Level 04 : Ice Cream You Scream!

1K 84 7
                                    

Tidak dibenarkan menjiplak, mengambil intisari, atau menyalin sebagian dan/ seluruh part dari cerita ini! Harap pembaca sekalian bekerja sama dengan penulis dalam melaporkan segala bentuk pencurian terhadap cerita kepada penulis, Terima kasih!

Follow di IG: Shilanoaph

Sophia melangkahkan kakinya dengan bahagia. Sesekali gadis itu memegang leher tempat kedua kalungnya tersemat, lalu menatap Miranda dalam diam. Wanita itu mrmang menyuruhnya untuk menjaga rahasia soal kalung ini, tapi ternyata Sophia terlalu senang sampai dia melupakan perjanjian itu.

Miranda menggelengkan kepalanya lemah. Sudahlah. Toh dia yakin tak akan melihat Sean dan Sophia lagi. Mereka berdua melangkah kearah Sean dan Keno yang sudah siap dengan pilihan mereka. Blazer yang tadinya berada di pinggang, sudah rapi terpasang di tubuh Sean.

Sementara Blazer satu lagi yang sedikit lebih kecil punya Sophia dilipat rapi dan dipegang oleh Keno.

Miranda tersenyum senang, "Nah begitu kan bag- Astagaa!"

Miranda menghentikan senyumnya saat melihat tingkah bocah didepannya ini. Keno dan Sean memang sudah mengambil pilihannya, tapi ternyata mereka berdua tak bisa lepas dari title menyebalkan.

"Kenapa yang kalian ambil semuanya ice cream?" Tanya Miranda ketus.

Keno, yang seperti biasa mendengar mamanya marah, mulai melontarkan alasan yang masuk akal, "Karna kami mau ini, kan tadi mama yang bilang kalau kami boleh ambil sepuasnya."

Miranda memijat kening, "Oke, tapi kenapa harus sebanyak ini." Miranda melihat ice cream yang ditumpuk-tumpuk di tanggan mereka sambil melotot.

Sean tersenyum penuh taktik. Bocah tampan itu menatap kearah Keno seperti menunggu persetujuan, sementara Keno, dia mengangguk-angguk pelan.

"Hem... pa-papa kami... suka es krim... jadi..." Sean yang berkata terbata-bata membuat Miranda semakin tak percaya.

Keno pasti menyuruhnya berbohong. Tapi, daripada berdebat, Miranda hanya menghela nafasnya dan mengambil keranjang disamping rak.

"Masukkan kesini. Kita akan bayar dan pergi. Aku harus nengobati lukamu juga dimobil nanti Sean."

Perkataan Miranda langsung disetujui oleh Sean sementara Keno menampilkan wajah cemberut, membuat Miranda bertanya-tanya.

"Ada apa?"

Keno hanya mengangkat bahu lalu melangkah duluan, meninggalkan mereka bertiga. Kening Miranda berkerut semakin dalam. Anaknya itu bertingkah aneh.

Mungkin dia bisa bertanya nanti.

Matanya kembali memperhatikan Sean dan Sophia yang sudah selesai memasukkan empat tumpukan es krim kedalam keranjang. Senyum ceria tetap terlukis di wajah mereka.

Dalam hati, Miranda mengerut tak suka. Sebenarnya dia tak suka membeli jajan sebanyak ini. Miranda beranggapan, anak-anak harusnya lebih banyak memakan sayuran dan makanan yang sehat, itulah kenapa Keno hanya dia beri jatah es krim disaat-saat tertentu saja.

Tapi, dia juga segan menolak Sean dan Sophia. Kedua anak ini mengalami hari yang berat. Miranda tak tahu sudah berapa lama perempuan norak bernama Aida itu memperlakukan mereka kasar, tapi yang jelas Miranda tahu bahwa setiap anak tidak akan pernah mau dibentak oleh orang yang lebih tua dari mereka.

Mungkin Sean maupun Sophia bersikap biasa saja diluar, namun Miranda bisa bertaruh hati mereka tak setegar itu.

"Sudah siap, tante" Sophia tersenyum lebar sekali lagi setelah mereka selesai memasukkan tumpukkan eskrim yang banyak tadi kedalam keranjang.

Miranda membalas senyum Sophia senang. Tak dia sangka, gadis mungil itu mampu menularkan senyumannya.

Miranda membungkuk sebentar untuk mengambil keranjang penuh eskrim besar dan banyak yang terletak ditengah Sean dan Sophia, lalu tangannya terkibas; mengisyaratkan kedua anak itu untuk mengikutinya.

"Kita kekasir sekarang."

****
Sampai dalam mobil, Keno tetap saja tak berbicara apapun. Anaknya itu hanya memandang jalanan dari jendela selama Miranda mengobati Sean.

Hal itu berbanding terbalik dengan Sean yang menatap Miranda penuh kekaguman.

"Kenapa menatap tante seperti itu?" Tanya Miranda lembut.

Sementara Sean yang ditanya tak berniat menjawab. Anak tampan seumuran Keno itu hanya tersenyum polos lalu menggeleng, "Tante keren bangeet~ Coba aja tante Aida sekeren tante, pasti papa makin cinta!"

Perkataan Sean membuat Miranda mengedipkan matanya cepat. Dia tak menyangka pikiran Sean sampai kearah sana. Menggeleng kecil, Miranda kembali meperhatikan Keno.

Bocah itu sedang menatap Sean dan Miranda bergantian. Lalu sedetik kemudian, Keno mengerutkan bibir dan sedikit meninggikan suaranya.

"Gaboleh! Memangnya mama aku mau nikah sama papa kamu? Enggak kan ma? Mama kan mamanya Keno!" Suara Keno yang meninggi membuat Sean terkesiap.

Jangankan Sean, Miranda saja terkejut Keno bisa berkata seperti itu. Ada apa dengan anak manisnya ini? Tak biasanya Keno uring-uringan seperti sekarang.

Berusaha tersenyum, Miranda menenangkan Keno yang masih menatap tajam Sean. Sementara Sean sendiri terlihat ingin menangis karna melihat teman barunya sudah memunculkan aura peperangan yang kelihatan tak dibuat-buat.

"Keno sayang. Pasti dong, mama jadi mamanya kamu. Kok kamu bilang gitu sih, nak?"

Miranda mengelus kepala Keno sayang. Apa Keno lapar, ya? Ujar Miranda dalam hati. Bayi besarnya itu memang sering uring-uringan jika lapar. Miranda melirik jam tangannya, lalu tersikap. Pantas saja!

Ini sudah jam tiga siang!

"Kita makan dulu sebelum pulang ya Sean, Sophia. Kalian tahu alamat rumah kaian kan?" Tanya Miranda pelan.

Sean mengangguk, "Tau tante, kami tinggal di Saint Lorrensius"

Tanpa sadar mata Miranda terbelalak. Saint Lorrensius? Itu adalah nama perumahan kedua terbesar dan termewah yang berada di New York ini.. dan mereka tinggal disitu? Wah wah wah. Miranda tak sabar melihat seperti apa Ayah mereka.

"Sebaiknya kita telfon papa kalian dulu agar dia tidak panik."

Miranda mengeluarkan ponselnya dari dalam tas dan menatap Sean, "Apa kalian tahu nomornya?"

Sean mengangguk cepat dan mulai menyanyikan nomor ponsel yang sudah dimodifikasi menjadi lagu agar mudah diingat.

Tapi ternyata saat Miranda menelfon, ponsel tersebut tidak aktif, membuat Miranda mengerutkan keningnya.

"Nomor nya tidak aktif."

"Mungkin papa lagi sibuk, tante." Kali ini Sophia membuka suara. Gadis itu sedikit melongokkan kepalanya ke bangku depan, "Biasanya ponsel papa tidak aktif jika dia sedang rapat, atau sedang berduaan dengan tante Aida."

Pernyataan polos Sophia membuat pipi Miranda memerah malu karna pikirannya dipenuhi adegan-adegan yang kemungkinan dilalukan oleh ayah mereka dan Aida berdua hingga ponsel harus dimatikan.

Tapi yasudah lah, toh Miranda sudah berniat menelpon. Salah sendiri dia tidak mengangkat.

Tatapan Miranda kembali tertuju pada ketiga anak yang berada dalam mobilnya saat ini

"Apa kalian mau makan pangsit, tidak? Tante dan Keno tahu tempat makan pangsit terenak di seluruh dunia!" Miranda sengaja menaikkan nada suaranya khas-khas SPG yang sering ada di mall.

Dia juga sengaja menyebut tempat makan pangsit yang Keno suka. Anaknya itu biasanya selalu gembira saat dia mendengar Miranda ingin mengajaknya makan pangsit.

Tapi kali ini, jangankan gembira, menatap Miranda saja Keno enggan. Pria mungil itu hanya memalingkan wajahnya, seakan-akan ada pemandangan yang jauh lebih indah diluar jendela.

"Mau tante! Aku dan Sophia juga suka pangsit. Iyaka, soph?" Pertanyaan riang Sean sekali lagi menyadarkan Miranda dari pikiran gusarnya terhadap diamnya Keno saat ini.

Miranda tersenyum manis, "Oke. Pasang seat belt kalian. Kita berangkat!"

TRAPPED IN LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang