6

2K 382 31
                                    

"Dri... itu hp lo bukan?"

Masih sama seperti kejadian sebelum sebelumnya, insting seperti menyuruh Refan untuk memfokuskan perhatiannya di halaman depan rumah tersebut.

Dan benar saja, Refan menemukan hp Adrian yang menggunakan case berwana hijau neon tergeletak di sana.

Setelah Refan selesai bersuara, kelima laki-laki yang mendengarkan lantas mengalihkan pandangannya. Dan tanpa berfikir panjang Refan berdiri untuk menghampiri dan mengambil hp milik tersebut.

Ia berjongkok dan mengambil benda pipih itu, lalu berdiri dan berbalik bersama senyumannya yang terpatri di wajahnya sembari menunjukkan benda yang dipegangnya.

"Bener, ini hp lo, Dri!"

Bugh

"Refan!! Ya tuhan!!"

***

Semua masih berusaha menunggu Refan sadar dari pingsannya. Iya, tadi bocah pingsan karena tertimpuk balok kayu yang lumayan berat dan datangnya entah darimana. Kalo boleh jujur mah, kejadian barusan berhasil membuat kelima remaja itu merinding.

"Fan, cepet sadarlah lo, kaga asik bener pake acara pingsan segala, mana badan lo berat bener diangkatnya." Hafis dengan masih dengan rasa cemasnya malah menggoyangkan kaki Refan, agar bocah itu segera sadar.

"Eh bego! Balok ni, berat tau! mau gue timpuk sekalian biar lo ngerasain?"

"Heh Mal, jangan ah!"

"Bang pada ngerasa aneh gak sih?" Alen dengan tiba-tiba membuka diskusi.

"Ya kan dari tadi emang aneh kunyuk!"

"Bukan gitu yang gue maksud."

"Terus?"

"Nih ya kalo gue perhatiin dari semua kejadian ini itu kaya emang ada hubungannya. Tadi waktu bang Arkan ngobatin lukanya bang Akmal, dia malah ikut luka sendiri. Terus Adrian juga luka pas ngobatin gue, dan sekarang bang Refan malah pingsan pas nemu hp nya Adrian."

"Jadi maksud lo, seolah-olah ini tuh kutukan dan kalo ada yang berani ngambil barang itu atau ngobatin luka itu, orang itu bakal kena imbas, iya kan?" Akmal menebak.

"Iya, semacam itu sih bang."

"Siapa anjir yang ngelakuin kayak gini, gak takut bener sama dosa!" Terpantau, Adrian udah desperate sama semua ini.

"Ada yang lebih penting!" Celetukan Hafis berhasil mengundang raut tanya dari teman-temannya, lalu ia menoleh pada Arkan di depannya sebelum melanjutkan pembicaraannya.

"Soal lo nih, Kan. Kalo emang teori Akmal dan Alen bener, kok lo luka kecil gitu doang? Secara kan lo tadi yang ngambil pisau itu yang hampir ngebunuh gue, tapi kenapa malah yang luka si Alen? Terus itu tadi lo yang ngambil balok bukan? Dan sekarang lo nggak kenapa kenapa??"

"Maksud lo?? Lo doain gue luka-luka parah gitu?!"

"Sabar sabar sabar."

"Tunggu bentar, mungkin nih ya, apa yang di lakuin arkan itu yang sengsara yang lain, khusus dia doang-"

Jika suara hati Akmal bisa teriak, mungkin saat itu juga bakal teriak di depannya mukanya Arkan kalo bukan itu yang dia maksud. Yah, tapi nasi sudah menjadi bubur, si Arkan udah terlanjur kepancing emosi.

"Terus lo ikut nuduh gue juga, Mal?!"
Lebih parahnya lagi emosi Arkan malah ditanggepin sama emosinya si Hafis, nyerah deh.

"Yaiyalah secara ini kan rumah nenek lo, terus kemaren lo juga yang ngasih saran kesini, pasti lo udah nyiapin semuanya dengan rapi, iya kan?!"

"SIALAN, GUA JUGA KAGA TAU!"
Nah, teriak juga kan jadinya.

"Arghh."

Diskusi yang berujung debat membuat mereka semua menuduh satu sama lain. Dan perdebatan itu ternyata mampu untuk menyadarkan pasien pingsan menjadi sadar. Refan sadar dari pingsannya.

"Bang Fan, udah sadar? Ada yang sakit nggak?"

"Pegel sih, len. Tapi nggak apa-apa."

Suasana pun menjadi canggung, Refan yang baru sadar dari pingsan pun menjadi bingung sendiri, ingin sekali ia bertanya namun melihat raut wajah semua sahabat karibnya ini membuat ia mengurungkan niatnya. Namun ada satu hal yang mengganggu nya tentang mimpi yang ia lihat saat pingsan tadi.

"Guys, tadi gue kayak dapet mimpi."

"Lah anjir bang, dapet mimpi segala."

"Emang mimpi apaan?"

"Kalo bentar lagi ada hp bunyi bakal-"

Grandma House ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang