***
Mahesa.
Sejak kecil, saya di didik untuk menjadi anak yang selalu berbakti pada orang tua. Patuh, serta menuruti semua keinginan tetua keluarga.
Orang lain bilang, hidup yang di atur oleh orang tua itu tak ada enaknya. Penuh kekangan karena kita tak punya ruang untuk bergerak bebas. Namun, selama 24 tahun saya hidup, belum pernah saya merasakan hal seperti itu.
Di suruh les sana-sini. Oke.
Di suruh ikut lomba ini-itu. Oke.
Di suruh ambil double degree. Oke.
Kecuali, untuk satu hal ini.
Sudah jauh-jauh dari Kanada dan rela pulang ke Indonesia, saya pikir ada keributan apa. Ternyata hanya perkara perjodohan yang telah Grandpa atur sebelum meninggal dulu. Tapi, banyak tapinya.
Kali ini rasanya saya mau menolak mati-matian. Saya takut calon istri pilihan Grandpa tidak sesuai dengan ekspeksasi. Walaupun Mommy berkali-kali bilang bahwa calon istri saya itu cantik bak selebritis dengan segala penghargaan yang diraihnya semasa sekolah. Namun pandangan ibu dan anak kadang tidak sejalur, kan?
Oke, saya bisa saja menolak dan mengatakan bahwa saya sudah punya calon istri pilihan yang sesuai di Kanada. Namun karena sejak dulu saya penganut paham 'Pilihan orang tua adalah yang terbaik untuk anaknya', maka tak ada alasan bagi saya untuk menolak. Lagipula, sebagai putra sulung di keluarga Liyanto, mau tidak mau saya tidak boleh membuat orang tua saya kecewa karena membantah pilihan mereka.
Maka, di sinilah kami sekarang. Duduk dengan tenang di meja makan. Para orang tua masih sibuk mengobrol sementara Io—adikku—sudah tidak sabar untuk menyantap makanan di depannya. Dan saya hanya bisa menatap gusar sekeliling ruangan. Demi apapun, saya penasaran dengan gadis—atau janda—yang akan menjadi calon istrinya.
"Maaf Om, Tante!" instrupsi Io tiba-tiba. Membuat kami menatap ia yang paling muda. Tentu saja hanya Io yang termuda. Usiaku dengannya terpaut lima tahun. Saat ini, Io atau Marcellio masih berstatus mahasiswa.
"Kenapa Io?" tanya mommy mewakili.
Samar, aku meliat Io menatapku dengan pandangan isengnya. Dan detik itu saya tau kalau ada sesuatu hal buruk yang Io pikirkan.
"Itu ... kayaknya kak Esa udah gak sabar mau ketemu sama calon istrinya."
Saya tahu Io itu memang paling peka. Tapi tidak harus membeberkannya di depan semua orang juga. Saya kan jadi malu. Nanti disangka terburu-buru dan tidak sabaran lagi—padahal memang kenyataannya begitu.
"Hahaha iya, sampai lupa. Tante panggilin Ayesha dulu ya. Tadi sih masih dandan." Bunda Tamara tersenyum senang menatapku yang tengah menahan rasa malu.
Malu punya adik macam Io.
Tapi melihat dari ekspresu Bunda Tamara, pasti dipikirannya saya terlihat seperti orang kebelet nikah. Mati saja kau Io.
KAMU SEDANG MEMBACA
ISTRIKU FANGIRL
Fanfiction"Ayesha, ini calon suami kamu. Nama-" "BUNDAAAA AKU MAU NIKAH SAMA MARK NCT!" Ini kisah Mahesa, yang sudah jatuh ketiban tangga. Sudah dijodohkan, harus dapat istri yang jenisnya paling ia benci pula di dunia. Fangirl K-pop. WARN!!! • AMBURADUL • MA...