Langit di luar kelabu mendung sejak jam tiga sore dan sekarang malam telah tiba tapi gerimis masih saja setia menemani, jam menunjukkan pukul enam sore. Cuaca di luar kantor yang sedang gerimis tidak dapat memprediksi kapan gerimis akan berhenti, entah sebentar lagi atau akan menjadi gerimis panjang hingga malam.
Pikiran Kanaya masih melalang buana, pandangan matanya menatap kosong layar komputer diatas meja kubikelnya. Terus seperti itu selama beberapa menit sebelum sebuah tangan yang menyentuh pundaknya mengagetkannya.
"Nay!"
Kanaya tersentak lalu langsung menoleh ke sumber yang mengagetkannya.
"Lo kenapa? Udah hampir dua minggu lo kayak gini. Kayak zombie. Ga punya arah. Lo kayak robot. Kalo ada masalah coba cerita," tegur Mbak Ratih, Ketua Tim Kanaya di Divisi Marketing. "Gue bisa jadi pendengar kalo lo butuh tempat untuk bercerita,"
Kanaya tersenyum sedih. "Iyaa, Mbak,"
Mbak Ratih tersenyum memaklumi. Di usapnya punggung wanita didepannya perlahan. "Kalo lo mau cerita, gue siap kapan aja. Gue nggak maksa lo kudu cerita kok. Udah jam pulang nih, lo ga pulang?"
Wanita berambut hitam sepunggung tersebut melihat ke arah jam dinding kemudian menganggung perlahan. "Mbak duluan aja, Gue habis nyelesein ini bentar baru balik,"
"Yauda, gue duluan ya. Lo harus makan Nay. Jangan sampai lo skip. Lo tambah kurus belakangan ini,"
Kanaya mengangguk lemah.
Sepeninggal Mbak Ratih, Kanaya menghembuskan napas pendek. Ia melihat ke arah layar komputernya yang menyala. Wanita itu kemudian menggerakan kembali jemari - jemari lentiknya pada tuts – tuts keyboard.
Setelah setengah jam selesai menyelesaikan pekerjaannya, dengan segera Kanaya mematikan komputer di kubikelnya. Matanya memandang ke sekeliling dan ternyata tinggal dirinya seorang di timnya yang masih berada di kantor, cukup masuk akal karena saat ini sudah hampir jam setengah tujuh malam. Matanya memandang ke handphonenya yang tergeletak di mejanya. Setelah menimbang cukup lama, ia meraih gawai tersebut untuk mengeceknya. Belum ada balasan dan belum di read sama sekali, padahal Kanaya telah mengirimkan chat tersebut dini hari.
Air mata Kanaya kembali keluar dari pelupuk matanya tanpa persetujuan. Ia sudah berusaha melupakan dan move on namun susah. Hatinya masih berdegup untuk Elang walau rasa kecewa itu ada. "Bego, ngapain lu nangis lagi, Nay!" makinya lirih.
*
Hari Sabtu.
Harusnya hari ini Kanaya berada ke kediaman kedua orang tuanya, tapi ia belum siap. Masih ada beberapa hal yang harus ia selesaikan sebelum bisa menginjakkan kaki di rumahnya. Mengingat sudah sekitar tiga kali Kanaya mencoba menghubungi Elang tetapi nihil, tidak ada jawaban. Media sosialnya pun tidak ada updatean apapun.
Jemari Kanaya lincah membuka profil teman – teman kantor Elang yang ia kenal untuk mencari tahu beritanya sebelum mencari tahu lewat teman – teman Elang yang lain, setidaknya tangkapan kamera sosok Elang walau hanya siluet atau suaranya saja tidak apa – apa untuk menghilangkan kecemasan yang dirasakan perempuan berusia 26 tahun ini.
Berselancar di internet setelah lebih dari setengah jam, mata Kanaya terpaku pada video story salah satu teman kantor Elang. Di video tersebut terlihat kamera mengarah ke pintu masuk, ketika pintu tersebut terbuka, muncul dua orang, salah satunya adalah orang yang sangat ia kenal, dan seorang lagi wanita yang tidak ia ketahui siapa. Kedua orang tersebut bergandengan tangan ketika masuk, tidak, lebih tepatnya sang wanita mengaitkan tangannya pada lengan pria itu. Namun sang pria tidak keberatan sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Redémarrer
ChickLitKarena hati juga punya batasan atas segalanya. Bukan menyerah, namun berdamai, berhenti dan menghadapi kenyataan, menutup lembaran terakhir yang sudah usai dan membuka lembaran baru.