Nama ku Annisa Ramadhani. Kenapa Ramadhani? Karena aku lahir di bulan ramadhan, sehari sebelum hari raya idul fitri. Kenapa nggak di nama in Annisa Fitri aja? Nggak tau. Bapak mau nya Ramadhani. Ya udah, nama ku jadi nya Annisa Ramadhani.
Aku punya dua teman. Yang pertama, Dewi. Mutiara Dewi. Perempuan keras yang selalu melotot waktu aku bergosip di dekat nya. Dia tak pernah segan untuk memukul ku saat aku bergumam betapa tampan nya laki-laki yang lewat di depan ku.
Sebagai umat muslim, tentu kami di ajarkan untuk menjaga pandangan. Bukan hanya untuk laki-laki, tapi untuk perempuan juga.
Tak mengherankan jika sehari, Dewi bisa memukul ku paling tidak sepuluh kali. Kenapa? Karena Masya Allah, makhluk berjenis laki-laki di universitas Sebelas Maret itu tampan sekali. Bukan hanya di fisik, tapi di sifat. Banyak laki-laki berpeci yang sering mampir ke masjid tempat dimana aku menuntut ilmu itu.
Teman ku yang kedua, nama nya Nameera. Just Nameera. Nggak ada nama depan atau belakang. Cuman Nameera. Dia perempuan paling kalem yang pernah aku temui. Selalu ramah pada siapa pun orang yang dia temui.
Karena itu, aku nggak heran kalau banyak laki-laki berbaris di depan rumah nya hanya untuk melamar Nameera, tapi nggak ada satu pun yang dia terima. Tau kenapa? Karena hati nya sudah berlabuh pada laki-laki yang sering menyentuh air daripada buku. Nama nya Wahyu.
Sebenarnya teman ku masih banyak. Tapi orang yang benar-benar ku panggil teman cuman dua perempuan itu.
Kita selalu ada satu sama lain saat suka maupun duka. Sama seperti persahabatan perempuan yang lain, kami tidak pernah sungkan untuk membicarakan masalah laki-laki. Yah, walau pun Dewi sudah melotot saat mendengar pembahasan tentang itu.
Di antara ketiga orang ini, aku, Dewi dan Nameera, hanya agama ku saja yang paling lemah.
Aku memang nggak pernah melewatkan kewajiban ku sebagai penganut agama islam, hanya saja aku sering kecolongan bergosip dan membicarakan orang mana saja yang menganggu di pikiran ku.
Kata Dewi, mulut ku nggak ada rem nya. Apa yang aku pikirin sudah pasti terlontar keluar begitu saja tanpa aku sadari. Dengan kata lain, aku nggak pandai berbohong.
Aku ada di semester tiga, jurusan kebidanan. Kenapa? Nggak nyangka kalau orang kayak aku mau ngambil jurusan kebidanan?
Iya sih, aku lebih berminat ke jurusan arsitektur. Hobi aku gambar, jadi hati rasa nya lebih ringan kalau aku milih jurusan yang sesuai dengan apa yang aku suka. Cuman, banyak orang yang nggak aku suka ada disana. Aku jadi males kalau harus ketemu mereka setiap hari. Tekanan batin yang ada.
Aku milih jurusan kebidanan bukan cuman karena aku suka anak-anak, tapi aku juga suka nonton drama medis terus pengen masuk jurusan kedokteran eh malah kepentok sama biaya. Maklum, keluarga ku cuman keluarga sederhana.
Alhamdulillah aku bersyukur sama keluarga yang aku miliki. Ada bapak dan ibu, satu kakak perempuan dan satu kakak laki-laki. Dan aku anak terakhir. Untuk yang ini, aku bersyukur banget. Nggak ada yang lebih nikmat selain menjadi anak terakhir.
Kami berada di teras rumah, menikmati angin sepoi-sepoi bercampur debu dari tanah yang ada di halaman. Ada sebaskom buah-buahan bervitamin C dan cobek berisi sambal dengan gula merah sebagai dominan.
"Abang! Nanas nya jangan di habisin dong! Nggak mau sisain buat adek kamu yang paling imut ini?!" Aku berujar merajuk. Anton, abang ku yang tinggi nya melebihi tiang listrik itu terus mengambil potongan buah nanas tiga kali berturut-turut. Seakan dia nggak peduli sama aku yang notabe nya pecinta berat buah nanas.
"Abang!"
"Apa sih, Nis?!"
"Nanas aku!"
"Di kulkas banyak noh."
"Belum di kupas sama bapak, kupasin lah bang."
"Separuh nya buat aku ya?"
Aku menggeleng nggak terima. "Nggak bisa lah. Itu cuman buat aku, tinggal tiga biji doang juga!"
"Pelit dasar!" Bang Anton berdecak, dia mengambil segenggam nanas lalu pergi ke dalam rumah. Aku melotot, berteriak memanggil nama nya. "Bang Anton gila!"
"Ibu, bang Anton." Aku mengadu pada ibu ku. Beliau tersenyum, menyuapkan sepotong nanas pada ku. "Besok bisa beli lagi, Nis."
Aku tersenyum. Mengangguk senang.
Tapi senyuman ku hanya bertahan sesaat, bergantikan dengan kernyitan bingung di kening ku.
Ada mobil mewah terparkir di halaman rumah. Di ikuti dengan keluar nya laki-laki dan nenek beruban, mereka berjalan beriringan mendekati kami.
Aku tau laki-laki itu. Nama nya Aster. Laki-laki keturunan China dari kampung sebelah, tetangga Nameera, dan laki-laki pertama yang berani melamar Nameera setelah dia lulus SMA. Aku juga pernah dengar dari Dewi kalau laki-laki itu melamar Nameera lebih dari tiga kali namun di tolak mentah-mentah.
Aku ingin tertawa, tapi ku tahan. Tak sampai hati menertawakan keberanian laki-laki di depan ku ini.
"Assalamualaikum." Aster memberi salam. Kami sekeluarga sontak menjawab salam nya. "Waalaikumsalam."
Aku berdiri di belakang bapak, sedangkan ibu berdiri di samping bapak. Aku mengikuti pergerakan ibu yang mencium punggung tangan sang nenek dan mengatupkan kedua tangan ku saat berhadapan dengan Aster.
"Dengan siapa ya?"
Ah, aku lupa. Keluarga ku tidak mengenal Aster. Aku sempat terbengong saat bapak bertanya begitu, tapi langsung mengangguk mengerti saat sadar mereka tidak saling mengenal.
"Saya Aster, ini nenek saya." Aster memperkenalkan diri, tersenyum tipis sambil menatap mata bapak.
"Iya. Ada apa ya?" Bapak bertanya tanpa basa-basi.
Aster sempat melirik ku sekilas, lalu menjawab pertanyaan bapak. "Ijinkan saya menikah dengan Annisa."
Aku melotot, ibu terbatuk kecil, sedangkan bapak langsung terdiam.
Pernah bertegur sapa saja tidak. Bagaimana bisa ada orang gila selancang Aster melamar perempuan yang tak terlalu di kenal nya?!
Frustasi karena lamaran nya di tolak Nameera terus? Ya bukan berarti dia bisa ngelamar aku seenak udel nya gini dong?!
Di kira aku perempuan apaan?!!!
Tapi yang lebih buat aku syok itu reaksi bapak. Demi apa?!!!! Kenapa aku punya bapak yang aneh nya inalilahi gini?!
Sambil tersenyum, bapak berucap. "Saya terima lamaran kamu. Kita bisa bicarain semua nya di dalam."
Ini yang gila aku apa mereka sih?!
Haduh, pingsan aja aku!
***
Pertama kali aku buat cerita langsung dari hp. Ide nya terlintas begitu aja, jadi sayang kalau nggak di aku tuangin dalam bentuk cerita.
Btw, ini jga pertama kali aku buat cerita pake sudut pandang pertama.
Tau kan tokoh utama nya siapa? Si Aster sama Annisa.
Oke, silahkan di nikmati. Jangan lupa memberikan komentar sebagai bentuk dukungan kalian ya...
7juni'20
KAMU SEDANG MEMBACA
One hundred:You're Perfect
Teen Fiction"Ijinkan saya menikah dengan Annisa." Nama ku Annisa. Annisa Ramadhani. Baru berumur 20 tahun ketika ada laki-laki mempersunting ku sehari setelah liburan semester ku tiba. Nama nya Aster. Aster Pradipta. Dia cinta mati selama tiga tahun lebih pad...