3

2.2K 450 13
                                    

"Yaudahlah mending kita basketan aja, toh tujuan kita juga itu."

"Ayok deh."

Saat Alen akan mengeluarkan basket yang sengaja ia bawa dari tasnya, tiba-tiba Arkan bersuara.

"Jangan."

"Lah, kenapa lo?"

"Pake bola basket yang ada di kamar aja, gue ambilin bentar."

"Kan, gue tau yang insting lo bilang, gue temenin yok."

"Eh lu berdua, serius ini mau ngambil? Gue malah takut nih anjir." Hafis panik banget jujur begitu Akmal malah menyetujui rencana Arkan

"Iya nih bang gue malah khawatir." Nah, Adrian malah ikut-ikutan, kan.

"Udahlah dia tau seluk beluknya, lagian ini juga rumah neneknya. Mending lo pada tunggu aja di luar."

Setelah itu mereka, Arkan dan Akmal, pergi masuk ngambil bola yang sering di pakai dulu kalo ia menginap di rumah neneknya.

"Bang ayoklah keluar aja, gua ga betah." Ajak Alen pada temannya.

"Yuk."

Dan mereka berempat pun keluar, lalu menunggu dua temannya tadi di teras.

***


Ceklekk

Arkan membuka pintu kamarnya, aman. Menggambarkan kondisi mereka saat ini.

"Kan, bolanya dimana?"

"Di lemari kayaknya terakhir gue inget."

Namun saat Arkan membuka lemari, ia terkejut sebab di dalam sana bukannya berisi bola namun,

"Anjir! Apaan nih!"

"Apaan, kan? Eh plastiknya kotor cuy."

"Darah kering cok!"

"Lo berani buka? Kalo nggak ya gue aja, penasaran nih gue, serem banget."

Lalu mereka membuka kantong plastik putih bernoda darah kering itu perlahan-lahan, dan

"Cok, tulang siapa ini?!"

Tak lama setelah arkan mengatakan itu tiba-tiba,

Sreek

"Aduh!"

Sebuah pisau telah dilempar entah dari mana, dan itu sukses menggores lengan Akmal dan menancap di lemari.

"Anjir, Mal! Sakit banget nggak?!"
"Kegores doang sih, kaga dalem dalem amat, tapi ya perih cok."

Dengan cekatan, Arkan langsung mengambil kotak P3K di laci meja yang sudah sedikit usang. Arkan mengobati luka Akmal dengan telaten, dan sekarang luka itu sudah tertutup kain kasa dengan sempurna. Namun saat arkan mengembalikan kotak itu kedalam laci,

"Aduh! Shh."

"Kenapa?!" Walaupun sendirinya juga luka, tetep aja panik kalo temennya ngerintih.

"Kegores juga jari gue nih, tapi kagak apa-apa diplester doang bisa kok."

"Bener?"

"Iya, udah."

"Mending kita keluar aja deh, lupain masalah bola lo dimana."

"Oke, bentar."

Sebelum keluar Arkan mencabut pisau tadi dari pintu lemari, lalu mereka keluar menemui yang lainnya.

***

"Mereka berdua lama bener timbang ngambil doang." Hafis beneran bggak tenang banget, kayak gusar aja gitu bawaannya.

"Gue khawatir banget ini ah, senyap banget gini." Alen jadi ikut kedistrak ocehannya Hafis.

"Ya Tuhan kenapa kebelet sekarang sih ah. Fis, gue ke kamar mandi dulu, lo di sini aja jagain bocil dua nih."

"Eh ati-ati lu, Fan!"

***

Saat Refan masuk ke dalam rumah, semua terlihat biasa saja hingga ia merasa lega dari acara 'kebelet'nya.

Saat masuk kamar mandi pun entah kenapa ia langsung melirik bak mandi. Lalu saat ingin keluar ia kembali melihat bak mandi itu, dan sukses membuat ia membelalakkan matanya.

"Nggak, nggak, nggak bener nih."

Setelah mengatakan itu Refan langsung keluar dan lari dari kamar mandi ke depan.

***

"Loh Fis, Refan mana?"

"Akmal lo kenapa!"

"Loh, Fan. Kok lo pucet banget kenapa?"

"Lo ngapain bawa-bawa itu?"

Grandma House ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang