Waktunya halu 🌚
Emilia sempat mengira otaknya hilang dan jatuh di jalan ketika sekretaris ayahnya menelepon pagi ini hanya untuk bilang, "Seseorang datang ke rumah pagi ini dan bilang dia hamil anak Tuan Jung."Dunia seperti jungkir balik, dan dia butuh waktu beberapa saat untuk mengumpulkan kewarasan juga ketenangan sebelum membalas, "Oh, begitu. Baiklah. Terima kasih sudah mengabari."
Tanggapan yang payah, Emilia tahu betul itu, tetapi dia tidak juga tahu bagaimana reaksi yang tepat untuk diberikan. Dirinya sudah terlalu lelah untuk terkejut. Ketimbang terkejut, sebetulnya Emilia muak. Pasalnya bukan kali ini saja Kim Juyeon—sekretaris sang ayah—menelepon dan menyampaikan kabar buruk.
Namun tak bisa dipungkiri, kabar kali ini lebih berdampak pada Emilia dibanding kabar lain. Ayah menyewa jalang? Oh, itu bukan hal baru. Ayah selingkuh? Emilia bahkan sudah tahu soal itu sejak dia masih di bangku sekolah dasar.
Tapi Ayah punya anak lagi? Itu beda cerita.
Karena kabar itu, Emilia sukses kehilangan fokus nyaris seharian. Dua mata kuliah dia lewatkan untuk mengunjungi makam Ibu, yang sayangnya tak membantu juga. Atas saran dari temannya, Keira, Emilia pun berakhir di sini, di salah satu bar di Gangnam, mengisi satu kursi meja bar bagian utara sendirian karena temannya sukses mendapat teman bicara yang kemudian mengajaknya keluar—Emilia tak perlu dan tak ingin tahu apa yang kemudian mereka lakukan.
Dengan satu gelas martini yang masih tersisa seteguk, dia hanya diam di tempat, tangan kanan menyangga dagu sementara sorot matanya beredar ke belakang, memandangi ruang tengah bar yang diisi keramaian, orang-orang tertawa dan bahkan sibuk dengan kegiatan khusus.
"Orang baru, ya?"
Emilia kontan menoleh, mendapati kursi di sisi kanannya terisi. Seorang pria mengenakan jaket jins dan rambut biru mencolok duduk di sana, tersenyum padanya dengan punggung yang agak membungkuk.
Awalnya Emilia mengernyit, agak heran karena sikap ramah pria itu. Namun dia tetap menanggapi santai, "Baru pertama kali di sini."
"Oh, begitu." Pria itu memanggutkan kepala. "Kau sendirian saja?"
Ini bukan pertama kalinya Emilia masuk ke bar—meskipun bukan di sini—jadi dia tak perlu berpikir dua kali untuk tahu kalau pria yang entah siapa ini tengah mencoba untuk basa-basi, atau mungkin ini semacam langkah 'hook-up'.
Bukannya hal semacam ini sering terjadi di bar? Sayangnya Emilia tidak begitu tertarik.
"Hentikan itu, Jim. Kalau ada pengunjung yang angkat kaki karenamu, kupastikan kepalamu hilang malam ini."
Wow. Emilia tak berkedip ketika mendengar kalimat itu menyapa pendengarannya. Tepat di saat yang sama, pria lain masuk ke meja bar. Berbeda dengan sosok yang ada di samping Emilia, pria itu kelihatan lebih ganas dan liar dengan rambut sepanjang telinga berwarna hitam pekat ditata ke belakang, senada dengan jaket kulit juga celana jinsnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ride or Die (✓)
Romance[Ebook - Beberapa bab dihapus] Di tengah hiruk pikuk Seoul juga lingkungan mencekam, yang Emilia inginkan hanyalah sebuah pelarian kecil, meski itu tak lebih dari sebuah fatamorgana satu malam. Keinginan kecil itu kemudian membawanya berkenalan deng...