Bab 4

63 25 36
                                    

2012.

Lelaki itu berdiri sembari menatap kearah langit. Hujan terus saja mengguyur tanpa henti sejak sejam yang lalu, padahal dia ada rapat saat ini. Lelaki bertubuh jangkung dengan celana jeans panjang dan atasan kaos putih yang dilapsi jaket jeans tersebu menggerutu karena tidak membawa payung hari, di sekelilingnya sepi, mungkin orang – orang lebih memilih untuk meneduh sambil makan di kantin atau menetap di kelas hingga hujan reda.

(Outfit yang Elang pake, abaikan latar)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Outfit yang Elang pake, abaikan latar)


Pria itu menyapu kembali pandangan ke sekelilingnya untuk melihat apakah ada orang yang sekiranya bisa di tumpangi untuk berteduh di bawah payung. Namun nihil, karena dua orang yang berada dekat dengan radius dengannya juga sama – sama tidak membawa payung.

Ia menghela napas kemudian melirik jam di sekitarnya, sudah lebih dari setengah jam dari waktu di mulainya rapat yang harus ia hadiri. Otaknya menimbang apakah ia harus menembus hujan atau menunggu hingga hujan reda. Jika nekat untuk menembus hujan, sudah di pastikan seluruh pakaian yang ia pakai beserta tas yang berisi buku serta tugas – tugasnya akan basah kuyup. Jika menunggu hujan reda, tidak dapat dipastikan kapan akan reda.

Namanya Erlangga Agardi Mahesa, biasa dipanggil Elang oleh orang – orang di sekitarnya dan merupakan mahasiswa tingkat ke dua. Tergabung dalam BEM di fakultasnya dan merupakan mahasiswa yang cukup aktif dalam bidang akademis maupun non akademis.

Elang memutuskan untuk menunggu hujan reda, atau sampai ada seseorang yang lewat di sekitarnya dan memakai payung. Pucuk di cinta ulam pun tiba. Dia menangkap seorang perempuan berjalan pelan dari belakangnya dan berhenti tepat disampingnya. Sepertinya adik tingkat, karena wajah perempuan tersebut menunduk sambil mengacak isi tasnya seperti mencari sesuatu.

Begitu mata Elang menangkap tangan perempuan itu dan benda yang ia angkat adalah payung, dengan gerakan cepat Elang mengambil payung tersebut dari gadis itu.

Gadis disebelah Elang terkejut dan refleks menoleh tidak terima.

"Gue nebeng payung ya? Besok gue traktir makan di kantin," kata Elang cepat. Begitu netranya menangkap wajah sang pemilik payung dengan cepat ia menambahkan. "Mmmm...Kana... boleh ya?"

Awalnya gadis di depan Elang tercenung sesaat kemudian mengangguk pelan.

"Gue nebeng ke sekre gapapa? Lo mau kemana?"

"Pulang, iya Kak gapapa."

Elang tersenyum senang karena akhirnya bisa menembus hujan tanpa perlu basah kuyup. Tangannya segera membuka payung lipat berwarna baby blue milik Kanaya. "Thankyou, Kana."

Kanaya mengikuti Elang lalu berjalan di sebelahnya. Awalnya ia menciptakan jarak aman dari Elang yang memegang payung, tetapi karena itu bahu sisi kiri Kanaya terkena hujan. Mata Elang melirik Kanaya sekilas ketika mereka bersama menapaki jalan menuju ke sekre, tanpa berpikir panjang ia menarik bahu sebelah kiri Kanaya dan menariknya mendekat.

RedémarrerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang