(ngga ada judul)

47 15 11
                                    

Matahari tampak bersinar sangat terang di atas sana. Langit tampak lenggang tanpa ada awan yang menggantung. Membuat sang primadona hari semakin leluasa memancarkan sinar ultraviolet.

Para manusia dan hewan enggan untuk pergi keluar ruangan. Tak terkecuali Rachel. Gadis itu kini tengah berjalan cepat menuju sebuah sedan hitam yang terparkir tak jauh darinya. Tangannya merapatkan jaket yang sekarang melekat di tubuhnya. Bukan tanpa alasan gadis itu memakai jaket dicuaca yang sangat terik ini. Meskipun buru-buru, ia masih sempat mengamati sekitar sebelum benar-benar masuk ke mobil. Aman.

"Ashley, ayo buruan ke apartemen!" Perintah Rachel setelah pantatnya mendarat nyaman di jok belakang mobil. Keringat gadis itu tampak bercucuran, membasahi kerah sekaligus jaketnya. Wajah dan rambut gadis itu sangat payah. Di wajahnya ada sedikit lebam dan rambutnya sangat acak-acakan.

Mata Ashley melirik sebentar kearah spion mobil, menatap keadaan majikannya itu. Tanpa banyak bicara, Ashley segera menjalankan mobil, menuju ke apartemen majikannya tersebut.

Sebenarnya, apartemen milik Rachel tidak bisa dibilang sebagai apartemen. Malahan lebih mirip dibilang penthouse karena memakai satu lantai hanya untuk apartemen milik gadis itu. Tapi ia lebih suka memanggilnya apartemen. Agar terkesan seperti rumah.

<><><><>

"Ashley. Nanti aku mau pergi ke mall. Tapi kamu ngga usah nganterin. Aku mau nyetir sendiri," ucap Rachel sesaat setelah mobilnya sampai di parkiran VIP apartemen.

"Baik, apakah saya harus lapor kepada nyonya?"

"Terserah." Rachel turun dari mobil, ia diam sejenak. "Lagian aku ke mall buat cari barang ke acara nanti melem. Biar ngga bikin malu mama sama papa." Lantas gadis itu pergi berlalu menuju lift.

Ting!

Dentingan suara lift terdengar. Rachel segara melangkahkan kakinya keluar dari lift. Di keluarkannya kartu yang berfungsi sebagai kunci apartemen.

"Selamat datang nona Rachel Arfian Juanda." Sebuah suara mesin robot menyambut kedatangannya. Yang pasti hal ini bukan kerjaan Rachel. Mana mau gadis itu melakukan hal-hal alay seperti itu.

Bruk!

Rachel menjatuhkan dirinya diatas kasur ukuran king size miliknya. Rasanya seharian ini dirinya sangat lelah. Tangannya melepaskan jaket yang sejak tadi menyiksa dengan suhu yang panas.

Kini, tampaklah seragam sekolahnya yang sobek-sobek di berbagai bagian. Gadis itu mendesah pelan. Setidaknya luka fisik hari ini tidak banyak. Hanya ada di bagian sudut bibir saja. Hak itu bisa ia tutup menggunakan foundation. Ia memandang ke arah langit-langit kamar.

Orang-orang tampak berkerumun. Mereka saling berbisik satu sama lain. Di tengah kerumunan itu, tampak laki-laki yang menunduk. Takut.

"Lo barusan udah nyenggol gue dan lo cuma bilang maaf?" Seorang perempuan dengan dandanan ala cabe-cabean berteriak nyaring.

"Kalo maaf udah nyelesain masalah, ya di dunia ini ngga perlu yang namanya polisi. Ya ngga?" Perempuan itu menatap sekeliling, meminta persetujuan orang-orang yang menonton.

Semua orang mengangukkan kepala dengan cepat. Mengiyakan perempuan itu. Memang di sekolah ini siapa yang mau berurusan dengan perempuan bernama Cristal itu? Seantero sekolah jelas tahu, jika berurusan dengan Cristal dan antek-anteknya sama saja mencari jalan pintas untuk di drop out dari sekolah ini. Pasalnya, kepala sekolah disini merupakan ayah dari salah satu antek-anteknya Cristal.

"Kalo ditanyain tuh di jawab. Punya mulut gak sih?" Perempuan lain--salah satu antek-antek Cristal menampar pelan wajah cowok yang seakan ingin kabur itu.

"Cukup!" Teriakan seseorang membuat semua mata mengalihkan pandangannya ke arah pemilik suara. "Lo ngga berhak buat kayak gitu Al." Rachel--pemilik suara tadi berjalan ke tengah kerumunan. Menatap tajam ke arah Cristal.

Mata Cristal berputar. Menandakan ia sedang kesal. "Lo lagi. Kayaknya pelajaran kemarin belum cukup ya Rachel?" Tanyanya. Menekan setiap kata yang ia ucapkan.

Cristal menatap ke arah cowok yang masih setia menunduk sedari tadi. "Lo boleh pergi. Gue udah punya mainan lain. Berterima kasihlah lo ke dia yang udah ngegantiin tempat lo."

"Ini sekolah bukan punya lo Al. Lo ngga bisa seenaknya kayak gitu." Rachel bersedekap. Ia tidak mau takut dengan manusia jadi-jadian semacam Cristal.

Ck!

Sebuah decakan sebal keluar dari mulut Cristal. "Seret dia ke kamar mandi. Gue mau bikin baju baru buat dia!" Perintahnya. Lantas berjalan menuju kamar mandi. Menyibak kerumunan yang mengelilingi.

Dua antek-anteknya segera melaksanakan perintah. Menarik paksa tangan Rachel. Membuat gadis itu meringis pelan akibat cekakan di tangannya yang sangat kuat.

Ping!

Sebuah notifikasi membuat nostalgia Rachel atas kejadian hari ini menjadi buyar. Ia mengambil ponselnya. Melihat pesan yang masuk.

From: Cristal Cabe

Nanti jadi belanja ke mall kan nona Juanda?

Senyum miring segera terbit dari wajah Rachel. Jari lentiknya segera menari di layar ponsel. Mengetikkan jawaban.

From: Aku

Jadi dong. Ketemu satu jam lagi ditempat biasa. Jangan lupa ajak teman-temanmu.

Setelah menegtikkan balasan, Rachel segara bangun dari posisi tidurannya. Melepaskan kacamata dan kunciran duanya. Saatnya balas dendam kecil.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Alhamdulillah

Selesai juga part yang ini...
Sebenarnya bingung mau ngelanjutinnya gimana... Jadi maaf kalo agak ngga nyambung.

Tapj kalo misal readersnya bingung... Baca terus ya kelanjutannya. Nanti kemungkinan semuanya bakalan di bongkar kok...

Jadi, harap selalu baca dan jangan lupa vote atau komen😁

Semoga sehat

Author♥️


We?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang