Arthur

74 18 12
                                    


Hawa dingin menyelimuti setiap sudut kerajaan Cameloth*. Membuat orang-orang ingin cepat beranjak menuju alam mimpi dalam balutan selimut. Bintang dan bulan tampak bersanding mesra menghiasi langit yang gelap.

*Cameloth: nama kerajaan Inggris dalam legenda Raja Arthur.

Malam memang telah datang sedari tadi. Tapi entah mengapa Arthur--Raja kerajaan Cameloth--belum kunjung mengistirahatkan badannya. Sudah berjam-jam dirinya berdiam diri di dalam ruang kerjanya.

Hah.

Helaan napas lolos dari mulut Arthur. Ia menyandarkan diri di kursinya. Tangan kanannya memegang ke pelipisnya yang dirasa mulai berdenyut. Matanya melirik kearah kertas-kertas yang berceceran di meja kerjanya. Pusing.

Kertas itu bukan dokumen rahasia, bukan dokumen penting, bukan pula dokumen yang dirasa perlu dijaga. Tetapi kertas-kertas itu berisi sesuatu yang bisa menentukan masa depannya.

Ya, kertas itu berisi undangan dari para raja kerajaan tetangga dan juga para bangsawan yang berlomba-lomba mengenalkan anak gadis mereka padanya.

Baru Lima hari yang lalu sejak ia berhasil mencabut pedang axcalibur dari tempatnya. Pedang  legendaris yang diramalkan hanya dapat dicabut oleh pewaris sah kerajaan Cameloth. Sekarang pedang itu telah bertengger manis di pinggang Arthur.

Dengan tercabutnya pedang excalibur ditangan Arthur. Otomatis, dia lah sang pewaris sah itu. Dan itu membuatnya harus menjadi raja seperti sekarang ini.

Tok tok tok.

Ketukan pintu di ruang kerjanya membuat Arthur tersadar bahwa sejak tadi dirinya hanya melamun.

"Masuk," kata Arthur tanpa harus tahu siapa yang mengetuk pintu ruang kerjanya di malam yang telah larut ini. Karena hanya ada satu orang yang berani berbuat seperti itu kepadanya.

Segera saja, muncul seorang dari arah pintu menggunakan setelan seperti seorang penyihir. "Sudah saya duga. Ternyata Yang Mulia masih berada disini." Orang tersebut membungkuk hormat.

Cih!

Sebuah decakan lolos dari bibir Arthur. "Berapa kali harus ku bilang padamu? Jangan panggil aku dengan suatu gelar terhormat jika hanya sedang ada kita berdua."

Sang penyihir terkekeh pelan. "Aku hanya bercanda Art. Tapi, bagaimanapun juga kau adalah raja dan aku hanya seorang penasihat dan penyihir kerajaan."

"Tapi kau juga sahabatku Merlin." Arthur menatap tajam ke arah sang penyihir. Yang ditatap hanya mengangkat bahu. Acuh.

Arthur beranjak dari duduknya, berjalan kearah jendela. Lantas bersandar di dinding yang berada di samping jendela. Matanya menatap ke arah luar. Menikmati pemandangan.

Atmosfer keheningan mulai memenuhi ruangan. Merlin menatap kearah Arthur yang tampak sedang merenung. Tanpa Arthur bercerita, ia tahu persis akan beratnya beban yang sekarang disangga oleh sahabatnya itu.

"Mer, kira-kira apa yang harus aku lakukan dengan berbagai undangan itu?" Tanya Arthur.

"Tentu kau harus menghadirinya. Jika kau tidak menghadirinya itu akan sangat tidak sopan."

Pandangan Arthur kini mengarah ke arah Merlin. "Aku tak masalah jika hanya menghadiri dan berbincang tentang masalah kerajaan atau semacamnya. Tapi, menghadiri pesta para pengundang itu pasti akan berujung ke acara perkenalan ke gadis."

"Aku bahkan baru delapan belas tahun. Kau tahu, umur dimana seharusnya aku menikmati masa mudaku. Bukannya mengurusi kegiatan politik dan sebagainya. Apalagi jika harus menghadapi perjodohan. Itu adalah hal yang tidak akan pernah aku mau." Sebuah senyuman getir terbit di wajah Arthur.

Merlin hanya diam, lantas berjalan mendekati Arthur. "Sepertinya kau lelah Art. Sebaiknya kau istirahat saja dulu. Ini sudah terlalu larut," ucap Merlin, menyentuh pundak Arthur. "Lagi pula, masih akan ada hari esok untuk membahas ini lebih lanjut."

Tanpa banyak berkata, Arthur menganguk. Mengambil jubah kerajaan yang memang di lepas sejak tadi lantas melangkah keluar ruangan.

"Selamat malam Yang Mulia." Merlin membungkuk hormat.

"Malam juga Mer," ucap Arthur. Berjalan meninggalkan ruangan.

Mata Merlin menatap kearah punggung Arthur yang mulai menjauh. Ia tersenyum simpul. Perjalan sahabatnya itu pasti masih panjang dan berat. Tapi, ia yakin Arthur akan mampu melewatinya. Karena, Arthur adalah orang paling sempurna yang pernah ia temui selama hidup.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Akhirnya bab satu selesai juga...
Maap ya kalo ceritanya aneh...
Ini pertama kalinya mau nge posting di wattpad... Jadi ya belum ada pengalaman.

Kalau bisa, tolong sempatkan buat vote dan komen ya... Biar bisa jadi evaluasi ke cerita selanjutnya.

Saranghae♥️

We?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang