9 | Kuah Baso

19 2 1
                                    

Raina datang terlalu pagi hari ini. Jam masih menunjukkan pukul setengah tujuh kurang. Terlihat tidak ada siapa-siapa di koridor sekolah, bahkan tidak ada satupun guru yang terlihat oleh Raina. Gadis ini memutuskam untuk berjalan-jalan di sekitar koridor seraya melihat lukisan yang terpajang di tembok.

Langkah Raina terhenti saat melihat salah satu lukisan yang bernuansa kota. Matanya teralihkan saat melihat nama yang pemilik lukisan tersebut, Alvaro Dave.

Bagus juga gambarnya, gumam Raina.

Gadis itu mengambil ponsel di saku rok abunya lalu mengambil foto lukisan tersebut.

"Kenapa di foto?" Seorang lelaki di ujung koridor berteriak dan mulai melangkah ke arah Raina membuat gadis inj terkejut dan menaruh ponselnya dengen terburu-buru.

Lelaki itu adalah Kevin.

"Rai, daripada lo fotoin lukisan mendingan bantuin gue," pinta Kevin.

Tanpa berpikir lama Raina langsung mengikuti Kevin menuju ruang OSIS.

****

Raina duduk di kursi dengan tatapan memandangi ruangan OSIS. Ini pertama kalinya dia menginjakan kaki di ruangan ini.

Sementara Kevin sibuk mondar-mandir dengan tatapan fokus pada ponselnya. Lelaki itu mendekat ke arah kaca jendela, sesekali memandang pepohonan yang rindang di luar sana. Lelaki itu akhirnya menaruh ponselnya di saku celana abu-abu yang ia kenakan.

Kevin menaruh setumpuk kertas di hadapan Raina. "Susun itu, Rai," perintah Kevin.

Tidak membantah, Raina segera melakukan perintah Kevin. Kemudian, lelaki itu duduk di sebelah Raina dan sesekali memandang wajahnya.

"Lo pacaran sama Alvaro?" Satu pertanyaan terlontar begitu saja dari mulut Kevin dan pertanyaan itu sontak membuat Raina memberentikan pekerjaan.

"Enggak kok." Raina menggelengkan kepalanya dan mencoba untuk fokus kembali.

Sebuah senyuman kecil tersirat di wajah Kevin.

Sementara di luar, Claretta tidak sengaja melewati ruang osis dan melihat keberadaan Raina dan Kevin disana. Tanpa perpikir panjang gadis itu mengeluarkan ponselnya dan memfoto mereka berdua.

"Kesempatan gue ni," kata Retta yang pastinya adalah niat jahat.

Sudah puas dengan hasil fotonya, Retta meninggalkan ruang OSIS.

****

Bel masuk pelajaran sudah berbunyi. Kevin mengajak Raina untuk menuju kelasnya.

"Makasih ya udah bantuin gue," ujar Kevin.

Raina menganggukkan kepalanya. "Kalau butuh bantuan lagi bilang aja," kata Raina sambil menepuk bahu Kevin lalu masuk terlebih dahulu ke dalam kelas.

Di dalam kelas, Raina di sambut hangat oleh ketiga temannya.

"Gue kira lo nggak masuk, Rai," kata Sekar.

"Kamu doain aku ga masuk ya?" Raina menaruh tasnya dan duduk di kursi.

Sekar terkekeh pelan. "Enggak gitu, Rai."

Obrolan mereka terhenti karena guru pelajaran sudah berada di kelas. Hari ini pembagian nilai ujian seminggu kemarin. Para siswa sangat antusias untuk mendengarkan pengumuman nilai tertinggi.

"Ibu akan mengumumkan tiga nilai tertinggi, ya." Bu Vella mengambil selembaran kertas berisi nilai-nilai siswa-siswi kelasnya.

Seluruh murid fokus pada Bu Vella, penasaran siapa yang mendapatkannya.

"Ibu umumkan dari nilai ketiga dulu, ya, anak-anak," kata Bu Vella. "Nilai tertinggi urutan ketiga adalah ... Adeline!"

Seluruh murid bertepuk tangan sambil menatap Adeline yang tersenyum kaku karena malu.

"Nilai tertinggi kedua adalah ...." Bu Vella menghentikan ucapannya. "Raina!" katanya bersemangat.

Hal yang sama dilakukan oleh murid di kelas itu, sementara Raina tersenyum bahagia. "Selamat, ya, Rai! Teruskan prestasimu." Bu Vella berpedan pada Raina.

"Dan nilai tertinggi pertama adalah ... Kevin!"

Seluruh murid memberikan tepuk tangan yang sangat meriah untuk ketiga murid berprestasi ini.

****

"Asik ni ada yang tiga besar," kata Ara membuka topik pembicaraan.

Ara, Adel, Sekar dan Raina berada di kantin. Setelah memesan makanan, mereka segera mencari tempat duduk kosong.

"Ada traktiran dong, ya!" goda Sekar sambil menyenggol lengan Raina.

Raina menatap Sekar dengan tatapan yang membuat Sekar semakin ingin menggoda sahabatnya.

"Enggak ada traktiran," kata Raina membuat Sekar maupun Ara mengerecutkan bibirnya.

Adeline yang sedari tadi memakan makanannya kini mengangkat kepalanya. "Gue abisin, ya, makanan kalian," katanya yang langsung mendapat tatapan kesal dari ketiganya.

"Rakus banget sih lo, Del!" ketus Ara tak terima.

Adeline terkekeh lalu kembali memakan makanannya. "Abis lo ngomong terus, yaudah gue abisin aja."

Ara mendengus kesal sementara Sekar dan Raina hanya menatap kedua temannya yang beradu mulut. Seperti biasa, keempatnya saling bertukar cerita sambil memakan makanan yang mereka pesan. Adeline sangat menyukai bakso yang ada di kantin itu. Orang-orang mengenalnya dengan bakso bu Susi. Baksonya sangat enak, hampir seluruh murid menyukainya.

Tiba-tiba saja Retta bersama Zeze, teman dekatnya, memperhatikan Raina bersama teman-temannya. Keduanya saling berbisik kemudian beranjak menghampiri mereka.

Di waktu bersamaan, tanpa sengaja Alvaro tengah memperhatikan gerak-gerik Retta yang mencurigakan. Dengan cepat, lelaki itu menghampiri Raina.

Dengan sengaja, Retta menumpahkan kuah baso miliknya mengenai ke arah Raina, namun Alvaro dengan cepat melindungi badan Raina yang mengakibatkan kuah baso tersebut mengenai baju seragam Alvaro.

"Retta? Apa-apaan sih lo?" Sekar langsung menatap kesal Retta.

Mereka menjadi pusat perhatian, Retta menatap kesal ke arah Raina kemudian pergi meninggalkan kantin.

Ara dan Sekar benar-benar kesal dengan perbuatan Retta pada temannya. Kalau tidak mengingat mereka adalah kakak kelas, sudah pasti keduanya akan membalasnya.

"Maaf, ya, Kak." Raina berusaha membersihkan tumpahan kuah bakso di baju Alvaro.

"Enggak pa-pa, Rai. Lo enggak salah kok, gue cuma mau lindungin lo."

Deg!

Perkataan Alvaro itu membuat jantung Raina berdetak semakin kencang. Entah apa yang ia rasakan saat ini saat tahu bahwa Alvaro berkali-kali melindunginya.

"Heran gue maunya apasih dua orang itu. Sirik banget kayaknya sama Raina." Ara mengomel tak habis pikir dengan kejadian tadi.

"Udah, Ra, ngomel terus lo," celetuk Adeline kesal. "Btw, makasih Kak udah mau lindungin Raina," lanjut Adeline menatap Alvaro.

Alvaro menganggukkan kepalanya, "Iya sama-sama, gue permisi kalau gitu." Kemudian lelaki itu segera meninggalkan kantin.

Sementara Raina menatap kepergian Alvaro, ia masih terdiam di tempat. Entah apa yang akan terjadi jika lelaki itu sama sekali tidak ada. Mungkin, ia sudah menjadi bahan perundungan kakak kelasnya itu.

****
Pensaran sama kelanjutan kisah Raina?
Tunggu kelanjutan partnya ya.

Jangan lupa vote dan komennya.

-Nadmaria-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 30, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Raina Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang