“kenapa nih? udah kangen aja sama kim yohan?”
“yohan...”
“iya? bentar-bentar. kamu nangis?”
“aku kirim alamat, kamu ke sini, ya? jemput aku.”
“loh? katanya kamu di hotel?”
“aku bohong.”
“hyunjin..., what's hap—”
hyunjin lebih dulu memutus sambungannya. dia masukan kembali ponselnya ke saku mantelnya.
tokyo sangat ramai, pengaruh kedudukannya sebagai ibu kota. hyunjin minggir sedikit dari keramaian, tak peduli kalau bahaya bisa saja menemuinya di negeri orang.
hyunjin sedang ingin sendiri, dia tidak peduli apapun saat ini.
terlepas dari semua itu, sendiri membuatnya ingat tentang tadi.
“indah...,” gumamnya, tersenyum lara dengan mata berkaca-kaca. “senyum yunho tadi, indah.” ketika ia lanjut bicara, bukan hal salah jika air matanya mengalir.
sedikit meringkuk, ia pegangi dadanya yang mulai sesak.
yah, meski ingin menampik—hyunjin tak bisa dusta kalau hatinya hancur.
hyunjin tak bisa salahkan yunho, juga tak bisa salahkan sohye.
tapi jika menyalahkan dirinya sendiri, rasanya sedikit kejam karena kenangan adalah saksi kalau dia yang lebih dulu mencinta—lebih dulu dicinta.
pernikahan bisnis sialan.
hyunjin pikir semua akan baik-baik saja, meski kekasihnya sudah berstatus suami orang.
tapi tak ada yang akan baik-baik saja jika kau dengan lancang menggenggam milik orang.
harusnya hyunjin paham itu.
“hyunjin?” hyunjin tak menyeka air matanya, dia hanya mengangkat kepala dan sadari kehadiran yunho di hadapannya.
lelaki itu, dengan wajah panik—langsung berhambur memeluknya erat.
“kamu kenapa pergi? aku khawatir banget!” hyunjin tahu bahkan tanpa yunho bicara.
lelaki itu mencemaskannya.
ketika hyunjin hendak balas memeluk, yunho melepasnya segera. menatap mata bulatnya yang mengecil tertutup bengkak sehabis menangis.
“kamu pergi karena tahu sohye dateng?”
sedikit membuat bingung, hyunjin tak menyudahi tangisnya bahkan ketika yunho sudah datang.
gadis itu mengusap wajah yunho dengan lembut, setelah mengiyakan pertanyaan tadi dengan anggukan—ia berkata, “aku gak mungkin biarin kekasihku ketahuan selingkuh di depan istrinya. di depan wanita yang bisa buat dia bahagia.”
wajah cemas yunho perlahan pudar, tapi matanya tampak tercengang. “hyu-hyun, kamu denger percakapan aku sama sohye?”
“gak. sama sekali. tapi aku gak buta.”
yunho ingat, sohye saking bahagianya saat beri ia kejutan—dia menunjukan testpack-nya yang bergaris dua dengan wajah sumringah.
orang-orang di sekitar mereka bahkan sempat melihat dan tak nihil yang tersenyum—ikut bahagia.
yunho tidak sadar kalau dia menyakiti wanitanya yang lain.
“maaf. maafin aku. aku minta maaf, hyun...”
tidak. bukan ini yang hyunjin mau. dia tidak ingin yunho meminta maaf apalagi untuk hal yang bukan salahnya.
tapi, menyaksikan wajah bersalah yunho membuat hati hyunjin makin nyeri.
bukannya menghentikan, ia malah menangis lebih deras. tangannya ia pakai untuk membekap mulutnya, berusaha agar tangisnya tak pecah tapi malah makin menyakiti tenggorokannya.
hyunjin ingin menangis dengan perasaan yang 'bebas', tak dibatasi statusnya sebagai kekasih gelap yang selalu membuatnya berpikir kalau dirinya tak berhak merasa tersakiti.
“aku minta maaf, aku gak bermaksud untuk buat sohye hamil dan...”
“yunho...” hyunjin akhirnya punya tenaga untuk sebutkan nama lelakinya. meski air matanya masih enggan berhenti, dia berusaha untuk tetap kuat sekiranya untuk malam ini.
