Chapter 9

1.4K 96 0
                                    

"Aku ke toilet bentar ya." Kata kaffa sembari beranjak dari kursinya dan berjalan keluar restoran. Dia berjalan ke arah toilet namun langkahnya terhenti saat ia hendak berbelok ke toilet. Ia melihat son dan salsa sedang berbicara tak jauh dri tempatnya sekarang. Ia berjalan perlahan-lahan supaya mereka tidak melihatnya dan berbelok masuk kedalam toilet. Namun baru saja kaffa melangkahkan kakinya, rasa penasaran menyerbunya. Ia ingin tau apa yg dibicarakan sahabatnya itu. Ia pun berbalik dan sedikit mengintip dari balik tembok.

Meskipun tidak bisa mendengar pembicaraan mereka, kaffa tahu dri sikap son. Son tampak gusar. Apa yg terjadi?! Apakah mereka benar-benar pacaran?! Kenapa son terlihat tertekan seperti itu.  Pikiran kaffa melayang namun kembali dengan cepat ketika ia melihat son dan salsa berciuman.

Ok sudah cukup mengintipnya. Kaffa masuk ke dalam toilet sambil mengumpati mereka. Bisa-bisanya mereka berciuman di tempat umum. Kaffa menarik nafas dalam untuk menenangkan dirinya.

Tenang Kaffa, kau tidak boleh cemburu. Mereka sudah pacaran apa salahnya berciuman. Tapi kenapa son tidak pernah bilang bahwa dia dan salsa sudah pacaran. Biasanya son menceritakan semuanya kepadaku bahkan hal-hal yg tidak penting sekalipun, batin kaffa.

Kaffa keluar dari toilet. Dia tidak melihat son dan salsa lagi di tempat tadi. Kaffa bertanya-tanya apakah mereka pergi ke tempat yg lebih sepi untuk melanjutkan ciuman mereka. Pertanyaannya terjawab ketika ia melihat son sedang duduk di kursinya tadi. Ia sangat senang karena son tidak pergi dengan salsa namun di sisi lain ia masih kesal dan cemburu terhadapnya. Tapi ia harus bersikap normal di hadapan teman-temannya dan son.

Sayangnya usaha kaffa untuk bersikap normal tidak berhasil terhadap son. Son sudah sangat mengenal kaffa dgn baik. Semenjak keluar dari toilet, son sudah menaruh curiga dengan tatapan mata kaffa terutama ketika mereka saling berkontak mata. Kaffa terlihat diam dan seperti menghindarinya. Ketika son mencoba berbicara dengannya, kaffa hanya diam dan mengganguk lalu mengubah topik sambil berbicara dengan temannya yg lain.

Pada saat mereka pulang. Son dan kaffa memutuskan untuk pulang dengan taksi. Jadi mereka menunggu di depan mall untuk mencari taksi sementara yg lainnya pulang duluan. Ini saat yg tepat bagi son untuk berbicara dengan kaffa.

"Kaffa?!" Panggil son.

"Hmmm?" Ujar Kaffa masih acuh.

"Ada apa denganmu? Dari tadi kau kelihatan cemberut."

"Siapa? Aku?", kaffa menoleh sebentar lalu kembali melihat jalanan lagi. "Tidak. Aku tidak cemburu."

"Siapa yg bilang cemburu? Aku bilang cemberut kok."

Kaffa terdiam sambil mengumpat mulutnya yg keceplosan itu.

"Kaffa!!" Tiba-tiba seseorang memanggilnya dan kaffa pun mencari sumber suara itu.
Terlihat seorang pria tinggi berkulit sawo matang menghampirinya.

"Kaffa kan? Wah.. udah lama ya gak ketemu."

"Amat." Kaffa terkejut melihat Amat. Sekilas kenangan masa lalu terlintas di pikirannya. Rasa yg sama setiap kali melihat Amat merambat keseluruh tubuhnya.

"Bagaimana kabarmu sekarang? " tanya Amat.

Kaffa memberanikan diri untuk berbicara dengannya.

"Aku baik. Bagaimana denganmu? "

"Aku juga baik." Amat menoleh melihat son lalu kembali menatap kaffa sembari mendekatkan mulutnya ke telinga kaffa.

"Apa dia pacarmu?" Bisik Amat sambil tersenyum nakal.

Kaffa merinding lalu mundur selangkah untuk menjauhkan kepalanya dari Amat.

"Emmm... dia son. Dia temanku.
Son dia Amat. Kami satu sekolah dulu." Kata kaffa saling memperkenalkan mereka.
Son dan Amat saling berjabat tangan.

My Friend My Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang