkan pedangnya telak ke pinggang putri itu.

Kalau tujuan orang―yang menurut Eren adalah musuh yang menyelinap masuk―tadi adalah melukai, maka ia sungguh berhasil. Begitu darah korban incarannya berebut keluar, tersangka tadi kabur begitu saja bersama pedangnya.

"Eren, kenapa ...." suara Pricilla tersangkut di tenggorokan. Ia menatap calon suaminya yang kini jatuh terduduk di depan pintu belakang istana, setelah sebelumnya bermanuver cepat ke belakangnya demi memastikan Pricilla tidak terluka. "Kenapa kau begitu ingin melindungiku?"

NebulaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang