•| Prolog |•

358 180 17
                                    

Meletakan pensil ke atas meja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Meletakan pensil ke atas meja. Seorang gadis kecil berusia sepuluh tahun yang saat ini duduk di kelas empat SD tampak merenggangkan otot-otot pada tubuhnya setelah empat jam lamanya berkutat pada tugas rumah yang di berikan oleh gurunya di sekolah.

Kemudian, Ia mulai mulai merapikan meja belajarnya dari buku-buku dan alat tulis yang berantakan.

Ia menoleh ke arah dinding melihat jam yang menunjukan pukul sebelas malam. Sudah hampir tengah malam. Mengeluh sesaat atas tugas yang sangat banyak dan akan di kumpulkan dalam waktu dekat.

Gadis kecil itu beranjak berdiri, berjalan menuju nakas putih yang terletak tepat di samping ranjang.

Menghela napasnya saat melihat isi dalam gelas itu kosong. Rasanya Ia sangat malas untuk berjalan keluar kamar menuju dapur.

Menoleh ke arah pintu, dari celahnya Ia melihat keadaan di luar kamar yang sudah gelap. Lampu-lampu di rumahnya sudah di matikan. Kedua orang tuanya sudah kembali ke kamar setelah menonton TV di ruang keluarga.

Tenggorokannya butuh cairan. Ia tidak akan bisa tidur jika belum minum. Terpaksa kakinya melangkah keluar dari kamar. Di antara gelapnya malam, Ia berjalan di lorong rumahnya menuju dapur.

Matanya menyipit melihat pintu di samping kamarnya terbuka sedikit dan lampunya masih nyala terang. Gadis itu berjalan mendekat. Berniat menggoda kakaknya yang mungkin saja sedang video call dengan pacarnya.

"Kak!" seruannya meredam tatkala Ia melihat sosok kakaknya dengan mata melotot, lidah menjulur dan kulit seputih pucat tergantung di atas ranjang.

Prang!

"AAAAA!!!"

Gadis itu berjalan mundur sampai tubuhnya menabrak dinding. Tubuhnya bergetar ketakutan. Kakinya lemas seperti jeli. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat.

"Ana?"

"Ana, kamu kenapa?" Airani mendekat dengan wajah khawatir. Bersimpuh di depan tubuh putrinya dengan sorot mata cemas.

Gadis kecil itu tidak menjawab. Pandangan matanya hanya tertuju pada satu arah. Airani mengikuti dengan penasaran. Seketika matanya melebar melihat keadaan putri satunya.

"ALICE!" Airani berlari mendekat sambil meneriaki nama Alice. Menangis keras melihat tubuh putrinya tergantung.

"ALICE!"

"Ana? Kenapa?" Aldian berjalan cepat dengan wajah cemas setelah mendengar teriakan istrinya dan juga putri bungsunya.

Sama seperti Airani, Aldian mengikuti arah pandang Ana yang melihat ke dalam kamar Alice. Matanya juga melebar dan segera berlari ke dalam.

"Alice!"



Ana menangis tersedu-sedu di dalam dekapan Airani. Kini, mereka tengah berada di depan ruang UGD. Aldian dan Airani segera membawa Alice ke rumah sakit agar cepat mendapat pertolongan.

Why Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang