6 | Olahraga

14 3 1
                                    

BEL tanda istirahat berbunyi, seluruh siswa-siswi 10-3 segera keluar dari kelas. Berbeda dengan Raina, gadis ini masih mengerjakan tugas yang diberikan guru mata pelajaran sebelum istirahat tadi. Seharusnya, ini dikerjakan di rumah, namun bukan Raina jika tidak rajin. Gadis ini tidak ingin menundanya,prinsipnya adalah jika bisa kerjakan sekarang kenapa harus nanti?

"Rai, kantin?" Sekar menghampiri meja Raina, mengajaknya ke kantin.

Raina mengangkat kepalanya menatap Sekar. "Kalian aja."

Tidak memaksa, Sekar memilih ke kantin bersama yang lainnya. Beginilah Raina jika mengerjakan tugas, ia akan lupa semuanya.

Tanpa terasa bel istirahat berakhir, namun gadis ini sama sekali tidak menyadarinya karena tengah menggunakan earphone.

"Rai!" Tiba-tiba saja Ara datang membuat bolpoin yang Raina pegang terjatuh.

"Ngagetin aja, Ra!" cibir Raina sambil mengambil bolpoin yang Ara berikan.

"Enggak ganti baju, Rai?" tanya Ara sekaligus mengajak.

Dengan segera, Raina mengambil bajunya di tas. Kali ini ada pelajaran olahraga, seluruh siswa-siswi diharuskan tetap menggunakan seragam sekolahnya saat tidak jam pelajaran olahraga. Maka dari itu, disaat pelajaran olahraga, mereka harus segera mengganti bajunya.

Raina bersama Ara segera mengganti bajunya. Sementara, Adel dan Sekar sudah lebih dulu. Setelah selesai, Raina bersama teman-temannya segera pergi menuju lapangan olahraga.

"Eh, ada anak kaka kelas nih," seru Adel saat melihat beberapa anak kelas 11-IPS tengah melakukan pengamatan.

Bukan Adel jika tidak seperti ini, ia adalah gadis yang akan terus menerus mencari cowo ganteng, terutama kaka kelas.

"Sebelas IPS satu, Kar!" kata Adel lagi.

"Ada siapa disana?" goda Raina.

Sekar segera melihat ke arah tidak jauh dari mereka. "Banyak cowo ganteng, Rai!" sahut Sekar bersemangat.

"Biarin aja, Rai." Ara mengibaskan tangannya. "Enggak ada yang ganteng," kata gadis ini lagi.

Ternyata, Raina sepemahaman dengan Ara. Syukurlah, ia kira ketiga temannya menyukai cowo-cowo ganteng yang sebenarnya biasa aja.

"Kelas sepuluh tiga!" seru Pa Toni —guru olahraga dengan suara tegas. "Materi kali ini adalah sprint," ucapnya, seluruh murid 10-3 bersorak.

"Kalian boleh pemanasan dulu sekarang." Pa Toni berucap tegas. "Lima menit dari sekarang!"

"Sana, yuk, Del." Sekar menunjuk kearah beberapa anak kelas 11 berdiri —tidak jauh dari tempat mereka olahraga.

Dengan bersemangat, Adel mengangguk. "Ikut nggak kalian?" tanya Adel mengajak Raina dan Ara.

Raina menggelengkan kepalanya. "Kita disini aja."

"Beneran, ya, Rai?" Adel memastikan sekaligus menghasut Raina agar mau ikut dengannya.

"Udah deh, jangan hasut anak orang, Del. Dia nggak suka modus kayak lo sama Sekar." Ara terkekeh menarik Raina ke belakang tubuhnya, menghindari dari Adel.

Adel berdecak. "Oke."

Kini keduanya, Raina dan Ara tengah pemanasan dekat dengan tempat mereka olahraga. Sesekali, Ara melihat Raina yang bersemangat pemanasan. Kali ini berbeda, Ara menatap Raina kaget.

"Rai." Ara menghentikan pemanasannya. "Bibir lo pucet banget."

Raina seketika diam di tempat. Kaget dengan ucapan Ara. "Minum dulu, Rai." Ara menyodorkan botol berisi air mineral pada Raina.

"Thanks, Ra." Raina kembali tersenyum menutupinya.

Ara bergumam sebentar, hingga akhirnya berkata, "Rai, lo mending istirahat aja," saran Ara. "Enggak usah ikutan olahraga." Ara benar-benar khawatir.

"Enggak usah, Ra, aku nggak pa-pa." Raina meyakinkan Ara.

Ara menatap Raina benar-benar khawatir. Ia takut kenapa-kenapa dengan Raina, jika iya, mungkin Nevan akan menghajarnya. "Bener?" Ara memastikan.

Raina menganggukkan kepalanya.

Tiba saatnya sprint dipraktikkan. Satu persatu siswa-siswi dipanggil. Mereka melakukan sprint sebanyak 20 kali, waktu tidak ditentukan.

Giliran Raina melalukan sprint, gadis ini menatap lurus ke depan hingga pluit Pa Toni berbunyi, ia siap berlari. Lima putaran sudah Raina lewati hingga sepuluh putaran. Kini, putaran ke lima belas, Raina merasa penglihatannya mulai perlahan menghilang, tubuhnya lemas. Tanpa diduga, gadis ini terjatuh membuat beberapa temannya segera berkumpul.

***

Raina perlahan membuka matanya. Badannya masih lemas, ini akibat ia tidak makan dari pagi. Gadis ini menatap sekelilingnya, rasanya asing.

"Lo udah sadar?" Pertanyaan itu berasal dari laki-laki yang baru saja memasuki tirai dimana Raina beristirahat.

"Maaf, saya dimana?" tanya Raina pada lelaki itu.

Lelaki itu mendekat kearah Raina. "Uks," sahutnya. "Lo pingsan. Sekarang, lo istirahat aja."

"Makasih." Raina tersenyum sedikit kaku.

"Permisi...."

Reflek lelaki itu berdiri, membuka pintu UKS.

"Raina mana?" tanya Sekar panik.

"Istirahat, jangan diganggu." Lelaki ini melarangnya.


Raina mendengar suara ketiga temannya. "Aku disini," sahut Raina masih dengan suaranya yang lemas.

"Permisi," izin Adel menerobos masuk mencari dimana Raina tidur.

"Raina!" Ara panik. "Gue tadi udah bilang nggak usah olahraga." Ara terlihat kesal sekaligus sedih.

"Udah, Ra, jangan kesel gitu mukanya," tegur Sekar. "Lo nggak pa-pa, Rai?"

"Enggak pa-pa, kok."

Adel sebal, jelas-jelas Raina pingsan. Masih bisa gadis ini bilang tidak apa-apa? "Gue bawain lo nasi dari kantin." Adel memberikan kantong kresek pada Raina. "Makan dulu," perintahnya.

Raina menerimanya sambil tersenyum. "Makasih, Del."

"Gue pergi dulu, udah ada temen lo," pamit lelaki itu.

Raina bergumamam membuat lelaki ini berhenti, menatap Raina. "Makasih sekali lagi," ucap Raina pada lelaki itu.

****

Gimana ceritanya menarik ga?
Semoga kalian suka ya
Jangan lupa vote ya ! ❤

Raina Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang