Aku mulai berpikir, perkataan asisten masinis tadi ada benarnya. Kenapa mereka tidak mengetahui keberadaan kami di gerbong 2 dan gerbong 1? Apa mereka tidak bisa mendengar suara kami dari antar gerbong?, "Apakah gerbong ini kedap suara?" Tanyaku ke seorang penumpang. "Yang kutahu setiap gerbong dipisahkan oleh sebuah pintu yang apabila pintu itu ditutup maka suara dari gerbong lainnya tidak akan bisa terdengar." jawab penumpang tadi.
Berarti benar mereka tidak bisa mendengar suara dari gerbong lainnya dan karena aku telah menutup jendela kaca di pintu antar gerbong tadi menggunakan sapu tanganku, mereka juga tidak bisa melihat kami melalui jendela itu.
Tiba-tiba ada pengumuman yang disampaikan oleh masinis melalui speaker yang berada di depan pintu antar gerbong, "Akan ada tim pasukan khusus yang menunggu kita di distrik 3. Bagi para penumpang manusia tetaplah tenang dan jangan menyebarkan kepanikan."
Pintu yang menghubungkan antara gerbong 2 dan gerbong 3 bergetar sangat keras, seperti ada yang menggedor dengan kuat pintu itu. Sapu tangan yang kugunakan untuk menutupi jendela kaca di pintu antar gerbong terjatuh dan para monster yang sedang menggedor pintu melihat kearah kami yang berada di gerbong 2. Para monster itu terlihat semakin beringas menggedor pintu.
Seluruh penumpang yang melihat monster tadi langsung berteriak histeris dan berbondong-bondong berlarian menuju ke gerbong 1, "Monster, monster itu sedang mengejar kita. Selamatkan diri kalian!" teriak seorang penumpang yang semakin memperkeruh keadaan. Aku bergegas mengambil travel bag disampingku dan berlari menuju ke gerbong 1. Tak lama dari itu, pintu yang menghubungkan antara gerbong 2 dan gerbong 3 runtuh dan para monster tadi berlarian dengan beringasnya mengejar manusia yang menuju ke gerbong 1.
Orang-orang berdesakan masuk ke gerbong 1 dan aku salah satu diantara mereka. Ketika aku berhasil masuk ke gerbong 1 aku berdiri di dekat pintu antar gerbong dan membantu orang-orang yang kesusahan untuk segera masuk ke gerbong 1. Namun tidak setiap orang berhasil kuselamatkan, banyak diantara mereka yang berhasil ditangkap dan dimakan hidup-hidup oleh para monster tadi, "Tutup pintunya! Atau seluruh orang akan dimakan oleh monster itu." ucap salah seorang penumpang. "Cepat tutup pintunya!", "Ya cepat tutup pintunya!", "Apa yang kau tunggu?! Cepat tutup pintunya!" mereka saling berteriak. Para monster semakin mendekat, masih ada beberapa orang yang berdesakan masuk ke gerbong 1, "Maafkan aku." Aku mendorong keluar penumpang yang berdesakan tadi dengan travel bag yang kubawa dan melemparkan travel bag tadi dengan harapan akan memperlambat para monster, lalu aku menutup pintu antar gerbong. Aku melihat mereka melalui jendela di pintu antar gerbong, walau aku tidak bisa mendengar perkataan mereka, jelas sekali dari pergerakan bibirnya mereka meminta tolong. Aku sangat kesal terhadap diriku sendiri karena gagal menyelamatkan orang-orang itu dan berpikir jika aku telah mengalahkan sisi kemanusiaanku untuk bertahan hidup.
"Cepat gunakan seluruh tas maupun koper yang ada untuk menghalangi pintu antar gerbong!" teriakku ke seluruh penumpang yang berhasil meloloskan diri dari maut. Mereka mulai menumpuk tas dan koper untuk menghalangi pintu antar gerbong. Aku berusaha menutupi jendela kaca kecil di pintu menggunakan sebuah tas agar para monster itu tidak dapat melihat keberadaan kami. Beberapa saat kemudian, setelah tas dan koper berhasil kami susun untuk menghalangi pintu antar gerbong dan jendela kaca kecil di pintu berhasil tertutupi menggunakan tumpukan tas dan koper tadi kami beristirahat.
"Aku membunuh orang-orang itu, aku melakukannya, apa yang telah kulakukan." Aku terus memikirkan hal ini dan gambaran orang-orang yang kudorong tadi terus terngiang di kepalaku.
"Jangan terlalu keras kepada dirimu sendiri." ucap seorang wanita. "Lihat sisi baiknya, kau berhasil melindungi orang-orang disini, jika kau terlambat sebentar saja menutup pintu tadi, maka tidak akan ada aku maupun kamu disini saat ini." ucapnya dengan senyuman.
"Terimakasih." ucapku yang kemudian menoleh kearahnya. "Aku rasa gambaran orang-orang yang meminta tolong tadi akan terus berada di pikiranku dan akan terus menghantuiku setidaknya untuk beberapa saat."
"Sudah kukatakan, itu bukanlah sepenuhnya salahmu. Kau hanya berusaha untuk melindungi kami semua."
"Melindungi kalian atau hanya melindungi diriku sendiri? Aku terus memikirkannya." ucapku dengan penuh putus asa.
"Aku Luisana, kau bisa memanggilku Lu." Dia menyodorkan tangannya dan berharap aku membalas jabatan tangannya.
"Aku Shane, terimakasih karena sudah mencoba untuk menghiburku Luisana, tetapi bisakah kau tinggalkan aku untuk saat ini? Aku sedang tidak ingin berbicara."
"Baiklah jika itu yang kau mau, aku akan pergi meninggalkanmu. Tetapi jika kau berubah pikiran dan ingin menceritakan masalahmu, kau tahu kau bisa mengandalkanku." ucapnya.
"Terimakasih, Lu. Akusangat menghargai itu." setelah itu Luisana pergi meninggalkanku. Aku melihatarloji dan waktu baru menunjukkan pukul 22.09. "Malam masih panjang, akumungkin bisa beristirahat sejenak disini, aku sangat memerlukannya." pikirku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blackest Night
Science FictionTahun 2222 awal dari bencana yang tidak akan pernah dilupakan oleh peradaban manusia. Demi memperoleh kekuatan absolut, distrik 8 yang dikenal dengan kekuatan militernya yang mumpuni melakukan penelitian mengenai senjata biologi yang dapat melumpuhk...