بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
"Kata demi kata yang beliau lontarkan selalu mengundang rasa penasaran dan juga tanda tanya besar."
Hidupku terlalu datar biasa-biasa saja, hingga kini Allah begitu gencar memberikan banyak ujian. Bukan perihal masalah hati saja yang menjadi persoalan, tapi semuanya terasa begitu runyam suram membingungkan, seperti benang kusut yang sulit untuk kembali dirajut.
"Abi tidak bisa memutuskan sepihak seperti itu. Masalah pasangan biarlah putri kita yang menentukan, jangan terlalu ikut campur!"
Kupingku berdengung kala mendengar perdebatan di antara Umi dan Abi, mereka tak pernah beradu debat seperti ini tapi yang terjadi saat ini sungguh sangat di luar dugaan. Sedari tadi aku disuguhi pemandangan yang sungguh demi apa pun tak layak untuk menjadi tontonan.
"Nisrina masih tanggung jawab Abi, Abi berhak untuk memilihkan jodoh untuknya!" sanggah Abi dengan nada tegas dan dingin bahkan jari beliau menunjuk tepat di depan netra Umi.
"Abi gak memiliki sedikit pun hak atas Nisrina!"
Perkataan Umi berhasil membuat tubuhku membeku bukan main. Deru napasku pun sudah memburu dengan begitu cepat, mencoba untuk memejamkan netra dan menahan gejolak dalam dada yang memberontak tanpa diminta. Rasanya air mata sudah mengambang dan siap untuk ditumpahkan.
Apa maksud dari penuturan beliau?
"Jaga ucapan kamu, Miranda!"
Mata Umi terpejam sejenak, sampai pada akhirnya setetes demi setetes cairan bening turun dengan begitu bebas. Beliau melirik sekilas ke arahku lantas berucap, "Maafkan Umi." Setelahnya beliau berlalu meninggalkan kami yang tengah kacau dengan kemelut hati masing-masing.
Aku menatap nanar punggung Umi yang semakin menjauh dan hilang ditelan pintu. Melirik ke arah Abi yang tengah terduduk lesu di kursi dengan tangan memegang kepala. Aku yakin kepala beliau pasti tengah berdenyut nyeri.
"Abi baik-baik aja, kan?" Beliau mengukir senyum tipis dan mengelus lembut punggung tanganku yang berada di atas meja.
Aku mencoba untuk menahan rasa penasaran dan juga menekan egoku. Ini bukanlah waktu yang tepat untuk memusingkan perihal itu, kondisi Abi harus lebih kuprioritaskan.
"Istirahat, sudah malam," katanya.
Aku menggeleng tak mau. "Abi yang seharusnya istirahat."
"Jangan terlalu ambil pusing masalah tadi, itu hal biasa dalam kehidupan rumah tangga," tuturnya mencoba untuk menenangkan.
"Tapi itu pertengkaran pertama Umi sama Abi, dan akulah yang menjadi da—"
Abi menggeleng cepat. "Maafkan Abi dan Umi yang gak bisa mengontrol emosi, seharusnya kami tak mengumbar perdebatan di depan kamu," ungkapnya yang malah membuatku semakin bingung. Perasaanku sudah semakin tak keruan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Tapi Diam Series 1 || END
EspiritualSELESAI || PART MASIH LENGKAP Diam dan memendam adalah kegiatan yang sangat amat identik dengan perempuan. Bukan bermaksud mempermainkan ataupun tak memiliki keberanian, hanya ingin merahasiakan apa yang seharusnya disembunyikan. Tapi bukankah itu...