Untukmu, Ta.

15 0 0
                                    

Rasa sakitmu masih tercecer dimana – mana, bahkan saat aku berada disampingmu sekalipun. Takut ialah makanan yang tak pernah kau tinggalkan meski tak ada lagi yang mau menyuguhkan.

" Harusnya aku sadar kalo dari awal kamu emang engga siap aku ajak buat ngeliat hal yang bisa bikin kamu senang walau sebentar Ta."

" Aku terlalu bingung sama diriku sendiri, maaf."

" Kalo yang jadi lawanmu itu dirimu sendiri lebih baik aku mundur. Aku engga mau ngerusak hal yang udah lama kamu bangun. Jelas kalo kaya gini, aku juga bukan cerita yang ingin kamu hidupi."

Matanya redup, fikirannya ramai. Tapi bibirnya tidak mengatakan apa - apa selain kata maaf.

Aku menyesal, sekali. Jelas ternyata yang bisa aku terima dari tubuhnya itu cuma rasa bingung yang hanya memberiku rasa sakit. Rasa yang tak seharusnya aku bawa pulang. Tubuh yang tak seharusnya aku jadikan rumah.

Tidak semalam juga aku melihatnya seperti itu, seperti berhasil menemukan tapi bukan apa yang ia cari, bersama tapi tak mau semestanya dibagi. Aku sadar bahwa selama ini kisah yang ingin aku hidupi ialah cerita yang berisikan tubuh yang mati sebab dibunuh masa lalunya sendiri.

Aku tau, mungkin ia hanya butuh tempat bersandar. Tapi aku juga ingin bersama dengan orang yang bisa menerimaku, yang kedua tangannya sengaja dirakit untuk bisa mendekapku dengan erat, dengan yakin tanpa paksaan. Yang hatinya siap untuk pilu, untuk banyak hal kelam yang terjadi diluar kepala.

Siapa sangka, ia yang selama ini ada dikepalaku ternyata itulah racun yang sebenarnya. Tubuh yang kuanggap rumah ternyata riuh raga dan fikirannya. Padahal, aku ingin sekali menjadi sebaik – baik nya peran yang setidaknya bisa memberinya rasa tenang. Tapi tubuhnya masih enggan, enggan untuk aku redakan takutnya. Sampai pada akhirnya kamulah hal yang harus bisa aku lepaskan.

Sampai akhirnya itulah jadi akhir keberanianku,untuk membuat sebuah cerita bersama seseorang. Melepasmu membuatku berhenti untuk membagi semestaku pada manusia lain. Aku menemukan titik lelahku untuk terus berjalan, untuk bisa memulai perasaan dengan tanpa melibatkan hal – hal lalu.

Ta, aku sudah menemukan segalanya lewat perpisahan yang terkadang membuatku ingin meraung terus – terusan. Aku harus bisa menerima akan hal yang tak bisa aku miliki walau sekuat apa aku memilih untuk bertahan. Aku sudah mencoba banyak hal, walau akhirnya yang bisa aku terima ialah ucapan selamat tinggal. Terkadang aku merasa jika setidaknya aku bisa sedikit sabar, mungkin kita masih sama – sama tetap tinggal. Aku belum cukup siap kalau yang berhasil kamu temukan ialah apa yang tidak ada ditubuhku, namun ditubuh oranglain. Aku masih menunggu hari dimana kita berhasil dipertemukan. Aku masih berharap kau menghubungiku setelah aku dengar adzan magrib. Aku masih mengingat tempat – tempat kita berteduh saat hujan, dimana tanganmu ialah kehangatan yang bisa aku genggam seolah aku akan memilikimu selamanya. Aku masih menolak kalau semesta yang selalu menyuruhku untuk melupakan segalanya tentangmu, tentang jalan yang sepi, makanan kesukaanmu, langit yg menggambarkanmu, tempat – tempat yang sering kita lewati. Tapi aku harus mengudahi segalanya tentangmu, Ta. Karena aku harus terus berjalan dengan cerita yang tidak lagi bisa ada kamu didalamnya. Dengan meninggalkan tempat – tempat yang semula menyenangkan namun kini terasa menyakitkan. Aku akan belajar menjadi manusia lapang, yang tidak lagi harus merasakan kebingungan. Dan aku harus membuat hidup yang lebih baik, walau harus tidak ada lagi kamu didalamnya. 

Setidaknya setelah perpisahan, aku cukup tenang melihatmu berhasil menemukan tempat yang bisa membuatmu senang.

IoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang