part-3

12 2 0
                                    

Seminggu berlalu. Kini tiba saatnya kemah perpegak diadakan. Pagi-pagi sekali semua peserta dan panitia serta pembina pramuka berkumpul dihalaman untuk berdo'a sejenak dan pemberian pengarahan terkait kemah.

"Jaga kebersihan dan jaga sikap serta tingkah laku kalian selama di bumi perkemahan. Jangan sampai terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Kita adalah pramuka, kita harus bisa mandiri, paling tidak kalian bisa menjaga diri kalian sendiri." Ucap Pak Pujo selaku pembina pramuka.

Kini semua peserta memasuki bus mereka untuk menuju ke bumi perkemahan. Setiap bis ada beberapa pendamping dari DA. Dan ternyata di bis Ana didampingi oleh Citra, Putra, dan Radit. Mungkin pembagian pendampingnya sesuai pengampu kelas minggu kemarin.

Dita duduk didekat jendela, disamping kirinya ada Ana. Di depan mereka ada Bima dan Yoga teman sekelas mereka.
Dan 2 kursi di samping kiri Ana kosong, yang tiba-tiba saja diisi oleh Putra didekat jendela, dan Radit disebelahnya. Sedangkan Citra duduk didepan bersama Muti teman sekelas Ana yang kebetulan tidak memiliki teman duduk.

"jalan menanjak" tiba-tiba Bima bernyanyi. Kalo tidak salah itu lagunya om Tayo.

"Ini turunan ogeb" celetuk Yoga yang berada disampimg Bima. Yang lainnya hanya tertawa.

"Ini sebenernya mau kemah atau mau piknik sih, jauh banget perasaan" Dita bersuara setelah satu setengah jam perjalanan.

"Entahlah" Ana menimpali.

"Kak Radit, maaf mau tanya, ini masih jauh nggak sih?" Dita bertanya pada Radit yang ada disebrang Ana.

"Masih" balas Radit singkat.

"Ya ampun, ya udah deh gue tidur aja." Putus Dita.

Saat hampir semua penumpang bus- termasuk Dita dan Putra- tertidur, Ana masih sibuk chattingan dengan teman-teman smpnya waktu di Bandung. Dia cerita tentang teman-teman sekolahnya sekarang, tentang Jakarta, dan perjalanannya sekarang yang tengah menuju ke bumi perkemahan.

Di sebrang kursi Ana, Radit nampak gelisah mencari sesuatu. Ana yang menyadari gerak-gerik cowok itu pun bertanya,
"Maaf kak, ada apa?"

"Nyari ponsel" jawab Radit masih sambil terus memcari-cari.

"Emang tadi di taro dimana kak?" Tanya Ana. Kalo Radit ingat dimana ia terakhir meletakkan, siapa tau aja terselip di sekitar tempatnya tadi meletakkan.

"Ya kalo gue inget, gue nggak bakalan bingung gini" balas Radit.

Ana hanya nyengir, memang sedari tadi Radit tidak terlihat mengeluarkan ponselnya.
"Di misscall aja kak pake hape aku" tawar Ana, sambil menyodorkan ponselnya.

Radit menerimanya, dan segera memasukan beberapa digit angka lalu memanggilnya.

Suara dering handphone berbunyi, Ana dan Radit saling memandang, kemudian pandangan mereka berdua turun ke arah kaki kanan Radit. Tepatnya ke kantong celana kanannya yang berada didekat lututnya.

Ana menahan tawanya,hingga pipinya memerah, Radit segera mematikan panggilannya dari ponsel Ana ke ponselnya. Lalu mengembalikan ponsel Ana sembari berkata,
"Kalo mau ketawa ya ketawa aja"

Ana berusaha mengembalikan raut wajahnya agar terlihat biasa saja. Lalu menerima ponselnya yang disodorkan oleh Radit,
"Sama-sama kak" ucap Ana dengan tatapan yang masih tertuju pada Radit, setelah beberapa saat tidak ada tanda-tanda bahwa cowok itu akan mengucapkan terima kasih.

Radit menatap sebentar pada Ana, lalu kembali meluruskan pandangannya ke arah depan. Ana yang merasa jengkel dengan sikap Radit pun juga mengalihkan pandangannya. Ponselnya bergetar, Ana melihat ponselnya, ternyata balasan pesan dari temannya. Lalu ia melanjutkan chatting dengan teman-temannya di Bandung.

Scouting MomentsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang