Mencari

26 11 0
                                    

Sesuai rencana kemarin. Hermes akan menemui Paris guna berkenalan , dan setelah itu ia akan membawanya berjumpa langsung dengan sang dewa Zeus yang agung.
Pagi-pagi buta dewa pembawa pesan ini sudah bersiap dengan kudanya untuk menuju Sparta. Sengaja ia menyamar sebagai saudagar. Agar tak dicurigai oleh rakyat disana. Hermes mulai menunggangi kuda hitam itu. Detik itu juga kudanya melaju kencang.
Perjalanannya melewati sungai berarus kencang dan curam sekali jalanannya.
Seberapapun bahaya dalam perjalanan, kuda tersebut mampu melampaui nya. Tentu saja. Kuda dari seorang dewa.
Jarak Hermes untuk menuju Sparta kian dekat. Hanya satu kali lagi melewati hutan belantara yang lebat pepohonan Pinus dan Cemara.
Dari ujung negri Sparta, rumah penduduk mulai berceceran. Hermes memelankan laju kuda. Perlahan memasuki tanah Sparta.
Seperti biasa, disini pasti diduduki dan dipadati para pedagang. Macam-macam berdagang, seperti barang antik dan makanan. Terdapat pula gubuk kecil yang melengkapi. Biasanya itu digunakan oleh para Oracle atau yang disebut juga sebagai peramal.
Pandangan dewa ini tak henti-hentinya memerhatikan sekitar. Hingga tanpa sadar, kudanya tak sengaja menginjak roti milik pedagangan.

“hei! Tak sopan sekali kudamu itu!” bentak pedagang paruh baya memarahinya. Hermes menghentikan kudanya agar tak berjalan.
Ia melongok ke kaki kudanya itu. benar, ada roti yang terinjak.

“maaf nyonya. Kuda saya ini tak sengaja.sekali lagi mohon maaf.” ucap Hermes meminta maaf.

Wanita itu berkacak pinggang. Wajahnya merah padam kesal. Masalah roti ini adalah bahan jualan. Ia berdecak, “ Ck. Atas perbuatan kudamu ini, saya menjadi rugi.”

Hermes mengernyit. Hanya sebuah roti saja yang terinjak, maka harus ganti rugi?
Matanya melihat ke jualan wanita itu. Ada banyak roti. Dan kenapa hanya karena sebiji, ia harus ganti rugi. Kehilangan satu roti tak akan membuat wanita itu miskin kan

Tapi karena Hermes adalah seorang dewa, baiklah ia akan tanggung jawab atas perbuatan kuda hitam ini.
Ia mengeluarkan koin emas yang berada dikantong sisi jubahnya. 15 koin emas diberikan ke wanita itu.

Melihat ekspresi nya, wanita itu nampak senang. Matanya berbinar dan senyumnya sumringah. “oh anak muda. Terimakasih banyak. Lain kali lagi berkunjunglah kemari.” tiba-tiba saja nada bicara menjadi lembut tanpa bentakan.

Hermes tersenyum sinis. Dasar Manusia, jika diberi sesuatu yang berharga maka dengan sangat drastis berubah menjadi lembut. Ia menggeleng-geleng saja.  Kemudian menepuk kudanya untuk melaju lagi. Tak menghiraukan wanita itu yang kini tengah senang, terus menerus memandangi koin emas dari Hermes hingga tak sadar bahwa Hermes dan kudanya telah pergi.

2 jam sudah terlewati, kini Hermes berada di depan istana Menelaos yang berdiri kokoh nan megah. Didepan gerbang dijaga oleh prajurit demi menjaga keamanan istana.

Hermes berpikir, jika ia meminta izin kepada prajurit itu untuk masuk jelas saja tak dibolehkan. Kini statusnya adalah saudagar biasa, mana bisa prajurit itu dengan entengnya mengizinkan masuk. Bagi mereka jika ada seseorang asing ingin memasuki istana maka tak dibolehkan. Kecuali jika ada perintah dari sang raja. Rakyat kalangan bawah pun tak sembarangan masuk istana.

Namun kemarin, saat Hermes pertama kali melihat Paris di lapangan istana, ia sengaja terbang. Tak perlu susah-susah menyamar ataupun menaiki pagar istana yang menjulang tinggi.

Hermes turun dari kudanya. Ia tak jadi masuk melalui gerbang utama istana. Lebih baik jika ia melewati pagar tinggi dengan cara terbang, namun terlebih dahulu ia melihat kondisi sekitar. Sepi tak ada orang, barulah ia akan terbang.

Hermes terus menyusuri dinding pembatas yang terbuat dari batu besar-besar yang disusun sedemikian rupa. Semakin jauh dari keramaian, hingga tibalah ia perbatasan hutan.
Kondisi nya cukup aman dan sepi. Hermes tak menyia-nyiakan waktu, ia segera terbang melewati pagar batu yang tinggi itu.
Dari ketinggian, Hermes melihat prajurit yang berjaga dan lalu lalang disana.
Design istana yang berbelok-belok dan luas. Matanya melihat taman bunga yang indah. Dalam benak nya bertanya, dimanakah Paris sekarang?

Laju terbangnya dipercepat untuk tiba dilapangan. Siapa tahu saja Paris kini sedang berlatih memanah. Namun sampainya disana, lapangan nampak kosong. Tak ada siapapun.
Hermes turun, berniat mencari Paris dengan berjalan kaki. Mungkin saja Paris berada di kamarnya. Ia mengubah tampilannya menjadi seorang pengawal.

Hermes menyusuri lorong, banyak sekali cabang belokan membuat Hermes pening sendiri. Ia hanya berbelok menggunakan insting. Sampainya dilorong yang berdekatan dengan jendelan besar, disana berjajar bilik-bilik yang herannya nampak sama. Mulai dari pintu, warna dan gagang pintu.

Hermes menepuk jidatnya. Sial. Ia tak tahu harus membuka kamar yang mana. Ia takut jika nantinya yang ia buka adalah kamar orang lain.

Cekrekkkkk

Hermes membuka asal pintu kamar. Ia memilih kamar paling pojok lorong.
Pintunya terbuka. Tak ada suara orang pun. Karena penasaran Hermes pun masuk kedalam.




“siapa kau?!”

PERANG TROYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang