part 1 (revisi)

14 2 0
                                    

Jam baru menunjukkan pukul setengah enam pagi. Jika orang lain masih berkutat dengan dengan mimpi mereka, lain hal nya dengan gadis cantik bernama Stara Nathania.  Gadis ini mulai menyusuri jalan di kota yang lumayan padat penduduk ini dengan santai. Sembari menikmati udara pagi yang sejuk dan belum bercampur dengan polusi dari berbagai macam kendaraan.

Seperti biasa dirinya duduk dengan menyumbat salah satu telinganya menggunakan headset agar tidak bosan menunggu bus seorang diri di halte yang masih sepi ini.

Stara memang orang yang kurang berada, masuk sekolah pun dirinya hanya mengandalkan beasiswa. Beruntung dia masih dikarunia otak yang di atas rata-rata oleh sang pencipta.

Asik dengan musik yang di dengarnya, hingga tak sadar bahwa matahari sudah memunculkan cahayanya, bersamaan dengan halte yang sudah mulai ramai dengan orang-orang.

Tin tin

Suara klakson pertanda bus sudah tiba. Kali ini stara memilih duduk di kursi paling belakang. Menikmati udara dingin pagi yang menusuk tajam tubuhnya yang hanya memakai seragam lengan pendek tanpa dilapisi sweater.

Setelah menempuh perjalanan beberapa menit, stara akhirnya tiba di sekolah tempat dirinya belajar. Menghela nafas dan membuangnya dengan kasar, lalu segera berjalan menuju kelasnya melewati koridor yang sangat sepi, hanya ada beberapa siswi saja yang mungkin sedang menjalankan piket mereka.

Stara membuka pintu secara perlahan yang menimbulkan suara seperti di film horor. Duduk sembari meletakkan kepalanya di atas meja dengan menggunakan tas sebagai bantalnya. Mencari posisi senyaman mungkin dan memanfaatkan sisa waktu sebelum lonceng jam pertama dibunyikan untuk melanjutkan tidurnya.

"Monyet sini lo! Balikin liptint gue sialan!" Teriakan beserta bunyi grasak-grusuk, mampu membuat tidur stara terusik. Gadis itu membuka matanya perlahan menyesuaikan dengan cahaya sekitar.

"Eh nyonya udah bangun." Sindir nata–teman sekaligus sahabat stara yang agak bar-bar.

Stara hanya memutar bola mata malas mendengar sindiran nata yang sudah biasa baginya.

"Kayak nggak tau dia aja lo." Sambung aura.

"Diapain lagi sih lo sama si tua bangka itu?" Tanya Retta yang sedikit waras dibandingkan dengan nata dan aura.

"Ta." Tegur stara. Stara mengerti siapa tua bangka yang di maksud oleh sahabatnya itu.

"Paling di pukul lagi kan?" Tebak aura yang tak sengaja melihat tanda ungu kebiruan di lengan stara.

"Astaga, gimana gue bisa lupa ga pake sweater sih." Batin stara sembari mengetuk pelan kepalanya, merutuki kebodohannya.

Dengan cepat dirinya menyembunyikan kedua lengannya di belakang punggung.

"Bego! Nih pake punya gue." Ujar nata dan mengambil sweater dari dalam tasnya yang selalu ia bawa sekedar berjaga- jaga, lalu melemparnya ke arah stara.

Walaupun agak sedikit kasar tapi menurut stara, nata itu sangat pengertian.

"Thank's ya Nat!" Ujar stara seraya tersenyum tulus.

"Kayak sama siapa aja lo. Buruan pake!"

Stara mengangguk dan dengan hati-hati memakai sweater yang di berikan nata tadi. Walaupun tetap saja tak bisa di pungkiri, lebam yang ada di tangannya terasa perih.

"So, kenapa?" Tanya retta saat stara selesai dengan aktivitasnya.

Mereka bertiga menunggu apa yang akan di ucapkan stara.

"Ck, lo bertiga nggak bosen apa dengerin cerita gue?!" Gerutu stara, namun tak ayal gadis itu juga menjelaskan.

"Kayak biasa, pulang-pulang mabuk dan langsung mukul gue." Sambungnya lagi.

"Trus lo diem aja nggak ngelawan?" Ujar aura entah sebuah pertanyaan atau tebakan. Sedangkan stara hanya diam pertanda membenarkan tebakan aura.

Retta yang geram pun kini angkat bicara."Apa perlu gue nyuruh ayah gue masukin si tua bangka itu lagi ke dalam sel?"

"Jangan ta. Gue,,,masih butuh dia." Ujar stara pelan.

"Lo terlalu baik star." Batin nata seraya tersenyum haru dalam hati.

"Kalo lo butuh rumah buat pulang, kita bertiga siap jadi rumah sekaligus sandaran buat lo." Aura mengucapkan sebuah kalimat yang mampu membuat mereka terharu.

"Iya star. Gue, nata, sama aura bakal selalu ada buat lo." Timpal retta.

"Kapanpun." Sambung nata.

Mereka berempat langsung berpelukan haru layaknya teletubbies yang baru saja bertemu.

"Gue beruntung punya kalian." Ujar stara dalam hati.

"Eh ada apa nih, pelukan kok nggak ngajak-ngajak. Mau juga dong." Teriakan seseorang membuat mereka berempat terpaksa melepaskan pelukannya, dan langsung menatap tajam ke arah orang tersebut.

"Eh eh canda deh, sumpah mulut gaga lagi nggak bisa di ajak kompromi nih. Peace, temenan kita." Ucap dirga takut-takut saat melihat empat pasang mata di depannya ini menatapnya tajam.

"DIRGA!!!"

"Awas lo ya!"

Mereka bertiga kecuali stara mengejar dirga yang sesekali disapa gaga itu, orang yang tadi menganggu acara peluk-pelukan mereka.

Dan terjadilah aksi kejar-kejaran dengan perbandingan 3 banding 1.
Dirga sekuat tenaga berusaha menjauh dari amukan macan betina, menyingkirkan meja beserta kursi yang menghalangi langkah kakinya.

Tersenyum senang saat melihat pintu keluar di depan mata, namun senyum lebarnya pudar seketika saat melihat siapa yang di depan pintu.

Hendak berbalik arah, nyatanya sudah ada juga yang menjaga.

"Heh mau kemana lo kutil hah?" Tanya Cindy–musuh abadi gaga dengan senyum smirk di wajahnya.

"Ah itu anu--"

"Aduh aw,,,kuping dirga mau copot yaallah. Bebeb nata jangan gitu dong." Nata sang pelaku yang menjewer kuping dirga tadi bergidik ngeri.

"Iwh amit-amit dah nama gue yang cantik ini lo panggil pake embel-embel bebeb dengan mulu kotor penuh dosa lo itu." Ujar nata pedas seraya menyemprotkan hand sanitizer ke arah tangannya, seolah-olah dia baru saja memegang kuman.

"Kampret! Maksud lo gue kuman gitu." Dengus dirga tak terima.

"Emang, baru tau lo?!" Balas nata tajam.

"Drama lo." Potong cindy yang sedari tadi diam saja.

Sedangkan aura dan retta masih diam saja menunggu giliran.

"Girls, pegang." Pintah cindy memberikan kode yang langsung di mengerti oleh ketiganya.

Nata memegang lengan kiri dirga, sedangkan aura di bagian kanan. Retta bertugas untuk memegang kepala dirga yang kesana-kemari seperti sedang cacingan.

Sedangkan cindy? Sudah pasti dia yang bertugas untuk balas dendam.

Mereka memang tidak sebegitu dekat dengan cindy, namun jika sudah perkara dirga, maka mereka berempat akan bersatu dengan stara yang hanya menjadi penonton.

Cindy membuat sebuah karya abstrak di wajah dirga menggunakan liptint nya yang di curi oleh dirga tadi. Berkarya secara acak, mengikuti kata hatinya.

Bukan hal  bagi penduduk kelas sebelas MIPA 3 ini melihat kerusuhan yang terjadi. Entah itu akibat dari ulah dirga seorang diri, ataupun campur tangan dari keempat gadis itu.

"Awas lo pada ya! Gue bales nanti!" Ancam dirga yang tak di hiraukan keempatnya.

Sedangkan stara yang melihatnya tertawa pelan, sedikit mengurangi beban nya dan membuat moodnya perlahan mulai kembali lagi.

***

Assalamualaikum dulu guys!
Btw, ini cerita pertama aku jadi kalo ada salah tolong di koreksi ya.
Oh ya jangan lupa vote and komen juga!
Happy reading and have fun manteman!🖤

hey staraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang