10. the myth of sunflower

159 22 7
                                    

"Hwasa, apa yang kau lakukan tadi?"

Pukul delapan malam. Hwasa berbaring di kasurnya, benar-benar acuh pada pertanyaan sama yang dilontarkan Namjoon dari tadi. Bahkan walaupun si lelaki diam, Hwasa tahu kalau tatapannya meneriakkan pertanyaan itu.

Namjoon menghela napas, Hwasa yang keras kepala adalah manusia yang sangat sulit untuk didekati. Jadi ia memilih mengambil sebuah pengering rambut dari laci dekat kamar mandi, mendekati si gadis yang sibuk menatap layar televisi, "Bisakah kau mengeringkan rambutku?"

Hwasa menatapnya lalu memutar bola matanya malas, namun tak membuat Namjoon mundur begitu saja. Si pemuda tersenyum lebar, memberikan pengering rambut itu lalu memberikan aliran listrik agar dapat digunakan.

"Kapan sih kau bisa mengurus dirimu sendiri?" Cecar Hwasa dan membuat Namjoon terkekeh. Jemarinya mengacak surai basah Namjoon yang duduk membelakanginya, suara berisik pengering rambut dan suara pembawa berita memenuhi ruangan.

"Mengurusmu saja aku bisa, jadi tentu saja aku bisa mengurus diriku sendiri." Pungkas Namjoon.

"Kecuali anak ayam yang kau beli minggu lalu. Bagaimana bisa hewan menggemaskan itu kau buat mati kehilangan oksigen?" Gerutu Hwasa dan membuat Namjoon tertawa malu. Ia jadi teringat anak ayam yang ia beli di pasar minggu lalu, awalnya ingin menjadikan hewan menggemaskan itu sebagai teman Hwasa, tetapi ia malah menggenggamnya terlalu erat hingga si kecil itu kehilangan oksigen.

"Baiklah," Namjoon terkekeh kecil lalu membalut tubuhnya dengan selimut, membiarkan Hwasa yang masih mengeringkan surainya dengan penuh konsentrasi. "Bagaimana kalau kita mengadopsi anak anjing setelah musim dingin ini? Kau juga bisa mencoba pergi ke taman bersamanya."

Hwasa terdiam, membayangkan dirinya dengan gaun bermotif bunga berjalan di taman dengan seekor anak anjing yang memiliki ekor kecil hiperaktif, betapa menggemaskannya itu. Namun saat ia sadar bahwa dadanya kembali sesak dan sulit bernapas, ia pun memilih bersandar pelan di punggung Namjoon yang tegap. Menghilangkan senyum, menikmati kesunyian malam lalu menghela napas, "Aku ... tak bisa."

"Kenapa?" Tanya Namjoon lembut, dalam diam ia merasakan pucuk kepala Hwasa yang mengelus punggungnya dengan pelan. "Kalau terasa sulit, akan kutemani. Nanti aku juga yang akan membersihkan kotoran si puppy, kau tinggal berlenggak-lenggok seperti model."

Hwasa tertawa, "Terdengar seperti adegan drama, ya. Tapi lain kali saja ... kalau aku sudah siap. "

"Iya, nanti kubelikan sepasang saja. Supaya langsung bisa dinikahkan. "

"Heh, apa-apaan. Kenapa jadi
masalah perjodohan?"

"Loh, tidak mau, ya?"

••••

Penghangat dinyalakan, aroma citrus masih menguar samar dari arah kamar mandi dan tubuh Namjoon yang sudah tertidur pulas sejak lima menit surainya kering. Hwasa kembali membalikkan tubuhnya ke arah Namjoon, menghela napas tak nyaman akan fakta ia tak bisa tidur walau jarum jam telah berada di angka tiga dan bayangan Wheein yang masih terekam jelas di pikirannya.

Ia melirik pintu kamar yang tertutup rapat, diam-diam menginginkan Wheein kembali datang dengan senyum lebar. Mengajaknya keluar dan menikmati suasana perkampungan di dini hari, tak memperdulikan kemungkinan mereka akan menemui orang jahat yang ingin menyakitinya.

Hwasa menghela napas panjang, kembali berbalik dan menemukan wajah tenang Namjoon yang sedang tertidur pulas. Bibirnya sedikit terbuka dengan suara embusan napas yang terdengar jelas dari rongga hidungnya. Hwasa pelan-pelan menuntun jemarinya ke figur wajah Namjoon, mengelusnya yang telah kelelahan untuk dia, menusuk jahil pipi si lelaki dan menunjukan lesung pipi yang tersembunyi. Timbul, tenggelam. Itu sedikit menyenangkan, karena Hwasa tak pernah melakukannya saat si lelaki terjaga.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 09, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

sunflower | wheesa ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang