3 | Cafe

21 4 2
                                    

JAM menunjukan pukul 12.00. Tidak seperti hari sebelumnya, cahaya sinar matahari terhalang oleh beberapa kumpulan awan.

Beberapa siswa-siswi SMA Harapan Indah, khususnya  kelas 10 - 3. Merasa malas belajar dan merasa ingin pulang padahal jam pulang masih 3 jam lagi. Hal itu pun terjadi pada Raina, namun gadis ini berusaha menahan rasa kantuknya dan berusaha fokus pada guru yang sedang mengajar di depan kelas.

“Rai, minjem bolpen dong,” ucap Sekar yang duduk di sebelah Raina.

Raina menggambil bolpen di kotak pensil kesayangannya dan memberikannya pada Sekar. “Bolpen kamu kemana?”

“Biasa di ambil maling kelas,” sahut Sekar dengan santai seraya menggambil bolpen yang di berikan Raina.

Bolpen di kelas itu sering sekali hilang karena ada beberapa siswa yang sengaja menggambilnya.

Bel sekolah berbunyi di pukul 15.00.
Murid-murid sibuk mengemas barang-barangnya begitu pun yang di lakukan Raina.

Selagi Raina membereskan barang-barang, Adeline menghampirinya. “Rai ke cafe yuk,” ajaknya seraya menunjuk Arabella dan Sekar.

“Aku harus belajar di rumah besok ada ulangan.” tolak Raina sehalus mugkin.

“Ayolah Rai ntar disana kita belajar bareng kok.” Arabella memohon seraya mengguncangkan tangan Raina.

“Rai, ayo ikut ga rame kalo ga ada lo ni,” pinta Sekar.

Raina berpikir sejenak sebelum akhirnya berkata, “Ya udah deh, aku ikut.”

“Gitu dong, ntar gue share location, ya.” Adeline merangkul pundak Raina bersama-sama jalan keluar kelas.

“Lama banget, Rai, kalian julid dulu ya?” tanya Nevan bercanda, tangan lelaki ini terulur menggelus kepala Raina dengan lembut.

Ketiga sahabat Raina merasa iri saat melihat perlakuan Nevan pada Raina yang seperti ini.

“Dih, enak aja lo.” Adeline tidak terima. “Kita mau kongkow, ya. Anti julid-julid club.”

Nevan mengerutkan dahinya. “Yakin?” tanyanya memastikan. “Perempuan sih pasti kalo udah ngumpul tuh ya julid,” lanjutnya enteng.

“Kita sih nggak!” seru Sekar.
Sementara Raina terkekeh, lalu segera mengajak Nevan pulang setelah berpamitan dengan ketiga temannya.

                                 ****

Motor Nevan tiba di halaman rumah Raina, setelah sampai gadis ini segera turun.

“Makasih, ya, Van.” Raina memberikan senyuman tulusnya. Hal ini membuat Nevan ikut tersenyum.

“Lo mau kongkow dimana?” tanya Nevan. Ah iya, Raina hampir lupa jika Nevan tidak mengingatkannya. Segera Raina mengecek ponselnya. Disana, Adeline sudah memberikan lokasinya.

“Aku masuk, ya. Kamu hati-hati pulangnya, Van.” Raina segera memasuki rumahnya terburu-buru.

Sementara Nevan terkekeh saat melihat sikap Raina. Baginya, Raina itu masih seperti anak kecil.

Lalu, lelaki ini memasuki rumah Raina dan duduk di ruang tamu. Setelah 20 menit, Raina keluar dari kamarnya. Gadis ini kaget saat melihat Nevan berada disana.

“Kok kamu disini?”

Nevan menatap gadis dihadapannya. Pakaiannya sederhana, tapi cukup membuat dirinya terpesona. Raina sudah dewasa, berbeda dengan Raina yang ia kenal saat kecil.

“Van? Kok bengong?’ Raina mengibaskan tangannya membuat lelaki ini tersenyum kaku.

“Iya, gue mau nganterin lo,” sahut Nevan.

Raina menaikkan sebelah alisnya. “Aku bisa pergi sendiri, pake ojek online.”

“Gue nggak nerima penolakan.”

Raina paham, jika sudah seperti ini Raina tidak ingin menolak. Ia segera berjalan keluar rumahnya disusul Nevan.

Sesampainya di cafe, Raina belum melihat Adeline dan yang lainnya. Lalu, dirinya mengajak Nevan untuk duduk bersamanya. Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya Adeline datang bersama Sekar. Raina segera meminta izin pada Nevan untuk bersama dengan Adeline. Kebetulan tidak lama kemudian, teman Nevan datang.

“Nempel terus,” ucap Adeline. “Gue kepo sebenernya lo sama Nevan itu apaan sih?”

“Pacaran, ya?” Sekar menebaknya.
Raina terkekeh. “Enggak, aku sama dia sahabat. Kita sahabatan dari kecil.” Raina menjelaskannya.

“Lo suka sama Nevan?” Adeline menyelidik. Raina menggelengkan kepalanya.

“Kalo sahabatan dari kecil, pasti lama-lama tumbuh benih-benih cinta.” Sekar mulai dramatis. “Yakin lo nggak suka?”

Raina bingung dengan perasaannya sendiri, apakah benar dirinya menyukai Nevan? Ah, tidak mungkin rasanya.

“Aku yakin, Sekar.”

Adeline dan Sekar terkekeh, kali ini ia percaya bahwa Raina tidak menyukai Nevan. “Kalo suka nggak pa-pa, Rai. Santai aja sama kita.”

Raina menggelengkan kepalanya. “Oh, ya, Ara mana?” Raina mengalihkan topik.

“Biasa telat, dia ratunya telat.” Sekar tertawa.

Raina menganggukkan kepalanya.

“Yaudah ayo belajar.”

Adeline maupun Sekar mengeluarkan bukunya dan mulai belajar. Tidak lama kemudian, Ara datang dan ikut belajar dengannya.

Tanpa mereka sadari, tidak jauh dari mereka ada yang memperhatikan gerak-gerik keempat gadis itu.


****
     Gimana penasaran ga sama kelanjutannya?

JANGAN LUPA VOTE, LIKE DAN SHARE YA

Raina Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang