Menunduk, Annisa memuntahkan isi perut nya. Makanan yang baru tadi siang dia telan terbuang sia-sia. Tangan nya mengelus perut nya pelan, sesekali dia pukul saat rasa tak nyaman mulai menyergap.
Aster berada di belakang Annisa. Menunggu istri nya selesai dengan urusan nya. Tangan nya terlipat di depan dada, bersandar pada mobil, dia menatap Annisa geli.
Ini belum ada tiga jam sejak perjalanan mereka ke Jakarta, namun keadaan Annisa yang terus memuntahkan isi perut nya menunjukkan kalau dia tak tahan dengan perjalanan panjang.
Jam menunjukkan pukul lima sore saat Aster melirik jam tangan nya. Mereka berada di pinggiran kota, jauh dari keramaian, tak banyak kendaraan yang melewati jalan ini. Banyak nya lahan sawah di pinggiran jalan membuat suasana teduh saat sore, dan menyeramkan saat malam.
Annisa duduk. Melemaskan kaki dengan tangan memijat kening nya. Aster menghampiri, berjongkok di depan Annisa. "Pusing banget?"
Annisa mendongak. Menatap Aster dengan mata berkaca-kaca. "Mobil kamu ganti pake motor ya? Aku iklas lilahi ta'ala ke Jakarta naik motor daripada naik mobil."
Aster berdeham, menyamarkan tawa. Tangan nya terangkat, memijat kening Annisa. "Mau pake motor nya siapa coba?"
"Bang ojek." Cicit Annisa.
"Nggak ada tukang ojek yang mau nganterin kamu ke Jakarta, Nis."
"Cuman nyewa motor nya, nanti bisa di kembaliin kalau udah sampe sana."
"Aku nggak punya sim C, nanti kalau ketilang gimana?"
Annisa menunjuk diri nya semangat. "Aku punya! Biar aku yang di depan, kamu di belakang. Aku bisa kok nyetir motor perjalanan jauh."
"Terus mobil aku?"
"Biar mamang ojek yang bawa."
"Nanti kalau mobil aku di bawa lari gimana?"
Annisa tampak berpikir. "Kalau gitu biar aku yang naik ojek, kamu nya naik mobil."
"Mang ojek nya sama kamu?"
Annisa mengangguk. "Biar aman."
"Kamu tau kamu udah jadi istri aku kan?" Aster bertanya. Annisa memerah, dia mengangguk.
"Tau kalau kamu udah jadi tanggung jawab aku kan?" Annisa mengangguk lagi.
"Nah, kalau kamu sama mang ojek naik motor resiko bersentuhan nya lebih banyak. Nanti yang dosa nggak cuman kamu, tapi aku juga. Secara aku suami kamu. Kamu mau kita berbuat dosa cuman karena masalah motor?"
Annisa menggeleng, dia meringis. "Tapi aku nggak mau naik mobil lagi."
"Kenapa? Kan nggak bau, ada pengharum nya juga."
"Aku ngerasa ada bau solar nya."
Aster tertawa. "Tapi aku pake bensin, Nis."
"Tetep aja bau solar. Bau nya Masya Allah, aku nggak kuat. Jadi ke inget wisata ke Bali dulu, pake bis gede yang ada AC nya, tapi bau solar nya kerasa ampe dalem. Mana banyak banget temen ku yang muntah. Kan aku jadi ikut-ikutan." Annisa bercerita. Dia menurunkan tangan Aster dari kening nya. Menekuk kaki nya, dia melipat kedua tangan dan menumpukan di atas lutut, merebahkan kepala nya disana.
"Jadi gimana? Mau balik ke Solo?"
"Masa balik lagi? Tiga jam terbuang sia-sia dong." Annisa merengek.
Aster menarik tangan kanan Annisa. Memijat jemari nya pelan. "Ke jakarta nya masih lama. Lima jam lagi. Kamu kuat?"
Annisa menggeleng.

KAMU SEDANG MEMBACA
One hundred:You're Perfect
Teen Fiction"Ijinkan saya menikah dengan Annisa." Nama ku Annisa. Annisa Ramadhani. Baru berumur 20 tahun ketika ada laki-laki mempersunting ku sehari setelah liburan semester ku tiba. Nama nya Aster. Aster Pradipta. Dia cinta mati selama tiga tahun lebih pad...