MOBIL MERAH

47 8 1
                                    


Riuh penonton kembali terdengar, beberapa orang sengaja menonton latihan tim basket jagoan sekolah yang akan bertanding esok.

Nama pemain favorit berkali-kali diserukan semakin membius orang-orang untuk menonton.

Yang lebih menarik perhatianku , tiga perempuan di tempat pergantian pemain begitu sibuk dengan kipas angin juga botol minum. Siapa lagi kalau bukan Nadia, Lukeu, dan Tasya perempuan cantik dengan barang-barang branded anak dari para pejabat di kota.

"Arsen mana ya, kok gak latihan." Rengek perempuan berambut sebahu dengan kamera handphone yang sudah siap memfoto.

"Eh iya Arsen nya kemana ya? gak jadi deh aku minta foto bareng nya." Timpal temannya yang membawa banyak snack.

Aku hanya diam di barisan paling belakang, karna memang di pinggir lapangan sudah semakin penuh dengan siswa-siswi yang sedang menonton.

"Itu Arsen!" Teriak perempuan paling ujung.

Arsen masuk dari ujung lapangan, melemparkan tasnya ke pinggir kemudian berlari dan dengan sigap merebut bola dari lawannya, hanya butuh hitungan detik, ia telah memasukan bola ke ring lawan.

"Arsen, Arsen, Arsen!" Semua kompak memanggil namanya perempuan-perempuan di depan ku yang menjerit-jerit histeris melihat Arsen, itu sungguh memekakkan telinga.

Aku memutuskan pergi ke perpustakaan untuk menghindari keramaian, pasti kali ini perpustakaan kosong karna orang-orang beralih ke lapang basket.

Menyapu dengan pandangan setiap buku di rak sepertinya membuang banyak waktu, belum lagi buku 250 halaman yang ku baca hampir selesai dengan sekali duduk.

"Lu dari mana aja sih?" Seseorang melemparkan tas nya tepat dimeja ku, aku perlahan mengangkat kepala dengan rasa terkejut yang masih ada.

Seseorang dengan kaos seragam yang berantakan dan keringat yang masih basah di wajahnya berdiri tepat di hadapanku menatap tajam, dengan nafas yang masih berderu. Aku malah menjadi gugup dihadapannya.

" Dari tadi di perpustakaan." Ucapku dengan kembali menunduk, mencoba menetralkan detak jantung.

"Kirain nonton gue latihan, " sekarang Arsen mulai duduk dan memberikan satu name tag panitia untuk ikut hadir di pertandingan esok.

"Lu ga pernah tertarik cha, dengan ketampanan dan kemampuan gue maen basket?" Pertanyaan kali ini sontak membuat aku terpaksa menutup buku yang dibaca.

" Tadi lapangan penuh banget Sen, aku kan kecil. Gak sanggup dempet-dempetan sama yang lain." Jelasku dengan tenang.

Tiba-tiba Arsen malah tertawa lebar lagi kencang, sembari mengeprak meja. Kali ini ia membuat ku kesal, padahal apa yang lucu dari perkataanku.

Aku berusaha sabar menghadapi sikapnya yang begitu mudah berubah.

"Ayo kita ke laundry!" Ajak Arsen dengan melangkah pergi.

"Nahkan berubah lagi" ucapku dalam batin berusaha memaklum.

"Besok gue jemput jam 5 pagi ya, jangan terlambat nanti gue tinggalin."

"Padahal ia yang meminta aku ikut, lalu kalau terlambat ditinggal? Ya silahkan saja" pikirku yang masih terdiam dari belakang.

Di ujung koridor tampak tiga perempuan dengan kipas angin yang seperti nya menunggu Arsen. Aku harus bergegas pergi atau tidak habis dibully mereka.

Saat aku melewati salah satu lab, semua siswa dari lab itu keluar, aku mengikuti arus rombongan lab dan memutuskan menunggu Arsen diparkiran.

"Hai Arsen!" Sapa Nadia dengan mendekat. Arsen hanya menatapnya dengan dingin tanpa sepatah katapun keluar.

Badai SamudraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang