Tiba – tiba aku terbangun dari tidurku. Ku lirik jam dinding di kamarku, ternyata sudah pagi. Aku menarik selimutku memilih untuk tidur kembali. Mumpung hari ini akhir pekan jad aku bisa tidur seharian dan bermalas – malasan di rumah.
BRAK!
"ADRI, SE-LA-MAT PAGI...."
Aku terkejut karena tiba – tiba pintu kamarku terbuka dengan keras. Aku langsung bangun dari tidurku.
"Kau mau pintu kamarku rusak?" tanyaku kesal. Eli hanya terkekeh sambil berjalan menghampiriku yang sedang duduk di atas tempat tidur.
"Apa? Ini masih pagi jangan ganggu tidurku." Aku menarik selimutku lalu kembali berbaring.
"Hei temanmu ini datang tapi kau hanya tidur. Buatkan aku minum atau beri aku camilan. Aku sudah jauh – jauh datang ke sini tapi kau cuma tidur. Dasar tuan rumah macam apa kau ini," ucap Eli sambil menarik – narik selimutku.
"Ambil saja sendiri. Biasanya juga kau ambil sendiri. Atau minta sama Ibuku," ucapku.
"Ih kau kan tuan rumahnya. Lagi pula aku sudah jauh – jauh ke sini. Aku haus dan aku bisa dehidrasi. Bagaimana jika aku mati karena dehidrasi?" ucapnya lagi.
"Kalau begitu matilah."
Setelah mengatakan itu, Eli langsung memukul wajahku dengan bantal. Aku meringis kesakitan. Dengan terpaksa aku pergi mengambilkannya minuman dan juga kue yang ada di kulkas.
"Makasih. Oh iya Om Raka di mana? Aku tidak melihatnya, dia keluar kota lagi?" tanyanya.
"Mungkin di neraka susul saja dia ke sana," jawabku sinis. Eli langsung menunduk, setelah itu dia tidak berisik lagi. Kenapa juga dia menanyakan pertanyaan bodoh seperti itu. Aku pun kembali berbaring dan mencoba untuk tidur lagi.
"Tapi aku juga tidak melihat ibumu."
Aku langsung membuka mataku dan bangun dari tidurku. "Maksudmu? Ibu tidak ada di rumah?" tanyaku, Eli langsung mengangguk. Kuraih ponselku yang ada di atas meja, segera kucari kontak ibu dan menelponnya.
"Ibu dimana?" tanyaku.
"Ibu pergi mengunjungi makam ayahnya om Raka. Ibu sudah menyiapkan makanan untukmu di meja. Ibu juga tadi meminta Eli untuk datang ke rumah menemanimu. Pergilah jalan – jalan bersama Eli."
Aku langsung mengepalkan tanganku."Apa? Haha.... Setiap aku meminta Ibu untuk menemaniku mengunjungi makam ayah. Ibu selalu beralasan kalau Ibu sedang sibuk. Tapi.... ah sudahlah, Ibu memang hanya mementingkan orang itu. Ibu juga tidak perlu repot – repot meminta Eli untuk menemaniku. Karena Eli pasti akan menemaniku tanpa kuminta. Tidak seperti Ibu yang hanya cinta pada suami barunya."
"Adri, jangan...."
Aku langsung mengakhiri panggilanku. Sakit, hatiku sangat sakit sekarang. Aku mendongak ke atas agar air mataku tidak tumpah. Aku tidak mau menangis lagi. Kuarasakan tangan Eli mengelus punggungku.
"Hei, tenanglah," ucap Eli sambil tersenyum. "Aku tahu siapa yang bisa menghiburmu. Sekarang mandilah, aku tunggu di bawah."
Aku mengangguk dan langsung beranjak dari tempat tidurku. Setelah selesai mandi dan berganti pakaian. Aku pun turun ke bawah dan menghampiri Eli. Namun Eli tidak sendirian di ruang tamu.
"Tasya?"
"Kak Adriiii..."
Tasya langsung berlari ke arahku dan memelukku. Aku tidak menyangka kalau ternyata Eli memanggil Azka dan Tasya kemari. Terakhir kali aku bertemu Tasya ketika dia berulang tahun tahun lalu. Aku sangat senang karena bisa bertemu dengannya lagi.
"Tasya mau makan apa? Kakak punya banyak makanan untukmu." tawarku.
"Dasar kau ini pilih kasih. Tasya langsung kau tawari makanan sementara aku. Aku harus memukulmu dulu baru kau mau memberiku makanan." protes Eli.
"Kau sudah besar punya dua kaki dan tangan jadi kau bisa ambil sendiri," balasku, " Yuk Tasya kita ke dapur."
Aku dan Tasya pun membuat minuman dan menyiapkan beberapa makanan untuk kami santap bersama. Sementara Eli dan Azka, tahulah mereka sedang cek – cok lagi di ruang tamu. Azka selalu menjahili Eli, dan bodohnya Eli malah meladeni Azka.
"Minuman datang," ucap Tasya.
"Woaahhh makasih Tasya, kau lebih baik dari Adri." Eli menyindirku.
"Kenapa kau membandingkan Adri dan Tasya? Mereka berdua itu sama baiknya yang jahat itu kau," ucap Azka.
"Apa kau bilang?" tanya Eli sambil melototi Azka.
"Sudah cukup, kalian berisik sekali. Duduk dan tenanglah aku mau menonton film. Kalau kalian masih berisik di luar saja sana." Mereka berdua langsung terdiam. "Tasya duduk sini di samping Kakak."
Tasya langsung menghampiriku dan duduk di sampingku. Jika tidak dimarahi seperti ini mereka tidak akan berhenti. Aku pun menyalakan TV dan mencari film yang bagus untuk dinonton. Dan akhirnya aku memilih untuk menonton Godzilla : King of the monsters. Mereka semua setuju ingin menonton film ini.
"Kok Godzillanya seram banget sih," ucap Eli.
"Iya seram seperti wajahmu. Tentu saja seram kalau dia imut bukan monster namanya," balasku.
"Pft.." Azka tiba - tiba tertawa. Karena kesal Eli langsung melempar bantal ke arah Azka. Sayangnya Azka menangkap bantal itu sehingga tidak mengenai wajahnya. Sebelum Eli melempar bantal yang kedua. Aku langsung menegur mereka. Yang ada nantinya mereka perang bantal bukannya menonton film. Hingga tidak terasa filmnya pun berakhir.
"Wow film ini benar – benar seru. Aku suka banget sama Godzilla," ucap Tasya.
"Kamu suka sama Godzilla? Godzilla kan monster?" tanya Azka, heran.
"Meskipun dia monster dia tetap keren," jawab Tasya, "Kak udah siang nih, kita kan mau ke rumah nenek."
"Oh iya ya, Adri aku harus pulang. Soalnya kami mau ke rumah nenekku."
"Oh, ok kalau gitu."
Aku dan Eli pun mengantar mereka sampai pintu depan.
"Oh ada tamu? Teman – temannya Adri ya?"
Next....
KAMU SEDANG MEMBACA
Nestapa
Teen FictionAku masih berduka setelah kepergian ayah. Aku berharap setelah ini ibuku akan berubah menjadi lebih perhatian padaku. Tapi ia justru membawa luka baru untukku. Untungnya aku bertemu dengan kalian, juga dirimu yang menjadi sandaran untukku. Sosok yan...