“kenapa kamu minta maaf, sayang? apa suami yang menghamili istrinya itu sebuah dosa?”
yunho diam, matanya berkata pada hyunjin untuk jangan terluka. tapi gadis itu tetap menangis tanpa sanggup yunho seka air matanya.
perlahan, ia mengusap kepala yunho yang lebih tinggi darinya. hyunjin masih sakit hati, dia tak kuasa membayangkan kalau lelakinya pernah menyentuh wanita lain selain dirinya.
menyentuh wanita yang katanya tak pernah ia cinta dan tak akan pernah bisa mendapat tempat di hatinya.
“bukannya ini berita baik? kamu bakal punya anak! kamu harus rayain berita kehamilan istrimu sama karyawan-karyawan lain, ya?”
“hyunjin...”
“aku tau. aku tau kamu maunya aku gak terluka dengan semua ini. tapi, apa yang kita tanam—itu yang kita tuai. sejak awal, yang kita tanam ini perdu berduri, kan? semakin dia tumbuh, semakin banyak durinya. kamu dan aku gak bisa berharap apel yang jadi buahnya. ini salah, yunho, dan jangan biarin salah sampai akhir.”
kala cinta sudah berkuasa, hati yang berbicara, kini luka di hadapan pidato perpisahan tak bisa dia hindari.
yunho menitihkan air matanya, tak peduli jika dunia akan menertawakan lelaki lemah sepertinya.
dia sangat mencintai hyunjin, dan dia yakin gadis itu pun tahu. gadis itu berbicara panjang sekali, yunho tahu ke mana arahnya.
“kita berpisah.”
dan dia benar.
maka tak mungkin bagi yunho untuk tak memeluk hyunjin.
“jangan. jangan pisah.” katanya, terus dan berulang. seakan berpisah dengan hyunjin lebih mengerikan dari kematiannya.
“aku cinta kamu, hyunjin. aku cinta sama kamu.”
“aku juga yunho, aku cinta sama kamu. tapi aku bukan wanita yang baik. wanita yang baik gak akan menghancurkan sebuah keluarga karena nafsu dan keserakahannya untuk bercinta.”
“kalau begitu, kita sama.” yunho lekas menampik, melepas pelukan itu lalu menatap mata hyunjin dengan lekat. “kalau kamu bukan wanita yang baik, aku juga bukan pria yang baik. pria yang baik gak akan menghancurkan keluarganya sendiri karena takut cinta pertamanya pergi!”
hyunjin menggeleng samar, dia tersenyum tipis lalu mengelus rambut yunho yang sedikit berantakan.
dia kecup bibir lelaki itu tanpa perhelatan lanjut, cukup lama hingga dirasa sudah banyak air matanya yang dibuangnya.
dia melepas ciuman itu dengan bibir yang setengah mati ia tarik, membentuk lengkungan indah yang disebut 'senyum'.
“kamu pria yang baik, karena sebentar lagi kamu bakal jadi seorang ayah.”
sebenarnya mana tega hyunjin melihat yunho menangis seperti ini, tapi ini belum terlambat untuknya pergi.
sohye pun belum tahu tentang hubungan mereka berdua, yang terluka hanya yunho dan hyunjin saja. dia tak mau sohye atau bahkan anak mereka ikut terluka jika hubungan ini tetap dilanjutkan.
hyunjin salah, hyunjin berdosa. dan hukumannya cukup melepas yunho saja, jangan sampai suatu saat ia melihat wanita baik hati dan anaknya menangis.
“niana jung. dulu, waktu kita pacaran, aku sempat berpikir untuk menamai anakku dengan nama itu kalau kita menikah. tapi sekarang gak masalah, yang penting itu anakmu.”
hyunjin menyeka air matanya, kemudian tersenyum lebih lebar pada sang lelaki.
“kamu mungkin bukan orang yang baik, bagi dirimu sendiri. tapi kamu bisa jadi suami dan ayah yang baik, untuk istrimu, untuk anakmu, untuk keluargamu. sekali lagi selamat, dan selamat tinggal.”
KAMU SEDANG MEMBACA
SEPHIA : Jeong Yunho ✔
Historia Cortahyunjin tak bisa salahkan siapapun, baik yunho atau sohye. tapi jika menyalahkan dirinya sendiri, rasanya sedikit kejam karena kenangan adalah saksi kalau dia yang lebih dulu mencintaㅡlebih dulu dicinta. hyunjin pikir semua akan baik-baik saja, mesk...