CHAPTER 11

4.8K 268 116
                                    

Para readers kecintaanku, sebelumnya aku mau informasiin kalau TBO berubah sudut pandang penulisannya dari POV1 menjadi POV3 🤣
Banyak pertimbangan yang akhirnya membuat aku memutuskan untuk pakai POV3 seperti pada ceritaku yang lain 😂

Aku harap kalian tetap bisa menikmati cerita ini sampai ending.
Te amo!!
*********

Enjoy!
---

Kedua tangan Fordrix bersembunyi di balik saku celana, sementara lengannya bersandar pada bingkai pintu. Memandang tiga lukisan Scarlet yang beraliran impresionisme yang akan dipamerkan pada sebuah galeri seni di pusat kota New York dalam waktu dekat.

Dari ketiganya, mata hazel Fordrix terjerat pada lukisan seorang wanita yang menari di bibir jurang. Warna cat yang digoreskan di sana begitu dominan dengan warna gelap. Namun warna putih dari beberapa merpati tampak mencolok mengitari bagian atas wanita itu. Seakan sebuah pesan yang ingin diteriakkan Scarlet di dalam sana.

Semakin Fordrix memandangnya, ia semakin merasakan kerapuhan dan kesedihan wanita di dalam lukisan itu, namun ia juga dapat merasakan kerelaan wanita tersebut menerima takdir.

"Bagaimana pendapatmu?"

Fordrix menoleh pada Scarlet yang telah berdiri di sampingnya dengan tubuh menghadap Fordrix. Ia Menyandarkan punggung pada bingkai pintu dengan melipat tangan di depan dada.

"Lukisanmu selalu memukau." lirik Fordrix pada Scarlet sekilas. Goresan cat yang Scarlet berikan memang selalu mudah didengar di batin para orang yang melihatnya.

Sudah selayaknya bagi Scarlet mendapatkan pencapaian dengan bersanding bersama pelukis terkenal yang menjadi idolanya di galeri besar tersebut, karena Fordrix mengerti betul segala jerih parah dan talenta Scarlet.

"Aku ingin -"

"Tidak!" potong Scarlet cepat. "Aku tak akan membiarkanmu membeli salah satu lukisanku lagi."

"Mengapa?" kedua alis Fordrix terangkat.

"C'mon, Ford! Aku ingin merasakan seluruh lukisan itu dibeli oleh orang lain."

Fordrix terkekeh, melarikan kembali hazelnya pada lukisan Scarlet. Ya, perkataan wanita di sampingnya memang benar. Fordrix selalu membeli salah satu lukisan Scarlet, bahkan sejak wanita itu menunjukkan lukisan pertamanya.

"Baiklah," pasrah Fordrix akhirnya tanpa melepas mata hazelnya pada lukisan Scarlet.

"Aku berencana mengundang Jake ke galeri."

Suara antusias Scarlet segera mengalihkan pandangan Fordrix kembali pada wanita di sampingnya yang memakai piyama hitam satin bertali spaghetti dengan celana setengah paha.

"Kau sepertinya benar-benar tertarik padanya." Fordrix kembali terkekeh.

"Tentu saja! Dan kau, jangan mengacaukan pria incaranku lagi untuk kali ini."

Fordrix segera memosisikan tubuhnya berhadapan dengan Scarlet. Turut menyilangkan tangan di depan dada, serta sedikit menunduk pada Scarlet yang memang hanya setinggi dagunya.

Senyum miring Fordrix tercetak dengan pandangannya yang mengintimidasi.

"Aku tak akan mengacaukan jika dia pria baik-baik."

Scarlet berdecak lalu memutar bola matanya. "Jangan berlagak lagi seperti seorang kakak yang protektif, dan lagi, apa definisi pria baik-baik di otakmu? Jika seperti dirimu, aku jelas tak akan meliriknya!"

Trapped By Obsession [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang