Bab 4

9 3 7
                                    

"Dek, maapin Abang doong," rengek Reyhan di depan pintu kamar Lona.

"Ayoolaaahhh....Ga kasian ya sama Abang? Duit jajan Abang ga dikasih sebulan, Mama Papa marah sama Abang, Rendra juga ga mau bantuin Abang bikin skripsi. Kamu tega liat Abang sengsara gini, Dek?" tambahnya mendramatistir.

          Lona yang berada di dalam kamar pun sudah tak kuasa menahan tawanya. Dia membenamkan wajahnya ke atas bantal agar tak mengeluarkan suara. Wajahnya memerah karena kekurangan oksigen.

"Dek, kamu mau apa? Sok atuh bilang ke Abang. Ntar Abang bilang ke Rendra kamu mau apa, biar dia yang beliin. Abangkan ga ada duit," ujar Reyhan memelas.

"Lona mau hoodie! Harus pake duit Abang!" protes Lona berpikir licik agar koleksi hoodie-nya bertambah banyak.

"Abangkan ga ada duitt, Deeeekkkkk."

"Gamau tau!"

"Yaudah deh, biarin deh Abang miskin, yang penting kamu maapin Abang," pasrahnya.

"Deal! Abang masuk aja, pintunya ngga dikunci kok!" kata Lona dengan tawa membludak.

Reyhan memutar kenop pintu, dia melotot kesal. "Lho?! Ngga kamu kunci?"

"Engga," jawab Lona pura-pura memasang wajah polos.

"Au ah! Abang kesel!"

          Lona yang berbaring di kasurnya pun segera menghampiri Reyhan. Dia mengalungkan tangannya di leher Reyhan dan tersenyum lebar.

"Lona saaaayaaang Abang."

          Reyhan yang awalnya kesal akhirnya membalas pelukan Lona. Dia menggendong Lona kemudian memutar tubuh mereka layaknya komedi putar. Mereka tertawa bersama dengan riang, seakan lupa bahwa mereka beberapa saat lalu sempat bertikai. Begitulah hubungan saudara seharusnya.

®®®

"Bang," panggil Lona kepada Reyhan. Keduanya kini berada di sofa ruang keluarga. Niat mereka ingin menonton televisi, tetapi nyatanya televisi yang menonton mereka.

"Hm," jawab Reyhan singkat. Dia terlihat sangat fokus memainkan game di handphone-nya. Tak jarang bermacam kata mutiara terlontar dari bibirnya.

Wah kurang asem nih

"Bang, Lona takut nih."

"Takut kenapa?"

"Takut jari Lona ga sengaja pencet nomor Papa terus ngaduin Abang karena ngomong kasar," ejek Lona berpura-pura berusaha menjauhkan jarinya dari handphone.

"Ohh masa ta.....EHH?? Ih apaan sih Dek, kok kamu jadi pengadu gini sih?" geram Reyhan menjambak rambut Lona. Tidak menggunakan tenaga pria, Reyhan hanya menarik pelan dan mengacak rambut Lona.

"WAHHH NGAJAK BAKU HANTAM?! SINI LONA LADENIN!" seru Lona balas menjambak rambut Reyhan.

          Suasana memanas, Lona menjambak rambut Reyhan sekuat tenaganya. Sementara Reyhan beralih mencoba menjauhkan tangan Lona dari rambutnya. Walaupun tubuh Lona yang tergolong kecil, Lona memiliki tenaga yang tak bisa diragukan begitu saja.

Berfikir bahwa tindakan Reyhan sia-sia, kini Reyhan mencoba menggelitiki perut Lona. "SERANGAN MUMU PERIIII! KYAAAAAA"

"Hahahahaha, aa..aa..duuuuhhh..Aaa..baaaanggggg," jerit Lona tertahan, bak ulat nangka, tubuh Lona sudah menggelinjang hebat.

"Rasain kamu! Kamu sudah membuat Kakanda marah besar!"

"Maafkan Adinda, wahai Kakanda. Adinda khilaf."

SHONATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang