Sampai Titik

21 0 0
                                    

Aku menemukanmu, dalam keadaan kalut.
Matamu sudah jelas lelah sebab muaramu tak lagi bisa menampung segala hal yang sudah seharusnya lepas.

Dan aku kembali menemukanmu, pada waktu aku tidak menemukan hal - hal lain yang seharusnya tak pergi. Aku menemukanmu disaat kau sedikit lega dari kacau balaumu kemarin.
Lalu aku bingung, bingung sekali, dan memilih untuk pergi.
" Biar sekarang aku yang mengalah "
" Mengalah bagaimana?  "
" Mengalah untuk tidak lagi memaksakan hati yang tak tahu lagi ingin memberi dirinya sembuh atau luka. Menyerah pada diri yang masih ingin menikmati rasa sakit yang diberikan oleh orang dimasa lalu yang kamu kira bahagianya akan abadi. Menyerah kepada diri sendiri karena kenyataannya yang bisa aku milikin dari kamu itu cuma rasa takut. Bahwa kenyataannya kamu engga bisa lebih dari sekedar tersentuh dalam jarak doa. "

Kamu meminta maaf, dan aku tidak butuh maaf.
Kamu perlu rumah, jelas sekali itu yang kau butuh. Dan aku bukanlah apa yang kamu maksud. Sebab usahaku bagi takaranmu itu jauh dari cukup.

Tapi kenyataan memaksaku untuk sebatas memilikimu dalam pertanyaan - pertanyaan, dalam doa yang akan memberiku hal yang berbeda, dalam mimpi yang terus mengganggu, dalam kertas - kertas lusuh yang terpenjara dalam laci.

Bila memang mimpiku ini harus diakhiri, aku tak akan menyesali segala hal yang sudah terjadi walau tidak ada yang bisa kubawa saat aku pulang.

Aku membiarkanmu meninggalkanku, daripada kau lebih jauh lagi meninggalkan dirimu sendiri.
Setidaknya, jika memang bukan aku si penyembuh itu, aku tidak ingin juga jadi manusia yang berakhir dengan memberimu rasa sakit,sekali lagi.

IoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang