"Mama..."
Bisikan itu pelan, seperti tidak bertenaga, namun dapat membuat Miranda langsung terjaga dari tidurnya. Dilihatnya Keno yang saat ini sedang berada di atas tubuhnya. Pria kecil itu mengalih fungsikan dada Miranda yang tergolong besar sebagai bantal kepala. Namun yang membuat Miranda terjaga bukan berat Keno yang membuat dadanya sesak, namun keadaan putra satu-satunya tersebut.
Tangan Miranda mengelus rambut Keno yang berantakan. Pipi tembamnya yang memerah dan hidung mancungnya yang berair sedikit membuat Miranda terenguh.
Bukankah semalam keadaan Keno sudah sedikit membaik? Kenapa panasnya semakin meninggi?
Miranda melihat jam dinding yang ada di kamar besar Keno. Jam enam pagi. Apa ada klinik dokter yang buka jam segini? Haruskah Miranda ke rumah sakit?
"Sayang, apa kau kedinginan?" Tanya Miranda sembari mengangkat Keno untuk tidur di bantal miliknya sendiri. Posisi tidur Keno yang menimpa dirinya pastilah tidak nyaman. Biasanya anaknya itu memang selalu menempel kepada Miranda jika dia sedang sakit atau sedih.
Tangan Miranda mengambil selimut tebal dari lemari dan membungkus tubuh Keno sampai ke batas leher anak kecil itu. Lalu dia mengurut dahi Keno yang mengerut hingga Miranda merasa anak itu rileks. Setelah rileks, tidak butuh lama buat Keno untuk masuk ke alam mimpi dan kembali tertidur pulas.
Miranda menarik laci nakas dengan gerakan pelan, tidak ingin membuat suara ribut yang berlebihan. Diambilnya sebuah plester demam dan ditempelkannya plester tersebut ke dahi Keno yang sekarang sudah mempunyai bekas urutan berwarna merah. Setelah itu, Miranda dengan gerakan hati-hati mengambil ponselnya dan bangkit dengan hati-hati untuk menjauh dari kasur Keno.
Perempuan berusia dua puluh satu tahun itu menekan sejumlah nomor yang dihapalnya luar kepala lalu membawa ponselnya ke telinganya. Dengan sabar, Miranda menunggu sampai suara berat seseorang pria terdengar di telinganya.
"Halo?"
"Halo. Ini aku." Mata Miranda melirik Keno yang masih terlelap di atas kasur dengan tatapan prihatin. Dia memang tidak pernah tahan jika terjadi sesuatu pada anak nya itu.
"Iya aku tahu, Miranda. Ada apa menelpon sesubuh ini?"
"Apa kau tahu klinik dokter yang bisa kukunjungi sekarang? Keno sakit." Tanya Miranda tanpa ingin menjelaskan panjang lebar alasan Keno sampai sakit.
Pria diseberang sana hanya menghela nafas lalu berkata, "Bagaimana kondisinya sekarang?"
Miranda tidak langsung menjawab. Perempuan itu melangkah ke dekat Keno dan mengukur panas anak kecil itu dengan telapak tangannya, "Dia mengigil. Tubuhnya panas sekali, aku takut."
"Tenang lah dulu. Apa kau sudah meminumkan paracetamol?"
"Sudah." Jawab Miranda cepat sambil mendecakkan bibirnya, "Jawab saja pertanyaanku. Apa kau tidak punya kenalan dokter yang membuka klinik nya sepagi ini?"
Miranda tidak suka berlama-lama menghubungi pria ini. Kalau bukan karena Keno yang sakit, Miranda bahkan tidak sudi untuk mempunyai hubungan lagi dengannya. Nomor lelaki ini saja tidak dia simpan di daftar kontak ponselnya.
Lelaki di seberang sambungan telepon itu menghela nafas lagi, "Bawa saja dia ke rumahku. Aku akan memeriksanya."
"Aku tidak mau kau. Kalau kau memang tidak bisa membantu, akan ku tutup panggilannya-"
"-Tunggu."
Sesaat sebelum Miranda ingin menekan tombol merah pada layar ponselnya, lelaki itu berseru lagi. Kali ini Miranda hanya melihat ponselnya dengan tatapan jijik. Seolah-olah, dia sekarang sedang berhadapan dengan pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRAPPED IN LOVE
RomanceMiranda Violet sangat tidak menyangka kemurahan hatinya membantu dua orang anak kecil berparas imut membawanya kesebuah hubungan memusingkan dengan seorang pengusaha tambang bernama Robert Noarch. "Aku tak percaya kau berani datang kesini, dasar pen...