Seperti tersedak, mbah Por melompat mundur, dibibirnya keluar darah. Ia merangkak, seolah mau memuntahkan sesuatu. Agus dan yang lain sontak menolong mbah Por, memijat lehernya.
Mbah Por terus memukul dadanya dan keluarlah gumpalan daging yang sama, daging colo' berlumurkan darah.
"Artine opo toh mbah?"
(Artinya apa itu mbah?) tanya Ruslan."Sing nduwe lemah, kate teko, njupuk opo sing kudu di jupuk" (Yang punya tanah mau datang, mengambil apa yang harus dia ambil)
"Nopo niku mbah?" (Apa itu mbah)
Mbah Por tampak berpikir, "Lastri"
"Co" kata mbah Pur.
"Awakmu eroh omahe pak RT, budalo mrono, ngomong'o, Balasedo'ne teko" (Kamu tahu rumah pak RT kan, bilang sama dia, Balaseda' mau datang)
Ruslan melihat wajah mbah Por, ia tidak pernah segelisah ini. Sedari tadi, mbah Por hanya mengelus janggutnya.
Mbah Por melihat keluar rumah, lalu menutup pintu rumahnya
"Melok aku" (Ikut saya).
Ruslan dan Agus berdiri, ia berjalan di belakang mbah Por yang melangkah masuk ke salah satu kamar.
Di kamar itu, Ruslan banyak melihat benda-benda yang tidak asing lagi. Bawang putih di pasak.
Cabai di ikat dengan benang, sampai kembang bertebaran di meja. Mbah Por langsung mempersilahkan mereka duduk. Saat mereka duduk, tiba-tiba mbah Por memukul-mukul kepalanya, seperti orang kebingungan. Bahkan, ia menghantam rahangnya dan secara tiba-tiba, menarik paksa giginya.
Entah gigi mana yang ia ambil. Namun, Ruslan dan Agus merasa ngilu melihat itu.Di depannya, darah masih mengalir dari bibir mbah Por. Namun, bukannya merasa kesakitan, mbah Por seperti tertawa terbahak-bahak melihat giginya tanggal.
"Edan"
(Gila)Bisik Ruslan, yang ditanggapi agus. Ia setuju. Berpikir bahwa semua itu selesai, adalah kesalahan besar, mbah Por lagi-lagi, menekan gigi bawah yang berada tepat di tengah dengan kedua tangannya. Matanya tengah menatap Ruslan, dengan nafas tersenggal-senggal, mbah Por menarik paksa, hingga darah mengalir deras dari bibirnya.
Menyaksikan hal gila seperti itu, membuat Agus dan Ruslan tidak tahan. Ia mendekati mbah Por. Namun, mbah Por tak menghiraukan mereka, ia seperti orang yang sudah kesetanan dan benar saja, giginya berjatuhan dengan luka robek yang membuat Ruslan memalingkan wajah.
Mbah Por tertawa.
Dengan serampangan, mbah Por mengumpulkan gigi yang berjatuhan itu, membungkusnya dengan daun pepaya di atas meja, cipratan darah masih dapat dilihat oleh Ruslan dan Agus. Entah apa yang mau ia lakukan, Ruslan tidak mengerti. Karena setelahnya, mbah Por menelan daun pepaya itu bulat-bulat.
"Ben, nek ajor mesisan ajor"
(Biar saja, hancur sekalian hancur)Agus dan Ruslan tidak mengerti maksud ucapannya, karena setelahnya, mbah Por mengambil sebilah keris yang di gantung di atas tembok kayu, menyampirkannya di pinggul. Sebelum pergi, mbah Por berpesan agar mereka tetap di rumah ini.
"Tengah malam saya kembali, saat itu juga, kalian akan saya bawa masuk ke rumah Lastri, agar kalian bisa tahu apa yang ada di dalam sana, dan..." Mbah Por tampak memandang Agus,
"Dia datang malam ini nak.."
Agus pucat, Ruslan bisa melihatnya.
"Onok opo seh asline gus. Bar koen ambek aku wes duluran mbok diceritani, asline opo sing mok wedeni"
(Ada apa sih sebenarnya gus, kamu sama aku udah saudaraan harusnya kamu cerita sebenarnya apa yang bikin kamu takut)
KAMU SEDANG MEMBACA
LEMAH LAYAT
TerrorDisini saya ceritain lengkap tentang cerita LEMAH LAYAT. Ngga ada yang saya ringkas, semua saya jelasin seperti yang beliau tulis. Karena saya ngga ingin merubah apapun hasil tulisan beliau. Hanya saja saya merapikan (merevisi) tulisannya agar tiap...