Ruangan itu tampak sangat luas dengan meja panjang berkursi sepuluh yang mengelilinginya. Furnitur-furnitur mewah kelas atas dan lukisan dari penulis ternama pun terpajang di setiap dinding ruangan berwarna abu-abu rokok tersebut.
Langit sudah gelap dan mulai merintikkan deras hujannya, hal itu semakin mendinginkan hawa di dalam ruang rapat besar yang saat ini hanya ditempati oleh satu orang pria saja.
Pria itu tampak sibuk mengetikkan sesuatu pada laptopnya sambil sesekali menghela nafas lelah dan mengurut keningnya. Penampilannya pun sudah tak diragukan lagi buruknya. Jas hitamnya sudah disampirkan di kursi kosong yang berada tepat di sampingnya, kemeja putih pria itu pun sudah tak beraturan.
Robert mendecak malas. Pekerjaannya tak habis-habis, masih banyak yang harus dijumlahkan, berbagai macam dokumen yang harus ditelaah, belum lagi bahan presentasi untuk besok yang belum dia kerjakan.
Sebenarnya, alasan tugasnya menumpuk seperti sekarang dikarnakan dua pekan ini dia selalu sibuk dengan Aida. Calon istrinya itu benar-benar menyita waktunya dengan segala macam topik urusan pernikahan.
Sangkin tidak punya waktunya, Robert bahkan tidak sempat untuk memberi perhatian pada Sean dan Sophia.
Kedua anaknya itu selalu sudah terlelap saat dia berada di rumah. Itu lah kenapa akhir-akhir ini urusan menjaga anak dipercayakan Robert pada Aida.
Memikirkan kedua bocahnya, dia jadi tersenyum sendiri. Biasanya, disaat-saat memuakkan seperti ini, anak gadisnya akan datang sambil mendobrak pintu hanya untuk mengoceh yang tak penting -yang akhirnya dimarahi oleh Sean dengan teriakan 'jangan ganggu papa' andalannya-.
Namun sepertinya gadis kecilnya itu sedang marah. Semalam Sophia memarahinya karena dia selalu tak punya waktu menjemput gadis itu dan Sean di sekolah. Bukan rahasia besar, kedua anaknya itu memang memasang sikap defensif jika ada Aida.
Robert tentu menganggap hal tersebut adalah lumrah. Sebentar lagi, Aida akan menjadi bagian dari keluarga mereka, dan tentu saja Sean dan Sophia perlu membiasakan diri.
Lagipula, Robert memang sedang sibuk-sibuknya.
Hari ini pun, janjinya kembali terlanggar. Dengan berat hati, Dia memang harus memberi tugas menjemput anak kepada Aida akhir-akhir ini.
Setidaknya sampai tugas-tugasnya yang menumpuk ini bisa sedikit berkurang.
Calon istrinya itu juga menyangkupi. Aida bahkan tampak senang saat Robert meminta tolong padanya.
Mengingat hal itu, senyum kembali timbul di wajahnya. Aida memang adalah calon istri sempurna-
"Permisi, pak."
Sebuah panggilan dari arah pintu mengalihkan lamunannya. Mata Robert menajam saat melihat Regina, sekretarisnya yang sudah lima tahun ini bekerja dengannya, kelihatan cemas.
Robert menegakkan punggung, "Ada apa?" Tanyanya.
Mata Regina melirik kearah pintu, "Itu... ada Bu Aida-"
"-Aida?" Potong Robert. Pria itu tersenyum senang. Jika Aida sudah pulang, berarti Sean dan Sophia ada disini, pikirnya singkat.
Robert sebenarnya sedikit bingung kenapa Aida tak langsung membawa kedua anaknya pulang ke rumah. Tapi berhubung dia juga sedikit rindu pada Sean dan Sophia, jadi Robert menghiraukan pikiran anehnya.
"Jika itu Aida, kenapa tidak langsung masuk saja?" Tanya Robert kepada Regina.
Calon istrinya itu memang sudah diberikannya akses untuk masuk kedalam kantornya kapanpun. Itulah yang membuat Jeremiah, sepupunya, sedikit kesal akan pengaturan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRAPPED IN LOVE
RomanceMiranda Violet sangat tidak menyangka kemurahan hatinya membantu dua orang anak kecil berparas imut membawanya kesebuah hubungan memusingkan dengan seorang pengusaha tambang bernama Robert Noarch. "Aku tak percaya kau berani datang kesini, dasar pen...