Deru mesin pesawat terdengar samar dari dalam kabin, mengisi sunyi yang mendominasi disana.
Dirga menatap tak minat keluar jendela pesawat.
Jujur meski memang Dirgantara rindu teman-temannya di UN, dia masih belum mau ditanya perihal vakum nya dari PBB.Terlalu sakit untuk kembali ingat pahit nya memori itu, Memori saat dirinya di sisihkan oleh 3 negara adidaya, 3 negara superior hanya karena ia memilih untuk Netral.
Bahkan ia masih ingat dengan jelas wajah kecewa dari Yasuo.
Tolong Dirgantara bukan nya ingin egois, Dirgantara hanya benci kalau disuruh memilih.Dirgantara benci saat ia dihadapkan dengan dua pilihan sulit, Saat dirinya harus memilih antara satu diantara orang² yang juga berharga untuknya.
Dirgantara benci sendirian.
Ia benci sendiri namun disaat yang sama juga cinta sunyi nya.
Ironis memang, tapi faktanya begitu.Dirgantara benci hidup sendiri, benci ditinggal dan benci memilih.
Tapi disaat yang bersamaan hidup membuatnya menyukai sunyi saat sendiri, menyukai untuk diam, Dan memaksanya untuk memilih.Sebuah kenyataan realita, pahit namun manis disaat bersamaan.
Tanpa Dirgantara sadari ia tertidur, lagi.
Bukan tidur penuh mimpi buruk yang biasa ia alami, hanya tidur tanpa mimpi tang membuatnya enggan untuk bangun.Enggan untuk menghadapi lagi sulit duniawi yang harus ia tanggung sebagai persona negeri nya.
Sebagai stereotipe non-lokal bangsa nyaSebagai seorang makhluk immortal yang tak diketahui keberadaannya oleh banyak manusia.
.
.
.
..
.
.
..
.
.
.Butuh waktu kurang lebih 7 Jam untuk sampai Manila.
Selama 7 kam itu Dirgantara habiskan dengan tidur, menikmati sunyi nya sementara Rasidik sibuk mengerjakan laporan kenegaraan.Saat Dirgantara bangun dirinya merasa pusing, pusing sangat pusing.
Jet lag membuatnya mual.Dirgantara mencoba bangun namun tenaganya seakan habis dikuras entah oleh apa.
"Shhh.." desis Dirgantara sembari memijit pelipisnya, mencoba meredakan pusing nya.
"Dirga, kenapa? Butuh Panadol?" Tanya Rasidik
Dirgantara menggeleng, ia mencoba untuk tak membuat Rasidik khawatir lagi.
Terlebih Dirgantara tak terlalu suka Panadol, baginya Bodrek masih lebih ampuh."Gak pak, cuman Jet Lag kok, nanti juga sembuh."
Ia berjalan lunglai keluar dari pesawat, Dirgantara lelah.
Masalah yang selalu ada saat dirinya bepergian, jet lag.
Meski sudah terbiasa tetap saja rasa mual nya tak tertahan.Dirgantara bangun,ia berjalan dengan malas keluar dari pesawat.
Seketika setelah menginjakkan kaki di Bandara Internasional Philippines, Dirga disambut oleh Philip FrancescoPersona Negeri Exotic Filipina sendiri.
Pemuda berkulit tan itu menyambut nya dengan senyum kelewat lebar.Oh, Dirgantara sempat tak menyadari kalau pemuda yang menyambut nya itu adalah Philip.
Mulai dari bentuk fisik dan aura saja sudah berbeda, mana mungkin Dirgantara kenal.Ditambah Dirga bisa dibilang orang yang punya memori jangka pendek, hal-hal tak penting seperti ciri fisik temannya tak pernah ia ingat.
Dirgantara tersenyum, mencoba untuk menerapkan topeng ramah nya pada Philip.
Jujur meski dirinya tak menyimpan dendam pada Philip, tetap saja dirinya tak mau memberi celah untuk orang lain
KAMU SEDANG MEMBACA
ASPHYXIA
Fanfiction[BOOK RATE MATURE DAN HOMO 🔞 DIMOHON JANGAN SALAH LAPAK] Sesak. Itu yang Dirgantara rasakan. Penderitaan yang akan terus Dirgantara rasakan hingga akhir hayatnya, hingga akhir hidupnya di dunia fana ini. Disaat dirinya bisa terbebas dari belenggu k...