15: Jom main Pedang! ✔️

1K 141 15
                                    

Ajeng POV

Sepertinya ini hari minggu, karena semua hari bagiku sama saja tidak ada yang spesial. Iya aku bukan lagu TWICE jadi tidak usah merasa spesial.

Kuputuskan mengajak Sri untuk mengelilingi isi keraton yan luas ini, sembari mengobrol sedikit. Sri orang nya asik, tapi tetap dengan gaya bicara malu-malunya.

Dia bercerita menyukai salah satu orang Belanda. Aku tak masalah sih, cuma kan.

Hah sudahlah, aku tidak boleh memberi tahu tentang kejamnya Belanda. Bisa-bisa sejarah akan berubah gara-gara aku.

Pandanganku teralih ke para prajurit yang sedang berlatih pedang di arena latihan keraton, aku dengan langkah pede ala Ajeng langsung menghampiri mereka.

Awal nya tidak ada yang menyadari kehadiranku, tapi aku tidak masalah. Toh, Aku tidak berniat cari perhatian disini.

"Salam Putri Ajeng." Ucap panglima keraton ketika sadar akan kehadiranku.

Aku menganggukkan kepala ku dan tersenyum dibalik cadar yang ku kenakan saat ini.

"Apakah Putri ada urusan? Hingga repot-repot datang ke arena latihan prajurit." Tanyanya sopan

"Aku hanya berkeliling" ujarku sekenanya.

Look! aku sudah sedikit berwibawa, tidak sebar-bar diriku yang aslinya.

"bolehkah aku ikut berlatih?" Riak wajah Panglima Harto terlihat kaget bercampur bingung, tapi Aku tetap berjalan mengambil pedang yang tersedia.

Panglima berusaha menahan ku, "tapi tuan Putri, tidak elok jika dilihat keluarga keraton seorang wanita berkelahi"

"kau meremehkan wanita?" Gue aduin juge lu ke ibu Kartini! Bisa bisa nye ngerendahin wanita.

"ampun Putri...saya tidak bermaksud begitu, hanya saja tidak biasanya seorang wanita bangsawan berkelahi Putri."

Aku mengangkat pedangku untuk menantang nya "mau bertanding?"

Panglima terdiam, bingung antara memilih rumah sakit atau kuburan. Maksudku begini, jika ia memilih melawan ku dan aku kalah pasti ia tidak enak hati.

Dan jika ia tidak menerima tawaranku, ia sama saja menolak perintah calon ratu. Sungguh kasihan.

"ampun putri, saya tidak berani."

Aku memberikan pedang kayu satu lagi untuknya, kami tidak menggunakan pedang besi supaya menghindari cidera yang tak di inginkan. Seperti hubungan kita.

"ayo! Kita berlatih bersama!" Aku mengajaknya, akhirnya Panglima pun menurut.

Kami akhirnya terlibat di pertempuran antara Bidadari surga melawan Panglima kodok, maaf bercanda Panglima.

Aku sempat kesusahan, karena memang aku baru belajar pedang belum berapa lama seperti aku belajar memanah.

Kami cukup lama beradu, suara Tak Tak di timbulkan dari pedang yang kami gunakan setiap kami saling bertabrakan.

Fokus Jeng, fokus!

Aku melayangkan pedangku ke arah tulang belikat Panglima Harto, tapi ia dengan cepat menangkisnya. Kami terlibat saling adu kekuatan tanpa memperdulikan siapa dan apa.

Pedangku di hempaskan oleh Panglima Harto yang menandakan latihan perang antara kami telah usai. Aku kalah

Aku melihat ke sekeliling ku, ternyata kami menjadi pusat perhatian. Panglima Harto membungkuk tanda memberi hormat dan meminta maaf." tak apa, tak usah lebay."

"maaf Putri, lebay apa?" Ia heran, dan aku tertawa, "sudah lupakan."

Pertempuran sudah selesai tapi mereka tetap menatap ku, kenapa? Aku melirik Sri tanda bertanya.

Sri meng-kode menunjuk cadar ku.

Demi Taehyung jodoh gue, cadar gue ilang.

Oh ngga, cuma terbuka saja. Don't be panic.

Karena malu, Aku permisi pergi dari arena latihan tadi.

Author POV

Ajeng pergi dari arena latihan meninggalkan kekaguman para prajurit yang menyaksikan tadi.

"Padahal aku ingin melihat wajah cantiknya lama-lama." Keluh salah satu prajurit.

Kekaguman mereka berhenti saat Pangeran Susuhunan berjalan ke arah mereka.

"kau hebat Panglima Harto!" Ujar Pangeran Susuhunan.

Panglima Harto langsung spontan membungkukkan badan.

"Terimakasih Pangeran, tapi Putri Ajeng memberi perlawanan sengit sebelum saya menghempaskan pedang yang ia pakai." ujar Panglima Harto yang masih tak percaya dengan kemampuan berpedang Ajeng tadi.

"ya, aku melihat nya tadi." Pangeran Susuhunan meninggalkan arena latihan.

"lihatlah Putri Ajeng, semakin hari pesona nya semakin terlihat!" Ujar salah satu Prajurit.

"aku tak percaya ternyata Putri Ajeng pandai dalam menggunakan pedang." sahut temannya yang satu lagi.

"apakah kau masih kagum panglima sehingga kau mogok bicara?" Tegur salah satu teman Panglima.

Panglima mengangguk tak sadar, matanya tetap menatap pintu keluar yang dilalui Ajeng dan Sri tadi.

"heh! Lanjutkan latihan berpedang nya!" Akhirnya Panglima Harto sadar dari lamunannya.

Si empu yang menjadi buah bibir prajurit tadi, sekarang sedang asyik mengunyah buah pisang di taman keraton.

AJENG (PROSES REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang