-boleh diputer uwu-
.
.
Taxi nomor 12 sedang melintasi jalan di daerah imigrasi perbatasan bagi orang berdarah campuran Korea--Jepang.
Mengingat GPS dan map dari ponsel ayah Taehyung rute asing ini telah valid.
Gemerlap lampu dan nyentriknya papan nama bar sekaligus motel sontak mencairkan mata.
Kurang jauh rupanya Jimin bermain.
Sempat bersitatap dengan pria gigolo dengan tinggi lebih dari 2 meter di luar jendela mobil, Jimin buang muka cepat disisipi berdebar.
"Hei, Nona. Kalau kalian datang kesini cuma pengen liat-liat usahain jangan lama ya."
Supir taxi mengawali bicara, dan dua gadis jadi-jadian itu melongo kompak.
"Di sini liang para imigran asing dan yakuza. Banyak penikaman terjadi di malam hari. Bahkan, polisi saja nggak berani patroli di sekitar sini."
Glek
Keduanya serempak meneguk ludah takut.
Modal apa yang mereka punya?
Nyali, bacot, dan paling sebatas adu tinju biasa.
"Ah.. ini tempatnya, terima kasih."
Supir muda itu menghitung uang cermat, "Oke, pas ya. Hati-hati sekali lagi Nona. Pulanglah paling tidak 3 jam lagi."
Jungkook turun pertama, menyapu pandang kondisi sekitar.
Giliran Park Jimin si bandar uang yang hendak turun.
Naas dia pun dicegat oleh supir, "Umm, maaf Nona! Bisa tinggalkan nomor ponselmu disini?"
Muak. Jengkel. Kesal.
Jimin paham benar endingnya bakal begini lagi saat dirinya kedapatan berpakaian nyeleneh.
Aura-aura ukenya akan muncul dan menebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
KLANDESTIN | MINV
Random{segala hal, tokoh, karakter, alur hanyalah fiksi. Tidak boleh dikaitkan dengan kehidupan member asli.} Jimin si bujang tua yang akhirnya diberi hidayah oleh Tuhan. JM - Top TH - Bot