Bugh. Si Alen, pagi-pagi udah lempar-lemparan bantal aja sama Refan.
"Guys bangun anjir katanya mau berangkat pagi-pagi buta."
"Cepet banget sih paginya." Si Hafis pagi-pagi udah ngeluh aja.
"Ya lagian lu malah mabar sampe malem sama si Akmal."
Di tengah kengantukan mereka, tiba-tiba Alen teriak, dan itu bikin semua yang lagi setengah sadar bahkan belum sadar kek Hafis, auto melek.
"Bang Arkan, awas nabrak!"
Sepertinya Alen telat menegur, sebab saat ini Arkan sudah tersungkur kebelakang karena menabrak tembok disebelah pintu kamar mandi. Niat ingin masuk kamar mandi dan cuci muka malah nabrak tembok.
Tak lama mereka semua tertawa terpingkal pingkal, bahkan sekarang Hafis pun sudah sepenuhnya sadar. Buktinya, saat ini ia yang paling keras tertawa.
Alen dan Refan pun akhirnya menolong Arkan berdiri walaupun masih dengan cekikikkan.
"Dasar lo pada, bukannya ditolongin malah diketawain, sakit nih jidat ama pantat gue!"
"Hahahaha lu sih bang, melek dulu makanya baru jalan."
"Kan, gue kasih tau ya, sahabat itu kalo liat temennya jatoh lawak kaya lo gini urutannya itu diketawain dulu ampe puas baru nolongin gitu, hehehe."
"Gada akhlak lo pada, udahlah mau cuci muka gue."
"Awas nabrak lagi loh.."
Gausah ditanya lagi Arkan jelas malu, makannya dia langsung nyelonong ke kamar mandi yang ada di dalam kamar Adrian.
Setelah semua selesai bersiap-siap mereka pun langsung berangkat ke rumah nenek Arkan yang tidak begitu jauh, hanya menempuh sekitar dua sampai tiga jam.
Mereka menggunakan motor masing-masing, kecuali Adrian dan Alen karena mereka belum legal untuk mengendarai motor sendiri, berakhirlah mereka berdua membonceng Refan dan Hafis.
Akhirnya setelah dua jam menempuh perjalanan, mereka berenam sampai juga di kediaman nenek arkan. Namun saat mereka sudah memarkirkan motor masing-masing, mereka pun mulai merasakan perasaan aneh.
"Bang kok sepi gini?" Adrian reflek menggelayuti lengan Arkan.
"Nenek ada di dalem mungkin, udah santai aja."
"Tapi ini sepinya yang sepi banget loh." Akmal malah nambahin fakta.
"Udah mending mulut lo diem aja."
Seperti sudah tau apa yang dirasakan teman-temannya, Arkan pun hanya bisa meyakinkan diri dan juga teman-temannya. Dia sendiri sebenarnya juga bingung, kok nggak kayak biasanya, apa mungkin karena udah lama nggak mampir kesini kali ya.
"Yaudah yok masuk, laper gua."
"Laper mulu lo bawaannya, Fis."
Lalu mereka pun memasuki rumah yang hampir seluruhnya terdiri dari kayu jati. Pintu dan jendela nya terbuka lebar, seperti sang pemilik rumah memang di dalam.
"Nek! Ini Arkan nek, sama temen-temen!"
Saat memasuki rumah kayu tradisional itu hawa tiba-tiba berubah menjadi mencekam. Namun tak lama sang nenek datang menyapa mereka entah darimana.
"Eh cucuku yang datang rupanya, ayo sini masuk nak."
Kaget? Tentu saja pasalnya dari tadi rumah sepi, bahkan mereka sudah mengedarkan pandangannya masing-masing dan tidak ada siapapun, lalu ini neneknya arkan datang dari mana coba? Apa mungkin mereka yang kurang fokus?
"E-eh nenek, apa kabar?"
Arkan pun memecah keheningan dan memeluk sang nenek, namun ia merasa ada yang beda saat ia memeluk nenek nya.
"Baik nak, nenek kangen sekali sama Arkan, sudah ayo sarapan dulu, kalian juga pagi sekali datangnya."
Sang nenek pun melepas pelukan cucunya dan menggiring kelima teman arkan beralih ke meja makan untuk sarapan bersama.
Canggung sih, mereka juga tidak tau mengapa bisa secanggung ini padahal dulu waktu kecil mereka sering kesini dan tidak pernah secanggung ini. Bahkan si biang kerok Hafis pun tidak berulah dari tadi, seolah hawa mencekam mengalahkan mood bobrok nya.
"Kalian kesini mau main basket ya?" Tiba-tiba sang nenek membuka suara, setelah acara sarapan selesai.
"Iya nek, sekalian pengen kumpul aja." Refan reflek menjawab dengan ramah.
"Yasudah ini piringnya nenek cuci dulu, kalo kalian mau bain basket, bolanya yang dulu masih ada dikamar Arkan biasanya tidur kalo nginep di sini."
Setelah neneknya pergi semuanya menjadi senyap, lagi.
"Bang kok aneh si suasanya, gue deg-degan." Alen mulai curcol.
"Iya nih, dari tadi gue mau ngelawak jadi kaya kaku banget."
"Padahal dari tadi gue nunggu lawakan lo biar ngeancurin suasana anjrit."
"Niat gue juga kaya gitu tadi, tapi susah banget ish!"
"Yaudahlah mending kita basketan aja, toh tujuan kita juga itu." Refan yang memang nggak mau ambil pusing pun mulai menengahi keributan teman-temannya.
"Ayok deh."
Saat Alen akan mengeluarkan basket yang ia bawa dari tasnya, tiba-tiba Arkan bersuara.
"Jangan-"
KAMU SEDANG MEMBACA
Grandma House ✓
Fanfiction[END] - Revisi version "Hah?! terus yang sama kita berenam dari kemaren siapa njir!" ft. NCT dream # 1 - nctzens [201021] # 3 - 127 [231021]