Penggeledahan Dimulai

1 0 0
                                    

Setelah polisi George mengumumkan akan melakukan penggeledahan, dia lalu melanjutkan bahwa muncul hipotesis kalau pembunuh Tuan Alvonso bisa saja masih ada di sekolah ini dan bersembunyi dibalik seragam siswa.

"Tapi tidak ada siswa yang berani melakukan itu, sir," potong Profesor Dorris.

"Begini Profesor, mungkin karena anda selalu terlindung dibawah proporsi bangunan tebal sekolah yang agung ini, anda hanya mendengar hal-hal lembut. Tapi diluar sana, mereka yang berjuang hidup tanpa bisa menelan sedikit pun makanan pendidikan, yang berjalan tanpa sandal keadilan, anak-anak yang berjuang untuk hidup dan menghidupi, mereka bisa melakukan hal yang lebih kejam dari membunuh. Karena itulah pelajaran yang mereka dapat dari kemasyarakatan."

Profesor Dorris hendak memberikan pendapatnya saat George dengan lantang mengangkat tangannya, sesi tanya jawab telah berakhir.

"Kami juga akan melakukan penggeledahan di bangunan asrama, untuk kamar perempuan akan ditangan oleh petugas perempuan begitu juga sebaliknya. Kalian boleh menjelaskan tiap barang yang dianggap mencurigakan karena itu hak kalian, kami bisa saja salah paham tapi kalian bisa memberikan pembelaan. Penggeledahan akan selesai pukul 3 sore ini, jika belum fix di hari ini akan dilanjutkan keesokannya. Sekali lagi, mohon kerja samanya, anak-anak dan para profesor juga."

"Bukankah kita seperti berada di film-film crime atau semacamnya?" ujar Ito antusias.

"Ini bukan saatnya membicarakan film, Ito," timpal Paul. Ia terlihat gugup.

Aku tidak merasakan tekanan setelah pengumuman penggeledahan ini. Justru ini gerakan yang bagus untuk menyingkap kasus, kalau setelahnya pembunuhnya berhasil ditemukan, aku harap ia akan menerima hukuman yang pantas.

Omong-omong aku berniat mengirim surat pada orang tuaku sejak kemarin, tapi sepertinya pihak sekolah menutup akses surat yang masuk kedalam dan keluar karena bisa menggangu jalannya investigasi sekaligus menimbulkan kecurigaan. Jadi aku tidak bisa mengabari mereka soal kejadian ini. Tapi untuk sekolah sebesar ini, tersbesar di negara ini, aku yakin mereka akan menerima beritanya cepat atau lambat.

Setelahnya kami dipersilahkan untuk mengikuti jadwal selanjutnya tanpa melihat polisi yang bekerja sebagai gangguan. Mereka akan bekerja sekooperatif mungkin agar siswa dapat belajar dengan tenang.

Aku dan teman sekelas yang lain naik ke lantai 3. Jadwal hari ini sedikit berantakan tapi saatnya kami belajar bahasa inggris bersama Profesor Jupiter.

Tidak ada yang nampak bersemangat di ruang kelas ini. Tapi aku mencoba menyeimbangkan akal sehatku.

Profesor Jupiter yang paling terakhir masuk ke kelas, menjatuhkan buku-buku yang dibawanya. Ia lunglai. Bahkan setelah berada di depan kami semua dia kelihatan tak fokus.

Penampilannya berantakan. Rambut panjang sebahu berwarna merah. Dia pasti mengganti warna rambutnya untuk semester baru ini karena terakhir kali kulihat rambutnya berwarna hitam di semester sebelumnya.

"Maaf anak-anak aku sedang dalam kondisi tidak sehat. Aku tidak tidur semalaman."

"Aku juga," sahut Edrick. Edrick tidak menyembunyikan kegusarannya. Ia pasti tidak senang dengan sikap Profesor Jupiter yang tidak profesional. Seberat apapun masalah yang dihadapi, dalam kasus ini, aku yakin semuanya setara urusan luka. Tapi Profesor Jupiter tidak mencoba menghalau kegalauan itu dan itu sama sekali tidak membantu siswa memulihkan diri.

Tapi atmosfer sekolah memang sedang tidak ceria. Tidak ada satupun tawa terdengar sepanjang 2 hari ini, jadi Profesor Jupiter juga tidak dapat disalahkan sepenuhnya karena tidak bertindak seceria seperti sedia kala.

Profesor Jupiter mengelus tengkuknya. Wajahnya pucat dan kantung matanya hitam.

"Sulit untuk kembali normal di kondisi seperti ini, kalian tahu. Tapi akan kucoba," ucapnya seraya menghela nafas dalam-dalam. Profesor Jupiter menuliskan sesuatu di papan tulis. Kami membuka buku pelajaran.

l'avenirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang