Yogyakarta 16 April 2002
Pada malam itu, lelaki dengan bersimbah gundah berdiri di ambang pintu setelah menekan bel dalam hitungan ganjil. Matanya sayup tapi ada percikan api disana, aku percaya ia bukan orang jahat. Ia memalingkan pandang itu dariku dan bergegas masuk memeluk mu duhai kekasihku, tubuh nya roboh dan berlutut memohon dikakimu. Kini matanya yang berlinang air mata membuat jejak di pakaianmu.
"Tolong, selamatkan. Semua jalan telah kutempuh, kau hanya satu-satunya yang bisa menolong !" Katanya sambil meringis kesakitan.
Kau menatap kaku padaku, sejak ia datang kau tak berbicara sepatah katapun. Dan aku? hilang kata dicekik ragu kau tidak akan meninggalkan ku bukan? Mataku berisyarat demikian. Tapi dimatamu? Ada yang lain...
Jangan pergi...
Tolong...
Kita baru saja menang sayangku...
Tolong...
Jangan...Dengan ragu aku mendekatimu duhai kekasih, ku letakkan tangan ini di bahu kekarmu untuk menenangkan engkau. Aku percaya, kau tidak akan pergi seperti yang lain, meski aku tidak tahu siapa orang yang berlutut lemah sekarang ini.
Ku pinjam tanganmu, menyentuh tubuh yang kini terdapat darah dagingmu. Memberi isyarat "Kita akan menyaksikan nya bersama sampai ia tumbuh dewasa. Kita akan menjadi tua seperti apa yang kita damba saat sedang jatuh cinta."
Diana
KAMU SEDANG MEMBACA
Badai Samudra
Teen FictionSetiap keinginan yang berdenting menuju langit, selalu berharap diberi yang terbaik. Tapi kehilangan, kegagalan, percarian dan penantian selalu menghalangi rasionalitas pemikiran. Layaknya bunga yang tak dapat memilih dimana ia tumbuh, Acha bertekad...