"Gak usah dimakan Rus, biarin aja" Ucap Agus, ia memandangi rumah besar disebrang dari jendela, Ruslan mendekati.
"Prosoko gak onok omah iku loh gus mau" (Perasaanku tadi, gak ada rumah loh disitu)
"Rumahe demit"
(Rumahnya setan) Kata Agus tertawa, membuat Ruslan kesal."Goblok" sahut Ruslan.
"Aku eroh awakmu ngelmu, tapi yo ojok ceplas ceplos ngunu, awakmu nantang iku jeneng'e"
(Aku tahu kamu dulu suka ngilmu, tapi jangan begitu ngomongnya, itu kaya kamu nantangin dia) Sahut Ruslan khawatir."Iya Rus, paham aku. Aku cuma mau lihat reaksinya"
"Itu makanannya gimana."
"Biarin aja, besok juga udah dimakan ulat." Agus menutup tirai jendela.
"Berarti tenan gak beres omah iki"
(Berarti bener memang gak beres rumah ini)Agus duduk, sembari melihat makanan didepannya. Ia melihat Ruslan yang masih penasaran.
"Guk omahe sing gak beres, tapi lemahe iki sing gak beres"
(Bukan rumahnya yang gak beres, tapi tanah tempat rumah ini berdiri yang tidak beres)"Lemah"
(Tanah) sahut Ruslan."Omah iki ngadek gok ndukure, lemah tapal"
(Rumah ini, berdiri diatas tanah Tumbal)Agus berdiri, ia berkeliling rumah. Sebenarnya, daripada rumah, tempat ini lebih terlihat seperti gubuk kayu reot. Hanya ada 2 kamar dan satu dapur, selebihnya ruang tamu dan pekarangan. Namun, ada rumah yang lebih besar persis didepannya. Rumah itu, bukan rumah demit, seperti yang Agus katakan. Namun, rumah itu adalah rumah manusia. Agus pun mengatakannya pada Ruslan agar ia tidak bertanya lagi.
"Perempuan tadi, itu Gundik'colo"
(Info : Gundik colo wanita yang belajar ilmu sakti. Tugasnya menjaga yang ditugaskan pemiliknya ke dia. Mereka tidak bisa mati apabila tidak di ijinkan oleh pemiliknya. Bahkan apabila kepalanya di potong sekalipun)Ruslan kaget bukan main saat mendengarnya.
"Masa, masih ada perempuan seperti itu"
"Iya" Agus mengangguk. "Kelihatan"
"Dari aroma dan cara dia berjalan kelihatan sekali dia Gundik'colo"
Ruslan geleng kepala,
"Serem juga ini tempat, pergi gak kita ini" sahut Ruslan."Gak usah, yang penting hati-hati aja sama tuh perempuan" batin Agus, matanya melihat sudut dapur.
"Lihat apa ?"
"Pocongan." (Pocong)
"Matamu." kata Ruslan.
Agus hanya geleng-geleng kepala.
"Ada berapa?"
Agus menatap Ruslan.
"Masih 7 sih Rus, kayaknya nanti malam keluar semua"Agus pun menutup pintu dapur.
"Biarin lah" Agus melipir ke kamar, diikuti Ruslan.
"Asu"
(Anj*ng) umpatnya berkali-kali.Malam itu, masih awal dari segalanya. Manakala Agus sudah terlelap dalam tidurnya, Ruslan mengintip dari jendela kamarnya. Disana, jauh ditempat rumah tempat perempuan itu tinggal, ia tengah berdiri tepat di jendelanya, tengah menatap tempat Ruslan mengintip.
"Asu koen Gus. Gara-gara lambemu, aku gak isok turu"
(Anj*ng kamu Gus. Gara-gara mulutmu, (semalam) aku gak bisa tidur) Sahut Ruslan mengejar Agus yang sudah menyampirkan tasnya, bersiap menemui Koco yang sudah menunggu diluar rumah. Beberapa kali Agus melirik Ruslan, senyumannya mengembang.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEMAH LAYAT
Kinh dịDisini saya ceritain lengkap tentang cerita LEMAH LAYAT. Ngga ada yang saya ringkas, semua saya jelasin seperti yang beliau tulis. Karena saya ngga ingin merubah apapun hasil tulisan beliau. Hanya saja saya merapikan (merevisi) tulisannya agar tiap...