#AREGAS SERIES 1
"Hi, my name is Alfa. The leader of the Bla Skygger gang. Lo belum tau nama gue, kan? Dan lo juga belum tau siapa gue, kan?" Alis Alfa naik satu.
Namanya April Anastasya. Hidupnya di sekolah dalam bahaya sejak dia menolong teman sek...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mobil grab berwarna hitam berhenti di depan gerbang besar berwarna hitam rumah April. Gadis itu keluar dari dalam mobil, lalu mulai melangkah masuk ke dalam.
Tubuhnya terasa sangat lelah. Berlarian bersama Rafa benar-benar menguras semua tenaganya. Apalagi sebelum kejadian itu Ia juga sudah mendapatkan lelahnya pikiran. Lengkap sudah semua yang Ia rasakan malam ini.
Pintu gerbang terbuka setelah April membunyikan lonceng yang tergantung. Pak Odi yang merupakan satpam rumahnya terkejut melihat anak majikannya baru pulang.
"Non April, baik-baik aja?" tanya Pak Odi yang langsung mendapat anggukan lemah dan senyuman tipis dari April.
"Saya baik-baik aja, Pak." April kembali melangkahkan kakinya ke dalam. Pintu gerbang terdengar dari arah belakangnya sudah di tutup kembali oleh Pak Odi.
Sesampainya di depan pintu rumah. April melihat jarum jam yang melingkar di tangan kirinya menunjukan pukul sebelas lewat lima belas menit. Dua jam lebih Ia membantu Rafa lari dari inti geng Skygger.
April membuka pintu rumahnya yang ternyata belum di kunci. Padahal Ia sudah bersiap untuk menekan beberapa digit angka password.
Melangkahkan kakinya masuk ke dalam. Ruangan gelap menyambut ke datangannya. Tangan April meraba-raba sekitarnya agar tidak menabrak sesuatu.
Sesampainya di ruang keluarga tiba-tiba lampu menyala. April menyipitkan matanya saat silaunya cahaya masuk ke dalam pupil matanya.
"Kok, baru pulang, Pril?"
April membuka mata. Melihat Icha berdiri di dekat dinding dengan tangan memegang saklar dan Regan duduk di single sofa dengan kaki kiri menyilang di atas kaki kanan. Tatapannya menyorot April tajam seakan siap mengintrogasi gadis itu yang baru pulang.
Laki-laki itu pikir April akan takut, padahal tidak sama sekali. Kemarahan Regan tidak semenyeramkan kemarahan Afgan yang memiliki pribadi yang pendiam. Regan terlalu sering menunjukan emosinya, sedangkan Afgan jarang sehingga Ia sulit menebak ekspresi di wajah kakaknya.
"Ada masalah di jalan," jawab April, melangkah mendekat duduk di single sofa di hadapan Regan, lalu menuang minuman berwarna merah muda ke dalam gelas.
"Masalah apa? Motor kamu kemana? Mba ngga denger suara motor masuk garasi." Icha melangkah mendekat mencecar berbagai pertanyaan dan ikut duduk di sofa panjang dekat April.
April menyudahi kegiatan meminumnya, Ia letakan gelas di atas meja, lalu menoleh ke arah Icha. "Nolongin orang sebentar. Abis itu di jalan pulang ada masalah sama motornya. Sekarang lagi di bengkel."
"Tapi, kamu ngga papa, kan?" tanya Icha menatap April dari atas sampai ke bawah.
"Seliatnya, Mba Icha, aja gimana?" balas April seraya mengangkat bahunya, lalu bersandar pada sandaran sofa.
"Berantakan," jawab Icha terdengar ragu di telinga April.
April meneliti penampilannya dari atas sampai ke bawah. Membenarkan ucapan Icha kalau dirinya terlihat sangat berantakan. Rambutnya sedikit lepek karena keringat berlarian tadi.