بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
"Mulut pria itu terlalu manis, dan siap-siaplah terjangkit virus overdosis."
Saat aku dan Ziah memutuskan untuk segera bergegas meninggalkan rumah sakit, kami dikagetkan dengan kehadiran Pak Bagas yang entah sejak kapan berdiri di depan ruangan yang tadi kujadikan sebagai tempat transfusi darah. Ada urusan apa atasanku itu di sini?
"Maaf Bapak ngapain di sini?" tanyaku yang sudah kepalang penasaran.
"Memangnya ada larangan untuk saya tidak kemari?" Aku dan Ziah saling melempar pandangan bingung, dan dengan kompak kami pun menggeleng.
"Saya ingin mengantar kamu pulang, ayah kamu yang meminta," ucapnya santai tapi berhasil membuatku jantungan. Ada hubungan apa Abi dan juga Pak Bagas?
"Becanda Bapak gak lucu. Gak ada angin, gak ada hujan tiba-tiba ngajak pulang bareng. Siapa Bapak?" sanggahku. Dari gelagat yang beliau tunjukkan sangat mengundang kecurigaan.
"Calon suami kamu."
Tiga kata itu membuatku melongo, dengan lutut yang sudah lemas bukan main. Dadaku bergemuruh tak menentu, apa aku tidak salah dengar?
Tanpa pikir panjang lagi aku segera menarik tangan Ziah untuk pergi, ini sudah kacau. Meskipun masih sedikit linglung dan bingung, aku mencoba untuk mengenyahkan perasaan tersebut.
"Maksud Pak Bagas tadi apa coba, Na? Apa jangan-jangan dia lagi cowok yang akan dijodohkan sama kamu," oceh Ziah yang berhasil menghentikan laju tungkaiku.
"Ngaco kamu. Gak mungkinlah!" selaku tak sejalan. Dikira bisa semudah itu kali menjodohkan, comot sana-sini. Lagi pula Abi tak mengenal Pak Bagas, sangat mustahil jika lelaki itu adalah orang yang hendak beliau jadikan sebagai menantu.
Ziah menggeplak tanganku lumayan kencang. "Gak ada yang gak mungkin. Kamu inget kan pas kejadian kamu salah kasih laporan masalah? Nah itu pasti ada sangkut pautnya, dia keliatan marah banget sama kamu. Cemburu pasti itu," tutur Ziah semakin melebar ke mana-mana. Otaknya suka lancar tanpa hambatan jika membahas perihal seperti ini.
"Pikiran kamu makin gak jelas, bikin aku tambah puisng aja. Masalah yang satu aja belum kelar, terus sekarang nambah lagi. Puyeng aku!"
"Gak usah diambil pusing, Na, ambil hikmahnya aja kalau ternyata emang Pak Bagas orangnya, berarti kamu bisa cepet-cepet nikah," ujar Ziah begitu ringan tanpa beban.
Aku memberi dia pelototan tajam. "Kamu gila yah! Boro-boro mikirin nikah, mikirin nasib aku yang gak jelas ini aja udah bikin naik darah. Udahlah lupain, jangan bahas itu lagi!"
Aku kembali mempercepat langkah dan meninggalkan Ziah yang berusaha untuk mensejajarkan tubuhnya di sisiku. "Jangan ngambek atuh, Na, kan itu cuma sekadar analisa aku aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Tapi Diam Series 1 || END
SpiritualSELESAI || PART MASIH LENGKAP Diam dan memendam adalah kegiatan yang sangat amat identik dengan perempuan. Bukan bermaksud mempermainkan ataupun tak memiliki keberanian, hanya ingin merahasiakan apa yang seharusnya disembunyikan. Tapi bukankah itu...