Hola guys, it's been 3 weeks or almost a month (?) since I updated the last chapter. Semoga kalian masih ada yg nungguin crita ini ya hehe. Iya aku sibuk sama real life kemarin-kemarin, ada kerjaan yg emang harus di selesaikan and I already said on chapter 6 that I would be busy for the next 2 weeks. Planning awal sih semua bakalan di kelarin dalam 2 minggu, eh ternyata molor. Mohon maaf sekali lagi. Trus tadi login kesini gabisa bisa mo nangis rasanya, padahal email sm password bener, akhirnya bisa masuk jg.
Gamau berlama-lama lg, hope you enjoy this chapter.
Flat apartemennya masih gelap ketika ia menginjakkan kaki di dalam apartemennya. Untungnya penerangan dari gedung-gedung di luar masuk melewati balkon apartemennya jadi tidak terlalu gelap. Dengan segera dia meletakkan ponsel miliknya di meja rias kemudian melompat keatas kasurnya sambil merebahkan seluruh tubuhnya yang lelah.
Wanita itu menutup wajahnya dengan menggunakan lengannya kemudian menghela napas berat. Lelah sekali rasanya, tak cuma tubuhnya namun jiwa dan pikirannya juga lelah. Matanya memejam, berharap alam mimpi segera membawanya sebentar saja untuk pergi dari dunia nyata.
"Brengsek brengsek brengsek," gumamnya lirih.
Dia sudah bertekad, dan dia akan melakukannya sebisa mungkin. Air matanya kembali menetes begitu saja, sama seperti hari – hari sebelumnya.
————— ✻ —————
"Kamu dari mana?" tanya manusia di depannya dengan dingin.
Wanita tersebut hanya diam mematung. Bibirnya terkunci rapat.
"Aku tanya lagi sama kamu, Nay. Kamu dari mana?" desis lelaki di depannya.
Kanaya masih berpendirian teguh untuk tidak menjawab.
"Naya!" bentaknya.
Wanita itu tersentak kaget. "Apaan sih!"
"Aku telfon kamu bolak balik dan ngga ada jawaban, aku telfon temen-temenmu hasilnya juga nihil! Kamu ngapain ke clubbing? Aku cari kamu di tiap club yang aku tau tapi kamu gada. Kamu gatau gimana frustasinya aku, Nay!" Elang mendesis frrustasi.
Pria di hadapan Kanaya memang Erlangga, mantan tunangannya. Penampilannya acak – acakan. Wajahnya begitu frustasi. Entahlah Kanaya juga bingung kenapa Elang berdiri di hadapannya di pagi buta seperti ini.
"Hp aku mati," jawab Kanaya berusaha secuek mungkin. "Ngapain kamu cariin aku?"
Netra Elang menelisik setiap inci diri Kanaya kemudian setelah puas netra tersebut mencoba untuk berkomunikasi dengan netra milik Kanaya. "Aku gamau kamu ke tempat kayak gitu, Nay. Aku mohon, jangan kesana lagi ya. Aku gamau kamu jadi perempuan ga bener," pinta Elang memohon. Wajahnya melunak. Ia menggenggam tangan Kanaya.
Tanpa di sangka Kanaya segera menyentak genggaman Elang. "Apaansih. Kamu ga punya hak buat larang - larang aku ya."
"Nay!" geram Elang. "Aku khawatir sama kamu! Kamu gatau betapa kalutnya aku pas liat story Lia, gimana aku liat disana cowo – cowo itu mandang kamu dengan tatapan lapar. Kamu ngerti ga sih?"
"Nggak! Aku gangerti dan gamau tau. Silahkan pergi." Kanaya berjalan melewati Elang dan tidak sengaja menyenggol bahu Elang agak keras.
"Naya!" Elang membentak dengan rendah. Suaranya begitu dingin. Tanpa Kanaya sadari kedua tangan Elang sudah menarik paksa sembari memutar kedua bahunya sehingga membuatnya menghadap kembali ke Elang. "Dengerin aku," desisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Redémarrer
ChickLitKarena hati juga punya batasan atas segalanya. Bukan menyerah, namun berdamai, berhenti dan menghadapi kenyataan, menutup lembaran terakhir yang sudah usai dan membuka lembaran baru.